Sejumlah warga menaburkan bunga pada makam korban pelanggaran HAM masa lalu saat mengikuti Napak Reformasi di TPU Pondok Ranggon, Jakarta, Sabtu (17/5/2025)(ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.)
DOSEN Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai krisis lahan pemakaman di Jakarta akibat perencanaan tata ruang yang tidak berorientasi pada kebutuhan sosial masyarakat. Ia menyarankan agar Pemprov DKI tidak hanya berfokus mencari lahan baru, tetapi juga melakukan revitalisasi terhadap makam lama yang sudah tidak terurus.
“Jangan hanya berpikir menambah lahan baru, tapi benahi dulu yang lama. Banyak makam di Jakarta yang tidak terurus dan bisa ditata ulang agar lebih efisien,” ujar Trubus saat dihubungi, Minggu (26/10).
Menurutnya, optimalisasi lahan makam lama bisa dilakukan dengan cara penataan ulang, termasuk menerapkan sistem tumpang susun pada makam yang sudah berusia lama atau tidak memiliki ahli waris.
“Lebih baik dibuka saja, ditumpang lagi di atasnya. Jadi makam yang sudah lama sekali dibongkar, dipakai untuk yang baru. Kalau tidak, bisa juga dipindahkan ke luar Jakarta,” kata Trubus.
Ia menilai langkah tersebut perlu diawali dengan pendataan ulang seluruh TPU di Jakarta, untuk mengetahui lahan mana saja yang masih bisa dimanfaatkan.
Beberapa tempat, lanjutnya, seperti TPU di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, disebut masih memiliki area kosong yang tertutup semak atau belum digunakan secara optimal.
“Banyak makam lama yang sudah tidak ada ahli warisnya. Area seperti itu bisa ditata ulang secara terukur tanpa mengabaikan aspek sosial dan religius,” ujar Trubus
Trubus juga menekankan pentingnya koordinasi antara Pemprov DKI, tokoh agama, pengelola TPU, dan masyarakat sebelum melakukan revitalisasi. Menurutnya, pendekatan sosial dan kultural diperlukan agar kebijakan ini tidak menimbulkan resistensi publik.
“Perlu pendekatan kultural, bukan sekadar administratif. Warga akan mendukung kalau tujuannya jelas, yaitu untuk kepentingan publik,” tuturnya.
Selain penataan ulang, Trubus juga menyoroti perlunya transparansi dalam pengelolaan TPU, termasuk dalam hal penerimaan dan penggunaan dana pemeliharaan makam.
“Transparansinya harus jelas. Berapa yang diterima dari masyarakat, berapa dari Pemprov. Karena masyarakat kan setiap tahun juga membayar,” katanya.
Trubus menilai pembangunan TPU baru di setiap kelurahan bukanlah solusi ideal karena akan membutuhkan anggaran besar dan lahan yang terbatas. Ia mendorong Pemprov DKI untuk lebih realistis dengan memaksimalkan lahan yang sudah ada.
“Kalau terus menambah lahan tanpa memperbaiki sistem pengelolaan yang lama, persoalan ini akan berulang. Jakarta butuh kebijakan pemakaman yang berkelanjutan,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 69 dari 80 TPU di Jakarta telah penuh, dan sisanya diperkirakan hanya mampu menampung jenazah selama tiga tahun ke depan.
Berdasarkan data dari situs resmi Pemprov DKI Jakarta, terdapat 82 TPU yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta dengan 34 di antaranya berada di Jakarta Timur dan hanya empat di Jakarta Pusat. (H-4)

3 hours ago
1
















































