
BERBAGAI data menunjukkan adanya kemajuan yang cukup signifikan dalam memperjuangkan pemberdayaan perempuan. Salah satunya, Indonesia berhasil meningkatkan Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index/GDI) dari 91,63 di 2022 menjadi 91,85 pada 2023, dalam upaya menciptakan lingkungan dan akses layanan yang baik bagi perempuan.
Selain itu, Indeks Pemberdayaan Gender juga meningkat dari 76,59 menjadi 76,90. Namun, pencapaian nasional ini masih di bawah standar global, dengan GDI Indonesia secara global berada di angka 0,94 dari skala 0 sampai 1, dan pencapaian Women’s Empowerment Index (WEI) di angka 0,568.
Ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih menjadi tantangan besar, terutama di sektor kesehatan meskipun berbagai kemajuan telah dicapai.
Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan, dr. Maria Endang Sumiwi mengungkapkan bahwa data menunjukkan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan untuk memenuhi hak dasar perempuan.
“Mulai dari permasalahan pemenuhan gizi, risiko penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, kematian ibu, kesehatan jiwa, serta permasalahan kekerasan perempuan dan anak. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, kita tentu tidak dapat melakukan upaya sendiri, namun melakukan kolaborasi lintas kementerian, seperti dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, BKKBN serta berbagai lembaga lainnya, termasuk bersama dengan elemen masyarakat lain seperti pihak swasta dan komunitas. Melalui upaya komprehensif menggunakan pendekatan siklus hidup kita berharap dapat memenuhi hak - hak kesehatan perempuan dan mendukung terciptanya perempuan yang berdaya dan kesetaraan gender,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Rabu (12/3).
Lebih lanjut, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen terhadap kebijakan dan program yang mendukung kesetaraan gender yang diwujudkan melalui membangun lingkungan yang kondusif bagi perempuan untuk berkembang dan berkontribusi, serta melibatkan laki - laki sebagai mitra strategis dalam menciptakan perubahan berkelanjutan.
“Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang erat dan langkah-langkah konkret, kita dapat mencapai perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam kehidupan perempuan Indonesia. Saya percaya, ketika perempuan mendapatkan kesempatan yang setara, berdaya dalam berbagai sektor baik itu pendidikan, ekonomi, maupun politik— perempuan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kemajuan bangsa,” tuturnya.
Ketua Farid Nila Moeloek (FNM) Society Prof. Dr. dr. Nila Moeloek menekankan bahwa pemberdayaan perempuan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa, hampir 50% di antaranya adalah perempuan. Jumlah ini mencerminkan potensi luar biasa, tetapi juga menunjukkan bahwa kesenjangan gender yang masih ada perlu segera diatasi.
Tantangan ini tidak hanya terletak pada skala yang besar, tetapi juga pada bagaimana memastikan setiap perempuan, di mana pun mereka berada, memiliki akses yang sama terhadap kesempatan, kesehatan, dan perlindungan.
“Pemberdayaan perempuan bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau organisasi tertentu—ini adalah tugas kita bersama. Dan yang terpenting, perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. Saat kita bergerak, kita membawa perubahan bagi lingkungan kita, komunitas kita, dan pada akhirnya, bagi bangsa ini,” ujar dia.
UNFPA Indonesia Representative, Hassan Mohtashami menjelaskan bahwa Hari Perempuan Internasional menjadi momen untuk meneguhkan kembali komitmen terhadap kesetaraan gender. Kesetaraan gender terkait erat dengan kesehatan seksual dan reproduksi dan hak-hak reproduksi di antaranya kesehatan, kesejahteraan dan otonomi perempuan bergantung pada layanan kesehatan seksual dan reproduksi.
“Juga kesetaraan dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan mendorong pembangunan dan memajukan perubahan sosial. Semakin sejahtera perempuan dan anak perempuan, begitu pula dengan keluarga, komunitas, dan dunia secara keseluruhan. Meskipun telah terjadi banyak kemajuan, tantangan masih ada. Ketimpangan gender, akses layanan kesehatan yang terbatas, serta kekerasan terhadap perempuan masih menjadi penghalang bagi banyak perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka,” urainya.
“Melalui inisiatif seperti Women at the Center Project yang juga dikenal sebagai Perempuan Indonesia Hidup Tanpa Kekerasan (PIHAK), UNFPA terus bekerja untuk memastikan setiap perempuan mendapatkan akses layanan kesehatan reproduksi yang aman dan berkualitas serta bisa menentukan masa depannya sendiri,” tandasnya. (H-2)