Menyoal Bahasa Portugis, Pengamat: Itu Hanya Simbol Hubungan Bilateral, tidak Perlu Ditindaklanjuti Secara Mentah-Mentah

2 hours ago 2
 Itu Hanya Simbol Hubungan Bilateral, tidak Perlu Ditindaklanjuti Secara Mentah-Mentah Ilustrasi(Dok Sekretariat Negara)

PENGAMAT  pendidikan sekaligus CEO Jurusanku, Ina Liem, mengatakan bahwa pernyataan Presiden Prabowo bahwa bahasa Portugis akan dijadikan bahasa prioritas di Indonesia hanya menjadi simbol hubungan bilateral saja. 

“Menurut saya, pernyataan itu lebih sebagai simbol hubungan bilateral, bukan sesuatu yang perlu ditindaklanjuti secara mentah-mentah di kurikulum,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (26/10). 

Lebih lanjut, pada prinsipnya, menurut dia, merupakan hal yang baik siswa punya banyak pilihan kegiatan ekstrakurikuler bahasa asing, agar terbuka wawasannya terhadap dunia. Namun demikian, bukan berarti setiap ada tren baru, harus otomatis jadi mata pelajaran wajib.

“Justru kalau setiap isu baru selalu direspons dengan menambah mata pelajaran, itu tanda kita masih terjebak pola pikir content-based dan linier. Padahal semangat Kurikulum Merdeka justru project-based dan interdisipliner, bukan menambah isi, tapi mengaitkan pengetahuan lintas bidang dan melatih siswa berpikir kritis lewat proyek yang bermakna,” tegas Ina Liem. 

Sebelumnya dihubungi secara terpisah. Kepala Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Obing Katubi, mengatakan terdapat beberapa pertimbangan, mengapa bahasa Portugis dijadikan pelajaran prioritas dalam dunia pendidikan di Indonesia. 

“Pertama, banyak orang menyangka bahwa bahasa Portugis itu hanya digunakan di Portugal dan Brasil. Faktanya, bahasa Portugis adalah bahasa resmi di sepuluh negara, termasuk di beberapa negara Afrika. Banyak yang memperkirakan bahwa penggunaan bahasa Portugis di Afrika akan menjadi sangat masif karena melihat kecenderungan  perkembangan bahasa Portugis  terkini di Afrika, seperti di Angola, Mozambik, Tanjung Verde, Sao Tome dan Principe, Guinea-Bissau, dan Guinea Khatulistiwa,” ujar Obing. 

Obing menilai bahwa ini menjadi peluang bagi Indonesia yang ingin mengembangkan hubungan bilateral/multilateral dengan banyak negara berbahasa Portugis, terutama di Afrika. Apalagi, negara-negara di Afrika sebenarnya sangat potensial bagi Indonesia untuk dijadikan pangsa pasar produk-produk Indonesa dan segala hubungan politik lainnya, yang menguntungkan Indonesia pada masa depan. 

Selain itu, penutur bahasa Portugis juga sangat banyak. Data menunjukkan bahwa penutur bahasa Portugis sekitar 260 juta orang dan menjadi bahasa kedelapan yang paling banyak digunakan di dunia. Ini bahkan melebihi bahasa Prancis yang juga menjadi bahasa internasional. 

“Alasan lainnya, ‘ceruk’ pengguna bahasa Portugis sebenarnya bukan di Eropa, tetapi di Amerika Selatan. Ketika ‘hubungan politik’ dengan Amerika Serikat sekarang tidak baik-baik saja, mencoba mengalihkan hubungan politik ke negara dengan pengguna bahasa Portugal di Amerika Selatan, yaitu Brasil, bisa dianggap sebagai langkah strategis,” tegas Obing. 

Bahasa Portugis juga menjadi bahasa resmi di Timor Leste setelah merdeka dari Indonesia. Kemampuan orang Indonesia berbahasa Portugis akan sangat membantu meningkatkan kembali hubungan baik dengan Timor Leste. 

Obing menjelaskan, bahasa Portugis dijadikan prioritas dalam pendidikan di Indonesia karena bahasa-bahasa internasional lain dianggap sudah berkembang di Indonesia. 

Bahasa Inggris bahkan sudah menjadi pelajaran wajib sejak beberapa puluhan tahun lamanya mulai tingkat SMP. Bahkan, akan menjadi pelajaran wajib di SD dalam waktu dekat. Bahasa Mandarin sudah banyak yang menguasai dan banyak tempat kursus bahasa Mandarin. 

Bahasa Arab, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, dianggap sudah berkembang di Indonesia. Bahasa Prancis sejak puluhan tahun lalu dikembangkan secara masif oleh Pusat Kebudayaan Prancis di Indonesia. Sementara itu, bahasa Spanyol juga sudah dikembangkan pembelajarannya di Indonesia. 

“Hal yang menjadi pertanyaan adalah mulai di jenjang apa pelajaran bahasa Portugis ini akan diajarkan? Menjadi pelajaran wajib atau mata pelajaran pilihan? Jika menjadi pelajaran wajib, bagaimana mengatur jam pelajaran? Jika menjadi pelajaran pilihan, apakah memungkinkan hal itu dilakukan di jenjang SMP dan SMA? Mulai kapan hal itu akan diberlakukan?,” kata Obing. 

“Tentu saja, untuk menjadikan bahasa Portugis sebagai pelajaran di sekolah juga perlu persiapan matang, di antaranya adalah kurikulum bahasa Portugis dengan pengembangan silabusnya, buku ajar yang memenuhi standar pendidikan bahasa, guru-guru profesional yang akan mengajarkan dan apakah mencukupi untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dalam waktu dekat ini, dan sebagainya. Artinya, perlu persiapan matang untuk mewujudkan gagasan tersebut,” sambungnya. 

Meskipun demikian, menurut Obing, jangan melupakan pelajaran bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan juga bahasa Inggris sebagai dasar penguasaan keterampilan berbahasa di tingkat lokal, nasional, dan global. 

Menurutnya, saat ini harus dipikirkan bagaimana caranya kurikulum pendidikan Indonesia itu tidak terlalu banyak mata pelajaran yang membebani siswa. 

“Kita harus memikirkan berbagai skema antara lain ekstra kurikuler yang isinya adalah edukasi bencana dan life skill. Seringkali banyak kita dengar bahwa semua hal ingin dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Padahal, waktu di sekolah itu terbatas,” pungkasnya. (H-2)
 

Read Entire Article
Global Food