
HARI Ginjal Sedunia (World Kidney Day) 2025 diperingati pada 13 Maret lalu dengan tema Are your kidneys OK? Detect early, protect kidney health. Tema ini menekankan pentingnya deteksi dini karena penyakit ginjal sering datang tanpa gejala sehingga perlu tindakan preventif. Pengecekan berkala dapat mendeteksi kegagalan ginjal lebih dini sehingga dapat segera ditangani. Karena, jika pengobatannya terlambat, dapat mengubah kualitas hidup kita selamanya.
Jumlah penderita sakit ginjal terus bertambah dengan pesat. Jurnal The Lancet edisi November 2024 melaporkan, jumlah orang dewasa penderita diabetes tipe 1 dan tipe 2 di dunia pada 2022 telah melampaui 828 juta orang, meningkat lebih dari empat kali lipat dari jumlah total pada 1990. Dari jumlah itu, lebih dari seperempatnya (212 juta) tinggal di India dan 148 juta orang lainnya di Tiongkok, Amerika Serikat (42 juta), Pakistan (36 juta), Indonesia (25 juta), dan Brasil (22 juta). Penderita diabetes juga semakin muda, terutama terjadi di negara miskin dan berkembang. Ini menggambarkan bahwa diabetes sangat mendorong tumbuhnya penyakit gagal ginjal kronis dan kardiovaskular.
Ginjal memiliki fungsi vital dalam tubuh, seperti menyaring limbah dari darah, mengatur tekanan darah, serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Namun, penyakit ginjal kronis sering kali berkembang tanpa gejala yang jelas hingga mencapai tahap lanjut. Akibatnya, banyak orang baru menyadari kondisinya ketika fungsi ginjal sudah mengalami kerusakan yang cukup parah.
Kerusakan ginjal yang parah memerlukan perawatan intensif. Salah satu prosedur yang umum dilakukan oleh pasien dengan PGK ialah hemodialisis atau cuci darah. Proses ini tidak hanya menguras tenaga dan waktu, tetapi juga menjadi beban finansial yang besar. Pasien dengan kondisi ini umumnya harus menjalani cuci darah secara rutin, bahkan hingga dua kali seminggu, demi mempertahankan fungsi tubuhnya.
Pemeriksaan kesehatan secara rutin, terutama bagi mereka yang memiliki risiko tinggi seperti penderita diabetes dan hipertensi, menjadi langkah krusial untuk mendeteksi masalah sejak dini. Dampak penyakit ginjal tidak hanya dirasakan oleh penderitanya, tetapi juga menjadi beban bagi sistem kesehatan negara. Pengobatan penyakit ginjal kronis (PGK) membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terutama bagi mereka yang bergantung pada layanan kesehatan seperti BPJS. Karena itu, langkah pencegahan melalui pola hidup sehat, deteksi dini, dan pengelolaan faktor risiko menjadi kunci penting untuk menekan pertumbuhan penyakit ginjal.
MENINGKATNYA KASUS GAGAL GINJAL
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi PGK di Indonesia mencapai 3,8 orang per 1.000 penduduk, atau 0,38%. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% penderita akhirnya harus menjalani dialisis atau cuci darah. Walaupun angka ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan di beberapa negara lain, dampaknya cukup besar terhadap kualitas hidup masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di usia produktif. Kalimantan Utara mencatat prevalensi tertinggi, sedangkan Sulawesi Barat menjadi daerah dengan angka kasus paling rendah.
Di sisi lain, data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa biaya perawatan gagal ginjal menjadi salah satu pengeluaran terbesar dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Pada tahun 2019, lebih dari 1,93 juta kasus gagal ginjal tercatat dengan total biaya mencapai Rp2,79 triliun. Meskipun sempat turun pada tahun berikutnya akibat pandemi, angka ini kembali meningkat seiring dengan perbaikan akses layanan kesehatan.
Secara umum, penyakit ginjal memiliki berbagai faktor penyebab, mulai dari hipertensi, diabetes, hingga gangguan metabolik lainnya. Namun, gaya hidup modern juga berperan besar dalam meningkatkan risiko gangguan ginjal, terutama pola makan tinggi garam dan rendah serat. Konsumsi garam yang berlebihan memaksa ginjal bekerja lebih keras untuk menyaring zat-zat berlebih dalam tubuh. Dalam jangka panjang, kondisi itu dapat merusak fungsi ginjal dan berujung pada gagal ginjal kronis.
