Tahun 2024, Bali Defisit Beras 47.505 Ton

20 hours ago 5
Tahun 2024, Bali Defisit Beras 47.505 Ton Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dewa Ngurah Suprapta, pada kuliah umum di hadapan mahasiswa Tokyo University, Jepang di Gedung Agrokompleks, Kampus Unud Sudirman, Selasa (11/3/2025).(MI/Arnoldus Dhae)

KEBUTUHAN beras di Bali mencapai 412.929 ton pada 2024. Namun, produksi beras Bali hanya mencapai 365.424 ton. Kondisi ini merupakan dampak dari berbagai masalah di sektor pertanian seperti, lahan pertanian semakin sempit serta jumlah petani menurun dan umur mereka semakin tua dengan pendidikan yang rendah.

Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dewa Ngurah Suprapta, pada kuliah umum di hadapan mahasiswa Tokyo University, Jepang di Gedung Agrokompleks, Kampus Unud Sudirman, Selasa (11/3).

Sebanyak enam mahasiswa Jepang didampingi tiga professor melakukan kunjungan ke Unud dan sejumlah kawasan pertanian di Bali seperti Jatiluwih dan Kintamani antara 10-15 Maret 2025. Rombongan dipimpin Prof Yasunobo Matsumoto dari Animal Science, Tokyo University.

Dijelaskan, upaya peningkatan produktivitas pertanian Bali bisa saja dengan penerapan sistem smartfarming. Hanya, ada beberapa persyaratan yang tidak terkoneksi dengan kondisi pertanian Bali. Petani yang rata-rata berusia semakin tua yang agak sulit diajak bertranformasi karena tingkat pendidikan yang relatif rendah. Kepemilikan lahan yang tidak lebih dari 0,5 hektare (ha) dan topografi lahan dengan kemiringan tinggi juga menjadi masalah teknis lainnya dalam penerapan teknologi modern. 

“Kita bisa coba untuk mengakrabkan petani dengan teknologi pertanian modern. Misalnya, di satu subak dengan luas areal 100 ha coba gunakan drone untuk menyemprotkan pestisida, siapa tahu setelah ada bukti nyata penggunaan smartfarming yang sangat memudahkan petani di sawah, mereka bersedia menerapkan teknologi baru dan bergabung mengelola lahan sehingga memenuhi skala ekonomi untuk menunjang pengembangan agribisnis modern,” kata ahli biopestisida itu. 

Menjawab pertanyaan seorang mahasiswa Jepang terkait petani Bali tidak bisa hidup layak jika tidak memiliki pekerjaan lain, Prof Dewa Suprapta mengakui fakta tersebut. terbukti banyak petani yang terjun mengelola industri kecil seperti mematung atau melukis di Kabupaten Gianyar. 

“Di wilayah lain di Bali, banyak petani nyambi jadi pekerja bangunan,” paparnya.

Dia menyarankan, mahasiswa bisa melakukan observasi lapangan dengan menanyakan curahan waktu petani bekerja di sawah dibandingkan dengan melakoni pekerjaan lain. Hal ini juga terkait erat dengan persentase pendapatan petani yang kecil dari sektor pertanian ketimbang sektor lainnya.

Ditambahkannya, luas lahan pertanian di Bali saat ini mencapai 359.694 ha, dan luas sawah hanya 19,97% saja atau 71.836 ha. Luas areal panen padi tahun 2024 seluas 107,225 ha  dengan asumsi intensitas produksi padi mencapai 1,49 ha/tahun.

Produktivitas gabah pada tahun yang sama mencapai 6,04 ton/ha. “Total produksi beras di Bali sebanyak 365.424 ton dan kebutuhan beras mencapai 412.929 ton, artinya Bali mengalami defisit beras 47.505 ton,” tegasnya.

Prof Dewa Suprapta menjelaskan, perlunya kerja sama antara pemangku kepentingan guna mendorong peningkatan produksi beras sehingga defisit itu bisa dikurangi.

Sementara itu, Guru Besar FKH Unud Prof I Nyoman Manik Astawa memaparkan berbagai jenis penyakit hewan di Bali yang juga sangat menarik minat mahasiswa Jepang untuk berdiskusi seperti ketersediaan vaksin untuk mengatasi penyakit jembrana pada sapi. Kehadiran rombongan tersebut secara khusus disambut oleh Dekan Fakultas Pertanian Unud  I Putu Sudiarta dan Dekan FKH Unud Prof I Nyoman Suartha, mengingat Tokyo University Jepang bekerja sama dengan Unud untuk dua bidang tersebut. (OL/E-4)

Read Entire Article
Global Food