Budaya Baca Bangun Otak Cerdas

8 hours ago 2
Budaya Baca Bangun Otak Cerdas (Dok. kwriu.kemdikbud.go.id)

KEMAMPUAN membaca bukan bawaan lahir. Otak manusia tidak dirancang untuk itu. Itu ialah penemuan budaya yang baru. Tidak ada jalan pintas membangun sirkuit membaca. Belajar membaca ialah rekayasa otak.

Di zaman AI ini, membaca semakin penting. Dunia baru merayakan Laszlo Krasznahorkai. Sastrawan Hongaria itu meraih Hadiah Nobel Sastra 2025.

Karyanya disebut 'visioner' dan 'mengukuhkan seni'. Karya tulis epik ialah buah tradisi membaca kuat. Sementara itu, kita masih menghadapi minat baca rendah. Paradoks itu mengandung sebuah pelajaran berharga.

Membaca memaksa otak membangun jaringan saraf baru. Jaringan itu meminjam sistem bahasa lisan. Juga meminjam sistem penglihatan yang sudah ada. Proses itu mengubah struktur fisik otak kita. Area temporal superior memproses fonem. Area itu ialah unit suara terkecil dalam bahasa. Visual word form area (VWFA) mengenali huruf. Area itu hanya aktif pada orang yang bisa membaca. Itu membuktikan area tersebut dibentuk pengalaman.

Pembaca pemula memulai dengan proses decoding. Mereka memetakan huruf ke suara yang sesuai. Lalu menggabungkan suara menjadi sebuah kata. Proses itu membutuhkan koordinasi visual yang baik. Juga membutuhkan koordinasi auditori dan kognitif. Latihan terus-menerus membuat mata lebih lancar. Perlahan pemrosesan kata menjadi otomatis. Tujuan akhirnya ialah pemahaman tanpa hambatan.

TANTANGAN LITERASI KITA

Data kemampuan baca kita dari PISA sangat memprihatinkan. Sekitar 70% siswa kesulitan memahami ide pokok teks. Mereka bisa membaca kata-kata dengan baik. Namun, sering kali mereka buta terhadap makna. Kondisi itu diperparah harga buku yang mahal. Juga masih minimnya perpustakaan berkualitas.

Media digital ditengarai memperburuk keadaan. Konten instan menghambat kesadaran fonemik. Gerakan mata menjadi terputus-putus di layar. Hal itu mengganggu perkembangan VWFA di otak. Akibatnya fondasi neural tidak terbangun kukuh. Pemahaman teks pun menjadi dangkal dan cepat lupa. Mereka hanya melihat cepat, lalu cepat lupa juga.

Padahal pada era kecerdasan artifisial (AI) ini, kemampuan membaca justru semakin krusial. Mesin AI bisa meniru hasil tulisan manusia. Namun, AI tidak bisa membangun sirkuit saraf manusia. Proses decoding dan memahami teks ialah latihan kognitif. Itu merupakan latihan terbaik bagi kecerdasan kita.

Membaca karya yang kompleks melatih ketahanan kognitif. Setiap kata yang dipahami memperkuat jalur saraf. Itu membangun kapasitas otak berpikir yang kompleks. Kemampuan itu menjadi 'kompas nalar' di era informasi. Kita harus tahu kapan tidak menggunakan AI. Kita juga perlu paham cara kerja dan bias di balik AI. Literasi AI tidak hanya bisa menggunakannya saja. Literasi sejati berarti mampu mengkritisi hasil AI.

Kemampuan AI membuat tulisan tidak meniadakan perlunya menulis. Itu justru memperkuat perlunya kemampuan menulis. Dengan demikian, membaca pun menjadi semakin penting. AI membantu orang dengan keterampilan dasar. Namun, manfaat terbesar didapat orang berkemampuan tinggi. Sama dengan kalkulator, paling berguna bagi yang mahir berhitung.

SOLUSI INTEGRATIF

Kembali ke masalah mendasar, yaitu minat baca. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan bersama. Pertama, pendekatan pengajaran membaca harus ilmiah. Pengajaran fonik sistematis sangat penting bagi dasar. Itu akan membangun kesadaran fonemik dasar decoding. Teks khusus perlu digunakan untuk melatih decoding. Latihan harus dilakukan hingga prosesnya otomatis. Langkah itu akan membentuk fondasi neural yang kukuh.

Kedua, gerakan perbanyak membaca buku fisik. Buku fisik mendukung fiksasi mata yang lebih stabil. Itu berbeda dengan layar digital yang penuh gangguan. Setiap halaman buku yang dibalik melatih sistem visual. Hal itu memfasilitasi pemahaman dan memori lebih baik. Otak menafsirkan teks cetak dan digital secara berbeda. Pemahaman mendalam sering kali lebih baik pada buku fisik. Buku fisik juga memberikan pengalaman sensorial unik. Buku fisik menjadi bentuk digital detox sederhana. Itu ialah istirahat bagi mata dan otak kita.

Ketiga, ubah paradigma tentang kegiatan membaca. Membaca bukan lagi kewajiban dari sekolah semata. Membaca ialah kebutuhan jiwa dan investasi neural. Itu ialah latihan otak untuk menghadapi dunia. Orangtua dan guru harus menjadi teladan hidup. Mari kita ciptakan lingkungan kaya bacaan di rumah. Lingkungan itu harus mendukung aktivitas literasi.

Kekayaan cerita di Indonesia ialah modal berharga. Kita punya potensi lahirkan karya yang visioner. Jadikan membaca sebagai fondasi hadapi masa depan. Membaca memberi kita kekuatan untuk bertahan. Dengan fondasi kuat itu, semoga lahir karya besar bangsa. Membaca ialah gerbang menuju peradaban yang cerdas. Itulah investasi terbaik untuk masa depan kita semua.

Read Entire Article
Global Food