BEI dan OJK Perlu Perbaiki Struktur Free Float Saham di Indonesia

5 hours ago 1
BEI dan OJK Perlu Perbaiki Struktur Free Float Saham di Indonesia Ilustrasi(Antara)

Rencana perubahan metodologi perhitungan free float oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) kembali menyoroti lemahnya transparansi dan tata kelola kepemilikan saham di pasar modal Indonesia. Para pengamat menilai langkah MSCI yang berencana menggunakan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai acuan tambahan untuk menentukan porsi saham publik menandakan adanya kebutuhan mendesak untuk membenahi struktur free float nasional. Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun didesak segera melakukan reformasi agar persepsi global terhadap pasar modal Indonesia tidak semakin menurun.

Menurut Senior Market Analyst PT Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, pengkajian ulang terhadap cara menghitung free float, yakni saham yang beredar dan bisa diperdagangkan publik, pada perusahaan-perusahaan Indonesia yang masuk dalam indeks MSCI turut menjadi salah satu faktor pelemahan IHSG.

“MSCI saat ini sedang melakukan konsultasi untuk menyamakan persepsi mengenai metodologi free float antara otoritas pasar modal Indonesia dan pihak global,” jelas Nafan.

Ia menilai, langkah MSCI tersebut bukan sekadar urusan teknis, melainkan mencerminkan adanya persoalan struktural yang sudah lama dibiarkan.

“Banyak emiten besar di Indonesia memiliki pola kepemilikan yang kompleks dan tertutup. Akibatnya, angka free float di laporan resmi sering tidak mencerminkan kondisi likuiditas sebenarnya, karena sebagian besar saham masih dipegang oleh entitas korporasi,” paparnya.

Dalam situasi seperti ini, tanpa adanya penyelarasan antara kebijakan nasional dan standar global, perusahaan dengan fundamental kuat justru berisiko terdampak negatif. Revisi metodologi MSCI berpotensi mengubah bobot saham Indonesia di indeks global dan memengaruhi persepsi investor terhadap pasar domestik.

Selama ini, BEI dan OJK belum melakukan penertiban menyeluruh atas pelaporan kepemilikan saham minoritas. Padahal, transparansi struktur kepemilikan dan keakuratan data free float sangat penting untuk membangun pasar modal yang sehat dan efisien. Akibat lemahnya pengawasan, nilai pasar saham Indonesia kian sulit mencerminkan harga wajar. Saham berkapitalisasi besar dengan free float terbatas menjadi kurang likuid, sementara saham kecil yang bersifat spekulatif justru mendominasi pergerakan indeks.

“Ke depan, sinergi antara BEI dan OJK perlu diperkuat agar pasar modal Indonesia lebih kredibel. Kedua lembaga harus menetapkan metodologi yang lebih jelas dan memperketat pelaporan kepemilikan saham secara transparan. Yang utama adalah memastikan semua regulasi dan aktivitas perdagangan berpihak pada perlindungan investor,” ujar Nafan.

Jika BEI dan OJK mampu memperbaiki struktur free float secara menyeluruh, MSCI tak perlu lagi membuat metodologi khusus untuk Indonesia. Sebaliknya, pasar modal nasional akan dipandang lebih transparan dan dapat dipercaya oleh investor global.

Rencana perubahan metodologi MSCI saat ini masih dalam tahap konsultasi hingga Desember 2025, dengan hasil akhir yang dijadwalkan terbit sebelum 30 Januari 2026. Jika kebijakan baru tersebut diterapkan tanpa reformasi mendalam di tingkat nasional, bobot Indonesia di indeks MSCI Emerging Markets bisa turun hingga 13%. Ini menjadi penurunan tajam yang mencerminkan lemahnya fondasi tata kelola kepemilikan saham di dalam negeri. (E-3)

Read Entire Article
Global Food