Kebutuhan harian garam yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan ialah 5 gram atau sekitar satu sendok teh per hari. Sayangnya, konsumsi makanan instan yang kaya akan garam sering kali melampaui batas aman tersebut. Sebagai contoh, satu porsi mi instan saja sudah mengandung sekitar 3,7 hingga 3,8 gram garam, belum termasuk tambahan garam dari lauk dan bumbu lainnya. Kombinasi ini dapat memicu tekanan darah tinggi yang kemudian merusak pembuluh darah ginjal, mempercepat kerusakan organ tersebut.
Selain pola makan, kurangnya aktivitas fisik dan kebiasaan tidur yang buruk juga turut berkontribusi terhadap peningkatan kasus penyakit ginjal. Kurangnya olahraga membuat metabolisme tubuh melambat dan meningkatkan berbagai risiko, antara lain risiko obesitas, yang menjadi faktor risiko utama penyakit ginjal. Sementara itu, kurang tidur setidaknya dapat mengganggu fungsi ginjal dalam mengatur kadar cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Celakanya, kasus gagal ginjal pada usia muda semakin meningkat. Kini, tidak jarang ditemukan pasien gagal ginjal yang berusia 20-an. Perubahan pola hidup yang semakin tidak sehat menjadi pemicu utama fenomena ini. Karena itu, kesadaran akan pentingnya pola hidup sehat perlu ditanamkan sejak dini, baik melalui keluarga maupun lewat kebijakan kesehatan.
Dengan demikian, mencegah penyakit ginjal kronis memerlukan upaya holistik, mulai dari memperbaiki pola makan, meningkatkan aktivitas fisik dan sejenis lainnya, hingga memastikan akses terhadap pemeriksaan kesehatan rutin. Konsumsi makanan alami yang kaya serat, seperti sayur dan buah, serta membatasi asupan garam dan makanan olahan dapat menjadi langkah sederhana tapi efektif dalam menjaga kesehatan secara umum termasuk kesehatan ginjal. Dengan kesadaran dan langkah preventif yang tepat, diharapkan angka kasus gagal ginjal dapat ditekan dan kualitas hidup masyarakat Indonesia dapat meningkat.
PERINGATAN UNTUK USIA PRODUKTIF
Gagal ginjal kronis menjadi salah satu penyakit dengan pembiayaan medis tertinggi di Indonesia, terutama karena prosedur cuci darah yang harus dijalani oleh penderitanya. Tahun lalu, dengan populasi Indonesia sekitar 270 juta jiwa, sekitar 1,5 juta orang dilaporkan menderita gagal ginjal kronis. Walaupun angka tersebut lebih rendah daripada di beberapa negara lain, tetap angka itu pun sudah banyak sekali.
Dari jumlah tersebut, 159.000 pasien harus menjalani cuci darah secara rutin, dua atau tiga kali seminggu untuk bertahan hidup. Ini membutuhkan komitmen besar dari berbagai pihak termasuk dari sisi pasien maupun fasilitas kesehatan yang menyediakannya. Tanpa penanganan yang tepat, jumlah penderita penyakit ini diperkirakan akan terus meningkat di masa mendatang.
Yang lebih mengkhawatirkan, mayoritas pasien gagal ginjal kronis yang menjalani cuci darah berada dalam usia produktif. Lebih dari 85% penderita berusia 20 hingga 60 tahun, kelompok yang seharusnya aktif dalam kegiatan ekonomi dan sosial. Kondisi ini berdampak besar, terutama pada individu yang mengalami penyakit tersebut termasuk keluarga mereka yang harus menanggung beban emosional dan finansial akibat perawatan yang berkepanjangan.
Melihat dampak luas dari gagal ginjal kronis, upaya pencegahan harus menjadi prioritas utama. Pola hidup sehat, deteksi dini, serta pengelolaan faktor risiko seperti diabetes dan hipertensi menjadi langkah penting dalam menekan angka kejadian penyakit ini. Selain itu, inovasi dalam sistem pelayanan kesehatan, termasuk pengembangan terapi alternatif yang lebih terjangkau dan efektif perlu terus diupayakan agar beban ekonomi yang ditanggung negara dan masyarakat dapat dikurangi.
