Ekonom: Inflasi Oktober 2025 Naik tak Terduga

8 hours ago 4
 Inflasi Oktober 2025 Naik tak Terduga Ilustrasi, grafik kenaikan inflasi.(Dok. Freepik)

KEPALA Departemen Riset Makroekonomi & Pasar Keuangan Permata Institute for Economic Research (PIER) Faisal Rachman berpandangan, inflasi pada Oktober 2025 tercatat meningkat tak terduga setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,28% secara bulanan (month-to-month/mtm).

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan September yang sebesar 0,21%. Lonjakan ini terutama dipicu oleh kenaikan harga emas serta berlanjutnya peningkatan harga bahan pangan. Sementara, dampak kebijakan diskon tarif pesawat belum sepenuhnya tercermin dalam perhitungan BPS.

"Inflasi Oktober 2025 meningkat tak terduga karena diskon tarif pesawat belum dimasukkan dalam perhitungan BPS," ujar Faisal dalam keterangan yang diterima Media Indonesia, Senin (3/11).

Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatat inflasi bulanan yang lebih tinggi pada Oktober 2025, didorong oleh kenaikan harga emas dan berlanjutnya peningkatan harga bahan makanan. IHK mencatat inflasi sebesar 0,28% (month-to-month/mtm) pada Oktober 2025, meningkat dari 0,21% mtm pada September 2025.

Faisal menyatakan inflasi tarif pesawat diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan, karena Badan Pusat Statistik (BPS) belum memperhitungkan kebijakan pemerintah yang memberikan diskon tiket pesawat 12–14% untuk pembelian antara 22 Oktober 2025 hingga 10 Januari 2026.

"Namun, hal ini membuka peluang adanya tekanan penurunan inflasi pada bulan-bulan berikutnya," ramalnya.

Mengutip data BPS, inflasi bergejolak (volatile inflation) tercatat meningkat tipis sebesar 0,03% mtm, berkontribusi 0,01 ppt, terutama akibat naiknya harga bahan makanan. Penyumbang utama inflasi antara lain cabai merah (+0,06 ppt), telur ayam ras (+0,04 ppt), daging ayam ras (+0,02 ppt), wortel, dan jeruk (masing-masing +0,01ppt).

"Kenaikan harga ayam dan telur juga dikaitkan dengan meningkatnya permintaan melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG)," tutur Faisal.

Sementara itu, komoditas penyumbang deflasi meliputi cabai rawit (-0,03 ppt), tomat (-0,02 ppt), serta beras, kacang panjang, cabai hijau, terong, dan jengkol (masing-masing -0,01 ppt).

Inflasi inti (core inflation) juga meningkat sebesar 0,39% mtm, memberikan kontribusi 0,25 ppt, tertinggi di antara seluruh komponen. Kenaikan ini mencerminkan meningkatnya biaya pendidikan, khususnya di universitas (+0,01 ppt), serta harga emas. Inflasi harga emas tetap menjadi pendorong utama, dengan kontribusi sekitar 0,21 ppt terhadap inflasi keseluruhan.

Faisal menambahkan inflasi tahunan naik melebihi perkiraan, dari 2,65% year-on-year (yoy) pada September 2025 menjadi 2,86% yoy pada Oktober 2025. Ini dipicu oleh lonjakan inflasi inti di tengah kenaikan harga emas yang tajam.

"Inflasi inti naik dari 2,19% yoy menjadi 2,36% yoy pada Oktober 2025," ucapnya.

Namun, sambungnya, peningkatan ini tidak mencerminkan penguatan permintaan domestik, karena sebagian besar didorong oleh kenaikan harga emas.

Ke depan, PIER memperkirakan inflasi akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 1,5%–3,5% hingga akhir 2025. Kondisi ini dinilai memberikan ruang bagi BI untuk mempertahankan kebijakan moneter yang longgar dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurut Faisal, PIER juga masih melihat potensi penurunan suku bunga acuan BI sebesar 25 basis poin tambahan sebelum akhir tahun.

Selain itu, tekanan inflasi global akibat perang dagang dan ketegangan geopolitik kini mulai mereda. Meskipun peluang penurunan suku bunga lanjutan oleh Federal Reserve (The Fed) pada sisa 2025 menurun, pasar masih memperkirakan adanya pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut pada 2026.

"Prospek tersebut diharapkan dapat meredakan kekhawatiran terhadap depresiasi rupiah dalam jangka menengah hingga panjang, sehingga turut membatasi risiko inflasi impor dalam negeri," pungkasnya. (H-3)

Read Entire Article
Global Food