Bebani Usaha, PHRI Sebut Raperda KTR Bisa Timbulkan Masalah Sosial Baru

2 weeks ago 11
Bebani Usaha, PHRI Sebut Raperda KTR Bisa Timbulkan Masalah Sosial Baru Warga beraktivitas di dekat papan informasi larangan merokok di kawasan Blok M, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Pemprov DKI Jakarta segera mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mengatur pelarangan aktivitas tentang ro(MI/Usman Iskandar)

PANITIA Khusus Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DKI Jakarta kejar tayang melakukan finalisasi keseluruhan pembahasan pasal pada Kamis (2/10).

Tidak ada perubahan berarti terkait pasal-pasal perluasan kawasan tanpa rokok pada tempat hiburan seperti hotel, restoran, kafe, bar, live music dan sejenisnya. 

Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono menilai jika tidak ditanggulangi dengan baik, proyeksi PHRI, pendapatan daerah makin tergerus, target pajak juga sulit dicapai karena pendapatan hotel akan menurun. 

“Kami melihat masukan dan aspirasi dari industri hiburan itu kurang didengarkan ya. Padahal dampak dari aturan ini cukup nyata, terutama bagi UMKM. Langkah-langkah konsolidasi akan kami lakukan, dengan tetap membangun komunikasi yang baik, yang sehat antara pelaku usaha dengan pemerintah untuk mencarikan jalan keluar yang terbaik, win-win solution, supaya dampaknya tidak terlalu memberatkan,” terang Iwantono melalui keterangannya, Senin (6/10).

Diketahui pada 2025 ini industri perhotelan dan restoran di Tanah Air sudah terpukul, dengan 96,7% hotel melaporkan penurunan tingkat hunian. 

Banyak usaha terpaksa mengurangi karyawan dan melakukan efisiensi. Padahal industri ini menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja dan menyumbang 13 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. 

Jika tidak dilakukan urun rembug antara pelaku usaha dan pemerintah, Iwantono mengkhawatirkan situasi ini akan menimbulkan masalah-masalah sosial baru. 

“Pada akhirnya pasti timbul masalah-masalah sosial, daya beli masyarakat yang turun, pajak juga turun. Oleh karena itu, kami masih menginginkan dialog yang baik, diskusi antara asosiasi pelaku usaha dengan pemerintah dan stakeholder lain supaya bisa menemukan jalan yang terbaik. Harapan kami, legislatif maupun eksekutif membuka diri, membuka pintu untuk dialog,” tegas Iwantono. 

Sementara, Ketua Sub Kelompok Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan Rakyat Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Afifi menegaskan bahwa aspirasi yang disampaikan oleh pedagang kecil, pelaku UMKM masih didengarkan agar tidak dirugikan sesuai dengan komitmen Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. 

"Setelah selesai pembahasan di Pansus akan kami sampaikan ke Pak Gubernur dan kalau memungkinkan akan di-rapimkan agar masukkan semua SKPD terkait itu bisa kita serap. Jadi, pada prinsipnya, draftnya masih terbuka, masih dinamis. Masukan dari masyarakat ini masih memungkinkan untuk dimasukkan," ujar Afifi beberapa waktu lalu. (E-4)

Read Entire Article
Global Food