Warga Kelas Menengah Tolak Pinjaman Berbunga dan Memilih Bertahan Hidup dari Makan Tabungan

3 weeks ago 12
Warga Kelas Menengah Tolak Pinjaman Berbunga dan Memilih Bertahan Hidup dari Makan Tabungan Wakil Menteri Keuangan Thomas Dijiwandono.(DOK PRIBADI)

FAKTA bahwa perilaku finansial warga kelas menengah sebetulnya cukup positif. Lalu sebanyak 70% responden diketahui melakukan perencanaan keuangan. 

Kemudian satu dari dua responden memisahkan anggaran untuk tagihan dan keperluan harian. Selain itu, lebih dari 40% responden mencatat pengeluarannya. 

Hal ini terungkap pada acara 'Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2025', di Jakarta, Selasa (18/2).

Wakil Menteri Keuangan Thomas Dijiwandono mengungkapkan, kelas menengah masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Karena, kata Thomas, lebih dari 70% konsumsi berasal dari kelas menengah.

Lanjut Thomas, APBN berperan sebagai shock absorber dan melindungi seluruh lapisam kesejahteraan sosial, mulai dari kelompok rentan hingga kelas menengah melalui berbagai program subdsidi dan kompensasi.

“Pada 2025 pemerintah mengalokasikan Rp827 triliun untuk berbagai program termasuk subsidi, insentif PPN, bantuan sosial dan kredit usaha. Sebagian besar insentif PPN difokuskan menjaga konsumsi rumah tangga,” jelas Thomas pada acara itu. 

Di sisi lain, Direktur Riset Katadata Insight Center Gundy Cahyadi mengatakan bahwa ini artinya, hanya sebagian kecil yang memilih opsi-opsi pinjaman berbunga (masing-masing kurang dari 15%). 

 “Perilaku positif itu juga tecermin saat kelas menengah mengalami pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Mayoritas responden (76,3%) memilih untuk menggunakan tabungan alias makan tabungan untuk bertahan hidup,” kata Direktur Riset Katadata Insight Center (KIC) Gundy Cahyadi di dalam acara 'Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2025', di Jakarta, Selasa (18/2).

Perilaku ini menunjukkan pengelolaan keuangan yang tergolong baik, lantaran mereka cenderung menghindari utang dan lebih mengandalkan cadangan keuangan pribadi untuk bertahan hidup. “Kelas menengah mengalokasikan 19,3% penghasilan untuk tabungan. Sebagian besar berencana menggunakan tabungan ini sebagai dana darurat,” tutur Gundy.

Survei Katadata Insight Center merilis survei dengan tema 'Kelas Menengah di Tengah Ketidakpastian Ekonomi'. Survei ini tidak bertujuan untuk menjawab pertanyaan penyebab menyusutnya kelas menengah di Indonesia.

Sementara itu, lanjut Gundy, alokasi anggaran untuk tujuan jangka panjang atau perencanaan masa depan relatif masih rendah. Pada dasarnya, perencanaan keuangan jangka panjang memang belum menjadi prioritas bagi kelas menengah. 

Di sisi lain, demi memenuhi biaya hidup maka kelas menengah menjalankan pekerjaan sampingan. Survei KIC mencatat, hampir 50% masyarakat di segmen ini memiliki pekerjaan sampingan alias side hustle. 

Ada tiga alasan terbanyak yang melatarbelakangi mereka menekuni pekerjaan sampingan. Yaitu untuk menambah pendapatan (70,6%), meningkatkan tabungan (42,2%), dan mencapai tujuan finansial (30,7%). Perkara passion justru tak masuk di dalam top 3 ini.

Survei dilakukan secara daring dengan menargetkan responden di 10 kota besar di Indonesia. Survei ini melibatkan 472 responden, dilaksanakan pada 6-9 Januari 2025.

Gundy juga menekankan, kekhawatiran tentang perekonomian berpengaruh besar terhadap cara pandang kelas menengah soal kebutuhan hidup. “Kekhawatiran ini terkesan menjadi faktor utama yang menentukan perspektif kelas menengah tentang keperluan pendidikan, kesehatan, dan hunian,” kata dia. 

Kata Gundy, pertumbuhan kelas menengah tertahan pascapandemi Covid-19. Karena itu, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat untuk meningkatkan persentase kelas menengah. (H-1)

DOK PRIBADI
Wakil Menteri Keuangan Thomas Dijiwandono.

Read Entire Article
Global Food