Jarang Terapkan TPPU, Tunjukkan Aparat Tidak Targetkan Bandar dan Beking Judol

4 hours ago 1
Jarang Terapkan TPPU, Tunjukkan Aparat Tidak Targetkan Bandar dan Beking Judol Infografis(Dok.MI)

Pakar hukum dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Garnasih mempertanyakan aparat penegak hukum jarang menerapkan pasal TPPU dalam perkara judi online. Ia mengatakan dengan menerapkan TPPU, semua pihak yang memberikan hingga menerima dan menikmati aliran dana judi online dapat dijerat.

Yenti menjelaskan judi online termasuk dalam kejahatan uang yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) pada Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) Nomor 8 Tahun 2010. Seharusnya, setiap perkara judi online yang diungkap menggunakan UU TPPU.

"Seharusnya ya memang begitu. Tapi kan kenyataannya ya nggak. Nggak tahu apa maksudnya penegak hukum kok jarang menerapkan," kata Yenti kepada Media Indonesia, hari ini.

Yenti mengatakan dengan tidak menggunakan UU TPPU, artinya paradigma aparat penegak hukum hanya menyasar operator judi online. Ia mengatakan dengan menggunakan KUHP, hanya menyasar mereka yang mengoperasikan, tetapi tidak sampai kepada pihak yang mengatur atau yang membekingi. 

Yenti mengatakan judi online memiliki jaringan di belakangnya yang juga harus ditangkap. Selain itu, mereka yang menerima aliran dana judi online juga harus ditangkap karena menikmati uang hasil kejahatan.

Lebih lanjut, Yenti mempertanyakan alasan penegak hukum tidak menggunakan UU TPPU dalam perkara judi online. Ia mempertanyakan apakah penegak hukum tidak profesional atau tidak berintegritas dengan melindungi pihak yang mendapatkan hasil kejahatan judi online.

"Jadi yang perlu kita selidiki, kita investigasi itu, kenapa penegak hukum enggak mau pakai itu (TPPU)? Apa maksudnya? Enggak bisa? Enggak mampu atau enggak mau? Kalau enggak mau, kenapa? Dapat sesuatu atau gimana?" katanya.

Sebelumnya, Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang juga Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan negara memiliki kewenangan untuk merampas uang hasil kejahatan judi online berdasarkan putusan pengadilan. 

“Negara berhak merampas uang bandar dan pemain judi online berdasarkan putusan pengadilan. Mekanismenya dapat dilakukan hanya dalam waktu tujuh hari untuk diputus, sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” kata Yusril dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/11). 

Yusril menyebut langkah ini sebagai terobosan baru dalam pemberantasan judi online yang sudah semakin mengalami krisis di Indonesia. “Hal itu merupakan bagian dari upaya nyata negara dalam menegakkan kedaulatan hukum dan memberantas kejahatan ekonomi digital,” ujar Yusril. 

Selain itu, Yusril menuturkan proses perampasan uang hasil kejahatan judi online dapat dilakukan dengan acara cepat, yakni dalam waktu maksimal tujuh hari, sebagaimana diatur dalam Pasal 64-67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

Ia menegaskan bahwa judi online merupakan kejahatan serius yang menimbulkan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat. “Aparat penegak hukum harus memanfaatkan mekanisme hukum yang sudah ada untuk menindak dan merampas hasil kejahatan itu,” katanya. 

Di samping itu, Yusril menekankan, berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, bandar judi dapat dijerat pidana maksimal 10 tahun penjara sesuai Pasal 303 KUHP, sementara pemain judi diancam tiga tahun penjara berdasarkan Pasal 303 KUHP. “Karena judi baik konvensional maupun daring adalah tindak pidana, maka uang hasil judi termasuk kategori hasil kejahatan,” jelasnya. 

Ia menambahkan, ketika uang judi masuk ke sistem keuangan dengan tujuan “diputihkan”, maka tindakan tersebut sudah tergolong tindak pidana pencucian uang (money laundering). “Ketika uang itu dimasukkan ke rekening atau ditransfer dengan maksud menyamarkan asal-usulnya, maka itu sudah pencucian uang,” ucap Yusril.(P-1)

Read Entire Article
Global Food