DETEKSI DINI
Penyakit ginjal kronis semakin menjadi perhatian, terutama semakin menyasar usia anak. Hal itu memerlukan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan ginjal sejak dini. Sayangnya, belum tersedia data yang komprehensif mengenai prevalensi penyakit ginjal kronis pada anak di Indonesia.
Namun, laporan dari sejumlah rumah sakit pendidikan menunjukkan bahwa setidaknya 220 anak telah menjalani dialisis, sebagian kecil di antaranya menerima transplantasi ginjal. Penyebab utama gagal ginjal pada anak sering kali berhubungan dengan kelainan bawaan seperti hipoplasia ginjal atau uropati obstruktif.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 0,18%. Itulah setidaknya angka yang sudah tersedia sebagai dasar strategi pendekatan tata kelola preventif maupun kuratif dan rehabilitatif.
Secara global, data dari International Society of Nephrology menunjukkan bahwa penyakit ginjal kronis menjadi penyebab kematian dengan pertumbuhan tercepat ketiga di dunia. Diperkirakan, pada tahun 2040, penyakit ini akan menjadi penyebab kematian tertinggi kelima secara global.
Dengan meningkatnya jumlah penderita ini, maka deteksi dini menjadi hal yang krusial. Diagnosis yang cepat, perawatan yang tepat, serta perubahan gaya hidup yang mendukung kesehatan ginjal menjadi langkah penting dalam mencegah penyakit ini. Dengan strategi yang lebih efektif, diharapkan beban ekonomi yang ditanggung BPJS Kesehatan dapat dikendalikan dan kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.
MANFAAT PUASA BAGI KESEHATAN GINJAL
Setiap tahunnya, umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan tujuan utama meraih ketakwaan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183. Namun, di luar aspek spiritual, puasa juga membawa dampak positif bagi kesehatan.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa puasa dapat membantu mengontrol gula darah, menjaga kesehatan jantung, hingga menurunkan berat badan. Tetapi, bagaimana dengan kesehatan ginjal? Apakah puasa juga memberikan manfaat serupa bagi organ penting ini, atau justru menimbulkan tantangan tersendiri?
Ginjal adalah organ yang bekerja tanpa henti untuk menyaring limbah dari darah, menjaga keseimbangan cairan, dan mengatur tekanan darah. Ketika seseorang berpuasa, tubuh berhenti menerima asupan makanan dan cairan selama lebih dari 12 jam sehari. Hal ini secara otomatis mengurangi beban metabolisme tubuh, termasuk ginjal.
David Katz dari Yale-Griffin Prevention Research Center mengungkapkan, puasa dapat membantu mengurangi asupan racun tambahan dari makanan sehingga memungkinkan organ detoksifikasi seperti hati, ginjal, dan limfa bekerja lebih efisien. Meskipun begitu, efek puasa terhadap ginjal sebaiknya disikapi dengan bijak, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit ginjal kronis tahap lanjut. Kepadanya perlu panduan oleh pihak yang berkompeten.
Bagi individu dengan penyakit ginjal atau mereka yang berisiko mengalami batu ginjal, menjaga asupan air mineral tetap menjadi kunci utama. Ginjal membutuhkan cukup cairan untuk membantu proses filtrasi. Sebagaimana kemampuan kapasitas tubuhnya, sekitar 1,5-2,5 liter air mineral per hari tetap menjadi rekomendasi utama bagi kebanyakan orang untuk menjaga kesehatan ginjal.
Berdasarkan beberapa riset disebutkan bahwa manfaat kesehatan dari puasa lebih terkait dengan pengelolaan pola makan dan keseimbangan nutrisi. Adapun bagi kesehatan ginjal, faktor utama yang perlu diperhatikan ialah asupan cairan yang cukup serta pemantauan kondisi medis secara berkala, terutama bagi mereka yang memiliki penyakit ginjal kronis.
Yuk, jadikan Hari Ginjal Sedunia 2025 ini sebagai pengingat untuk melakukan pengecekan kesehatan ginjal. Salam hangat untuk semua mitra mulia, dan bagi saudara muslim, selamat melanjutkan ibadah puasa Ramadan.