
PRESIDEN Donald Trump mengajukan banding darurat ke Makamah Agung untuk mengizinkannya memecat kepala lembaga pengawas etik pemerintah. Kasus ini, Bessent v. Dellinger, berpotensi menentukan apakah Kongres boleh membentuk lembaga independen yang terlindungi dari intervensi Gedung Putih, atau apakah presiden memiliki hak memecat siapa saja yang dianggap sebagai kritikus potensial.
Kasus ini muncul saat Trump berusaha mengonsolidasikan kekuasaan dalam pemerintahan federal, termasuk memecat pejabat yang mungkin menentangnya dan menahan dana federal yang seharusnya dialokasikan oleh Kongres.
Siapa Hampton Dellinger?
Hampton Dellinger diangkat Presiden Joe Biden pada 2023 sebagai kepala Office of Special Counsel (OSC) untuk masa jabatan lima tahun dan dikonfirmasi Senat.
OSC adalah lembaga independen yang menangani kasus pembalasan terhadap pelapor (whistleblower). Lembaga ini dibuat pada era pemerintahan Presiden Jimmy Carter dengan ketentuan kepala OSC hanya bisa diberhentikan presiden karena inefisiensi, kelalaian tugas, atau penyimpangan dalam jabatan.
Namun, pada 7 Februari, Dellinger dipecat melalui email singkat dari Direktur Kantor Personalia Kepresidenan Gedung Putih tanpa alasan yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Kongres.
Kuasa hukum Dellinger menyatakan kemerdekaan OSC penting untuk melindungi whistleblower. Jika pemimpin OSC bisa dipecat sesuka hati, perlindungan terhadap pelapor pelanggaran mungkin akan gagal pada saat paling dibutuhkan.
Mengapa Trump Mengajukan Gugatan Ini?
Kasus ini tidak hanya memengaruhi Dellinger, juga lembaga-lembaga independen lain seperti National Labor Relations Board dan Merit Systems Protection Board, di mana pejabatnya dipecat Trump meskipun memiliki perlindungan hukum serupa.
Lembaga-lembaga independen ini dibentuk untuk bekerja secara terpisah dari politik. Selama periode pertama kepemimpinannya, Trump berulang kali menekan Federal Reserve agar menurunkan suku bunga demi meningkatkan popularitasnya, tetapi dewan bank sentral tersebut mengabaikan permintaannya.
OSC memiliki tugas menyelidiki dan menuntut pelanggaran hukum pegawai negeri sipil serta melindungi whistleblower dari pembalasan politik. Merit Systems Protection Board menangani perselisihan antara pegawai federal dan lembaga pemerintah.
Banyak pendukung Trump berargumen ia berjanji merombak birokrasi federal. Sebagai kepala eksekutif, Trump menegaskan harus berhak memecat siapa pun di pemerintahan. “Pengadilan ini seharusnya tidak membiarkan pengadilan yang lebih rendah merebut kekuasaan eksekutif dengan menentukan berapa lama presiden harus mempekerjakan seseorang yang tidak diinginkannya,” kata Sarah Harris, Pejabat Jaksa Agung Sementara, dalam banding daruratnya.
Apakah Ada Preseden Hukum?
Dellinger mendasarkan pembelaannya pada kasus Humphrey’s Executor v. US (1935), yang memperbolehkan Kongres menetapkan syarat pemecatan pejabat di lembaga independen.
Namun, Mahkamah Agung belakangan semakin menjauh dari keputusan ini, terutama dalam kasus Seila Law v. CFPB (2020), di mana mereka memutuskan perlindungan bagi Direktur Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) melanggar prinsip pemisahan kekuasaan.
Ketua Mahkamah Agung John Roberts dalam putusannya menyatakan presiden harus memiliki wewenang memecat pejabat eksekutif, karena kekuasaan mereka berasal langsung dari Konstitusi. Namun, Roberts juga mencatat OSC berbeda dari CFPB, karena tidak memiliki kekuasaan regulasi atas sektor swasta dan hanya berwenang dalam kasus pegawai federal.
Beberapa hakim konservatif, seperti Clarence Thomas dan Neil Gorsuch, berpendapat perlindungan bagi pejabat lembaga independen bertentangan dengan Konstitusi.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Banding Trump ini masuk ke Mahkamah Agung dalam kondisi darurat, sehingga bisa diselesaikan dengan cepat tanpa membahas aspek konstitusional lebih lanjut.
Pengadilan distrik telah mengeluarkan perintah sementara yang menunda pemecatan Dellinger. Biasanya, keputusan semacam ini tidak bisa langsung diajukan banding.
Namun, Trump tetap mengajukan banding, sehingga memicu konflik lain tentang prosedur hukum. Jika Mahkamah Agung menolak banding ini karena alasan prosedural, mereka mungkin tidak akan langsung membahas pokok permasalahan.
Pengadilan Banding AS untuk Wilayah DC pada 17 Februari memutuskan dengan suara 2-1 bahwa pemecatan sementara Dellinger tidak bisa diajukan banding. Dua hakim yang menolak banding adalah hakim yang ditunjuk Biden, sedangkan hakim yang mendukung banding adalah hakim yang ditunjuk Trump.
Jika Mahkamah Agung setuju dengan pengadilan banding, maka pertanyaan berikutnya adalah apakah ada hakim yang akan mengeluarkan opini tambahan yang memberi petunjuk tentang arah keputusan mereka di masa depan.
Bagaimana dengan Elon Musk?
Meskipun kasus Dellinger adalah yang pertama mencapai Mahkamah Agung dari masa jabatan kedua Trump, ini bukan satu-satunya perselisihan hukum besar yang sedang berjalan.
Lebih dari 60 gugatan telah diajukan terhadap kebijakan Trump, termasuk terkait penghapusan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran (birthright citizenship) dan pemblokiran dana yang telah disetujui Kongres.
Beberapa gugatan juga menuduh pemerintahan Trump melanggar hukum privasi dengan mengizinkan afiliasi dari Departemen Efisiensi Pemerintah Elon Musk mengendalikan sistem IT pemerintah yang sangat terbatas.
Banyak dari kasus ini kemungkinan akan mencapai Mahkamah Agung dalam beberapa minggu mendatang. Meskipun Trump telah menunjuk tiga hakim konservatif—Neil Gorsuch, Brett Kavanaugh, dan Amy Coney Barrett—keputusan mereka belum tentu selalu mendukung Trump. (CNN/Z-2)