Ilustrasi.(Antara Foto)
KETUA Komnas Haji, Mustolih Siradj menilai syarat istithaah kesehatan jemaah haji 2026 diperketat merupakan langkah yang tepat untuk memastikan jemaah haji Indonesia dalam kondisi sehat dan mampu menjalankan seluruh rangkaian ibadah haji yang menuntut ketahanan fisik tinggi.
"Pengetatan ini sebetulnya berasal dari aturan-aturan yang disampaikan oleh Arab Saudi. Kita sebagai negara pengirim jamaah tentu mengadopsi aturan tersebut. Tujuannya bukan untuk membatasi, tetapi justru demi keselamatan dan kelancaran ibadah para jemaah haji itu sendiri," kata Mustolih saat dihubungi, Kamis (6/11).
Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini muncul seiring meningkatnya angka kematian jemaah haji dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia, sebagai negara dengan kuota haji terbesar di dunia, tercatat menjadi salah satu penyumbang tertinggi jumlah jemaah wafat di Tanah Suci.
Meskipun secara rasio hal tersebut dapat dimaklumi, menurut Mustolih, tetap diperlukan langkah antisipatif.
"Fenomena meningkatnya angka kematian jemaah haji itu menjadi peringatan serius. Arab Saudi bahkan sempat menyampaikan kekhawatiran agar negara-negara pengirim tidak menjadikan Tanah Suci sebagai tempat mengirim jamaah untuk meninggal. Karena itu, pengetatan syarat kesehatan ini sangat logis dan patut diapresiasi," ujarnya.
Lebih lanjut, Mustolih menyoroti bahwa selama ini Indonesia memiliki kebijakan prioritas pemberangkatan bagi jemaah lanjut usia (lansia). Meskipun kebijakan tersebut memberikan kesempatan berharga bagi para lansia, di sisi lain kelompok ini termasuk paling rentan secara fisik.
“Kita punya kebijakan afirmatif bagi jemaah lansia, dan itu sangat baik. Namun, harus diakui bahwa usia lanjut membawa risiko kesehatan yang lebih tinggi. Jadi, program ini memang berisiko ganda, di satu sisi memberi kesempatan, di sisi lain meningkatkan kerentanan," ucapnya.
Menurutnya, penyakit seperti jantung berat, kanker, diabetes akut, dan tuberkulosis stadium lanjut akan menjadi indikator utama dalam penilaian istitha’ah kesehatan. Hanya jemaah yang dinyatakan mampu secara medis yang akan diberangkatkan.
Ia menambahkan bahwa pengetatan ini bukan berarti diskriminatif terhadap kelompok usia lanjut. Sebab, tidak sedikit jemaah lansia yang memiliki kondisi fisik lebih bugar dibanding peserta muda.
"Jadi tolok ukurnya bukan usia, melainkan hasil pemeriksaan medis. Banyak lansia yang kondisinya lebih prima dibandingkan anak muda. Karena itu, baik muda maupun tua, semuanya harus melalui skrining kesehatan yang objektif dan menyeluruh," jelasnya.
Mustolih juga menegaskan bahwa ibadah haji sangat bergantung pada kekuatan fisik dan daya tahan tubuh, mulai dari perjalanan panjang, tawaf, wukuf di Arafah, hingga lempar jumrah di Mina yang harus dilakukan dengan berjalan kaki bersama jutaan jemaah lain di suhu ekstrem.
Ia berharap agar seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat calon jemaah, memahami bahwa kebijakan pengetatan ini semata-mata untuk melindungi keselamatan jemaah dan menjaga kelancaran ibadah haji di Tanah Suci.
"Saya kira apa yang dilakukan pemerintah sudah sangat tepat. Tujuannya adalah memastikan jemaah haji kita sehat, kuat, dan pulang dalam keadaan selamat. Ini bukan pembatasan, tapi perlindungan," pungkasnya. (H-4)

3 hours ago
2
















































