Transisi Tata Kelola Haji 2026 Rawan Masalah, Komisi VIII Soroti Pentingnya Antisipasi

9 hours ago 2
Transisi Tata Kelola Haji 2026 Rawan Masalah, Komisi VIII Soroti Pentingnya Antisipasi Ilustrasi(Antara)

Pemerintah Indonesia telah melakukan perubahan fundamental dalam tata kelola haji dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 dan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2025, yang memindahkan otoritas penyelenggaraan haji dari Kementerian Agama (Kemenag) kepada Kementerian Haji dan Umrah (KHU).

Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI dapil Jawa Timur IX dari Fraksi Partai Golkar, Haeny Relawati Rini Widyastuti meyatakan bahwa konsekuensi logis kebijakan baru ini mendorong terjadinya transisi dalam pengelolaan haji dari Kementerian Agama (Kemenag) beralih ke Kementerian Haji dan Umrah (KHU). Dalam fase transisi ini rawan timbul masalah di lapangan sehingga perlu ada antisipasi agar persiapan penyelenggaran haji 2026 bisa dilakukan secara lebih baik.

"KHU perlu gerak cepat dengan melakukan sinergi kolaborasi terutama dengan Kemenag, agar fase transisi ini tidak menimbulkan turbulensi yang bisa mengganggu persiapan pelaksanaan haji 2026" tegasnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis (23/10).

Menurutnya, ada 3 tantangan krusial yang perlu di antisipasi selama fase transisi persiapan dan pelaksanaan Haji 2026 yaitu tantangan waktu dan tekanan operasional, tantangan kelembagaan dan SDM, serta tantangan logistik dan alih kelola aset.

Tantangan waktu dan tekanan operasional, lanjut dia, terjadi karena waktu persiapan penyelenggaraan haji sudah sangat mepet yaitu tersisa 6 bulan sejak Oktober ini.

"Dengan Waktu yang relatif singkat, KHU harus melakukan semua ini secara paralel mulai dari proses tender, pemilihan penyelenggaraan haji, pemesanan akomodasi di Arab Saudi, dengan pengembangan institusi intansi vertikal KHU sebagai perintah Perpres 92 tahun 2025. Semua harus dilakukan secara pararel dan tepat sasaran. Kelambatan sedikit saja, bisa berimplikasi pada kesiapan penyelenggaraan, yang berpotensi mempengaruhi kualitas layanan 221.000 jamaah" ungkapnya.

Sedangkan tantangan kelembagaan dan SDM terjadi karena tugas KHU untuk membangun struktur birokrasi yang baru dari nol, bukanlah sesuatu yang mudah. Menurut Haeny, KHU perlu merekrut dan melatih SDM haji yang kompeten, berintegritas dan profesional yang ada 13 embarkasi haji dan 7 debarkasi.

"Kemenag memiliki pengalaman puluhan tahun dalam urusan tata kelola haji. Perlu ada transfer pengetahuan dan pengalaman secara lebih terstruktur. Tanpa ada mekanisme yang jelas, pengalaman Kemenag yang sudah bertahun tahun akan hilang begitu saja (institusional amnesia) sehingga KHU harus memulai dari awal," ujar Haeny.

Adapun tantangan terkait logistik dan alih kelola asset, biasanya kerap terjadi karena dalam fase transisi ini akan ada pengalihan aset haji seperti embarkasi, debarkasi, asrama haji, Rumah Sakit Haji (RSH) dan fasilitas pendukung lainnya di berbagai daerah dari Kemenag ke KHU, memerlukan proses inventarisasi, verifikasi, dan serah terima yang cukup rumit.

Berdasarkan data kuota Haji Indonesia untuk 2025, tercatat sekitar 221.000 jamaah (203.320 reguler dan 17.680 haji khusus), angka yang menjadi acuan kapasitas layanan (embarkasi, asrama, transportasi, layanan kesehatan). Sedangkan untuk dana kelolaan BPKH pada 2025 tercatat Rp171,64 triliun, yang diproyeksi meningkat. Hal ini relevan untuk perencanaan pembiayaan operasional dan investasi infrastruktur haji.

Untuk mengatasi ketiga tantangan tersebut, ia menyarankan tiga solusi strategis pendekatan yaitu jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Untuk Jangka Pendek, Haeny mengusulkan perlunya ada Satgas Transisi Haji 2026 yang melibatkan personel gabungan dari Kemenag dan KHU.

"Mekanisme secondment atau detasering yang berarti perpindahan sementara atau pembantuan pegawai Kemenag yang berpengalaman ke KHU dapat dilakukan untuk menjaga kontinuitas operasional. Selain itu, KHU dapat mempertahankan kerjasama dengan PJH dan vendor yang terbukti teruji pada tahun-tahun sebelumnya untuk menghindari risiko ketidaksiapan penyedia layanan baru" beber Haeny.

Sedangkan untuk jangka menengah, KHU harus fokus pada konsolidasi kelembagaan dengan melakukan percepatan rekruitmen SDM inti dan menyelenggarakan program pelatihan intensif yang bekerja sama dengan Kemenag dan lembaga pelatihan pemerintah.

Adapun untuk solusi jangka panjang, tambahnya, KHU perlu membangun sistem tata kelola haji yang modern, terdigitalisasi, dan berorientasi pada kualitas serta transparansi pelayanan. KHU juga perlu merancang model bisnis yang inovatif untuk mengoptimalkan pengelolaan aset-asetnya.

"Kami Fraksi Partai Golkar dan Insya Allah seluruh fraksi Komisi VIII DPR RI mendukung penuh niat baik Pemerintah untuk memperbaiki kualitas tata kelola haji. Namun, niat baik harus diimplementasikan dengan perencanaan yang matang, strategis dan eksekusi yang cermat. Mari kita jadikan Haji 2026 sebagai contoh sukses transisi yang tertata, melalui kolaborasi lintas sektoral dan perbaikan semua sektor demi kepentingan jamaah haji, Indonesia” pungkasnya. (E-3)

Read Entire Article
Global Food