Pengungsi Banjir di Gereja Tetap Khusuk Menjalankan Puasa Ramadan

7 hours ago 1
Pengungsi Banjir di Gereja Tetap Khusuk Menjalankan Puasa Ramadan Ratusan pengungsi di Gereja GKJ Tempurung di Desa Ringinkidul, Kecamatan Gubug, Grobogan sedang berbuka puasa.(MI/Akhmad Safuan)

BENCANA banjir dan hidup di pengungsian di sebuah gereja tidak menghalangi warga Desa Ringinkudul, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, untuk meninggalkan ibadah salat dan puasa Ramadan. Ratusan warga muslim tetap kusuk berpuasa seperti umumnya baik waktu sahur maupun berbuka di dalam gereja.

Bencana banjir yang melanda sejak Minggu (9/3) akibat cuaca ekstrem dan jebolnya tanggul Sungai Tuntang di Desa Baturagung, Kecamatan Gubug dan Sungai Kliteh, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan membuat sedikitnya 1,202 jiwa harus bertahan di pengungsian seperti masjid, gereja, balai desa, sekolahan hingga membuat tenda di tanggul-tanggul sungai.

Memasuki hari ke 11 bulan Ramadan ratusan pengungsi sebagian besar adalah warga lanjut usia (lansia) terlihat bertahan di Gereja GKJ Tempurung Gubug, Kabupaten Grobogan. Mereka terlihat duduk di atas karpet dan tikar yang digelar sembari menunggu waktu berbuka puasa karena sebagian besar pengungsi adakah warga muslim yang tinggal di sekitar gereja tersebut.

Betul saja, ketika suara azan Magrib terdengar dari pengeras suara masjid, ratusan warga yang sedang mengungsi di gereja itu bangkit satu persatu. Secara tertib, mereka mengambil nasi bungkus yang sudah disiapkan sejak sore dan kembali duduk di tempat masing-masing dan menikmati makan berbuka secara bersama-sama.

Air mata terasa tumpah menyaksikan ratusan pengungsi di gereja ini, bahkan setelah selesai berbuka puasa sebagian besar langsung beranjak mengambil wudhu dan salat Magrib di dalam gereja. "Kami bersyukur kerukunan umat di sini luar biasa. Ketika kami menghadapi kesulitan akibat banjir dan mengungsi di gereja, kami masih bisa menjalankan ibadah," kata Tohari,60, warga Ringinkudul, Kecamatan Gubug, Grobogan.

Hal serupa juga diungkapkan Rahayu,45, salah seorang warga di pengungsian di gereja itu. Selain menjalankan salat lima waktu di dalam gereja ini, ratusan pengungsi juga tetap khusuk menjalankan ibadah puasa Ramadan, karena disediakan makan sahur dan berbuka selama berada di pengungsian ini.

"Kami tetap berpuasa, meskipun mengungsi di sini, bahkan pihak gereja menyediakan makanan untuk sahur dan berbuka bagi pengungsi yang sedang berpuasa di bulan Ramadan ini," ujar Rahayu.

Pengurus Gereja GKJ Tempurung di Desa Ringinkidul, Kecamatan Gubug, Grobogan Sugiyanto, mengungkapkan sejak bencana banjir melanda daerah ini, ratusan pengungsi berdatangan dan gereja membuka diri untuk menerima siapa saja yang membutuhkan tempat pengungsian, tanpa memandang latar belakang suku dan agama.

Bahkan dengan senang hati, menurut Sugiyanto, gereja menyediakan tempat untuk seluruh warga yang akan mengungsi tanpa melihat agama maupun sukunya. Mereka dapat  bersama di dalam gereja termasuk beribadah sesuai keyakinan. Sehingga selama berada di dalam gereja terlihat sebagian besar tetap melaksanakan salat lima waktu.

Di tengah suasana bulan Ramadan ini juga, ungkap Sugiyanto, gereja menyiapkan dapur umum untuk melayani konsumsi bagi ratusan pengungsi tiga kali sehari. Demikian juga bagi warga muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa gereja bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyiapkan makanan sahur dan berbuka.

"Sejak dulu toleransi umat beragama di daerah ini cukup tinggi, seluruh umat saling tolong menolong, bahu-membahu bersama tanpa ada batasan," kata Sugiyanto.

Di tengah bencana banjir dan bulan Ramadan seperti saat ini, lanjut Sugiyanto, setiap tengah malam pengurus gereja bersama relawan sudah mulai memasak makanan di dapur umum, sehingga warga muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa dapat menikmati sahur bersama. Begitu juga saat siang pengurus akan kembali disibukkan di dapur untuk menyiapkan makanan berbuka. (E-2)

Read Entire Article
Global Food