Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono (kedua kanan) bersama para menlu negara-negara peserta Pertemuan Tingkat Menteri soal Palestina di Istanbul, Turki, Senin (3/11/2025).(Dok. Kemenlu RI)
AMERIKA Serikat (AS) mengambil langkah signifikan dalam upaya pascakonflik di Timur Tengah dengan mengedarkan rancangan resolusi kepada anggota Dewan Keamanan PBB. Resolusi ini menyerukan pembentukan Pasukan Keamanan Internasional di Jalur Gaza.
Rancangan dokumen resolusi yang diperoleh situs berita Axios pada Senin (3/11) ini disebut sebagai dokumen yang "sensitif tetapi tidak dirahasiakan." Rancangan itu memberikan mandat luas kepada AS dan negara-negara peserta lainnya untuk secara langsung mengelola urusan keamanan di Gaza.
Seorang pejabat AS menyampaikan rancangan resolusi ini akan menjadi dasar perundingan intensif di antara para anggota Dewan Keamanan PBB dalam beberapa hari mendatang. Target pemungutan suara dalam beberapa pekan ke depan serta rencana pengerahan pasukan pertama ke Gaza pada Januari.
Pejabat tersebut menjelaskan bahwa Pasukan Keamanan Internasional (ISF) yang diusulkan akan berfungsi sebagai "pasukan penegak hukum, bukan pasukan penjaga perdamaian." Pasukan ini direncanakan melibatkan personel dari berbagai negara peserta.
Pembentukan ISF juga akan dilakukan setelah berkonsultasi secara mendalam dengan sebuah badan yang disebut "Dewan Perdamaian Gaza." ISF akan bertugas mengamankan perbatasan Gaza dengan Israel dan Mesir, melindungi warga sipil serta koridor kemanusiaan, sekaligus melatih pasukan polisi Palestina baru yang akan menjadi mitra mereka di lapangan.
Draf tersebut juga menyerukan agar Dewan Perdamaian tetap berlaku setidaknya hingga akhir 2027.
ISF akan menstabilkan situasi keamanan di Gaza
Selain itu, ISF akan menstabilkan situasi keamanan di Gaza dengan memastikan proses demiliterisasi, termasuk penghancuran dan pencegahan pembangunan kembali infrastruktur militer serta penghentian permanen penggunaan senjata oleh kelompok bersenjata non-negara.
Rancangan itu menyebut bahwa ISF dapat mengambil “tugas tambahan yang mungkin diperlukan” untuk mendukung implementasi perjanjian Gaza.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan pada Senin pagi mengatakan bahwa negara-negara akan memutuskan pengerahan pasukan berdasarkan redaksi resolusi Dewan Keamanan PBB yang diharapkan akan diterbitkan.
“Negara-negara yang telah kami ajak bicara mengatakan mereka akan memutuskan apakah akan mengirim pasukan atau tidak berdasarkan isi definisi dalam resolusi yang diharapkan dari Dewan Keamanan PBB,” ujar Fidan.
Ia menyampaikan hal itu dalam konferensi pers setelah menjadi tuan rumah pertemuan tentang Gaza di Istanbul, yang dihadiri para menteri luar negeri dari Indonesia, Pakistan, Arab Saudi, dan Yordania, serta perwakilan dari Uni Emirat Arab dan Qatar.
Pembentukan pasukan bermandat dan berlegitimasi jelas
Menurut Fidan, diskusi dan berbagai upaya diplomatik masih terus berlangsung. Isu utama yang menjadi sorotan negara-negara adalah pembentukan pasukan bermandat dan berlegitimasi jelas, yang harus ditetapkan dalam kerangka resolusi Dewan Keamanan PBB.
Dalam proses penetapan mandat pasukan ini, lanjut dia, sangat diperlukan adanya konsensus umum atas rancangan resolusi tersebut. Konsensus ini harus dicapai sebelum rancangan tersebut dapat disetujui oleh Dewan Keamanan tanpa adanya veto dari salah satu anggota tetap.
Turki, lanjut Fidan, bersama negara-negara mitra lainnya, akan terus berupaya aktif di setiap tahap proses ini. (Ant/I-1)

5 hours ago
3
















































