
RENCANA retret kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 bakal menghadirkan dialog yang bersifat dua arah. Upaya itu dilakukan untuk mengikis miskomunikasi antara pogram pemerintah pusat dan kepala daerah terpilih.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya usai melakukan pertemuan dengan Forum Kepala Bappeda Kota Seluruh Indonesia (Forum Bakti) yang diinisiasi oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (18/2).
"Retret itu kan kita menginginkan tidak satu arah, tidak dari pusat ke daerah. Tidak top-down lah, tapi juga ada dialog dari persoalan daerah," kata Bima.
Ia mengungkap, salah satu isu yang disampaikan jajaran Bappeda dalam pertemuan tersebut mengenai mandatory spending atau pengeluaran wajib. Bima menyebut, forum tersebut bertujuan untuk mengumpulkan aspirasi dari daerah yang nantinya akan disampaikan ke pemerintah pusat.
"(Isu mandatory spending) ini kita titipkan ke Kementerian Keuangan untuk dijelaskan nanti (dalam retret)," terangnya.
Di samping itu, forum tersebut juga menjadi arena untuk memperjelas program unggulan pemerintah pusat agar diterjemahkan dengan baik di daerah, misalnya makan bergizi gratis (MBG). Bima menegaskan, Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan agar program tersebut dialokasikan dari APBN, bukan APBD.
"Jadi, kalaupun ada anggaran dari daerah, punya kapasitas fiskal, alokasikan saja untuk sekolah. Itu arah Presiden, untuk sarana dan prasarananya, kemudian toiletnya," jelas Bima.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Apeksi 2023-2025 Eri Cahyadi yang juga merupakan Wali Kota Surabaya mengatakan, isu efisiensi anggaran bakal menjadi hal yang disampaikan oleh kepala daerah dalam acara retret. Ia tak memungkiri ada kepala daerah yang kaget dengan kebijakan tersebut.
Namun, hal itu lebih disebabkan karena adanya miskomunikasi. Di Apeksi, Eri menyebut pihaknya telah sepakat bahwa kebijakan efisiensi harus diterjemahkan dengan mengutaman kebijakan-kebijakan prioritas pemerintah pusat yang sinkron dengan pemerintah daerah.
"Contoh adalah kegiatan stunting, tapi ternyata yang untuk menyentuh stuntingnya tidak banyak. Itulah yang dipotong, yang dianggarkan," terang Eri.
Menurut Eri, kepala daerah harus paham program-program mana saja yang perlu diprioritaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dengan demikian, jika tidak ada program yang tak masuk RPJNM atau RPJMD, perlu diefisiensikan.
"Bukan efisiensi yang memotong, memotong. Kami tidak pernah mendapat perintah seperti itu," tandasnya. (P-4)