
KETUA Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat menjadi narasumber Kuliah Umum di Fakultas Hukum Universitas Sahid dengan tema Perlindungan Data dan Privasi di Era Digital, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Dalam paparannya, Harry menekankan pentingnya pemahaman mahasiswa terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di era digital.
"Mahasiswa harus memahami dua sisi penting, hak untuk mendapatkan informasi publik dan kewajiban untuk melindungi data pribadi. Keduanya adalah pilar penting dalam tata kelola informasi publik di era digital," ujar Harry.
Harry menjelaskan bahwa perkembangan teknologi digital membuat isu keterbukaan informasi publik dan perlindungan data pribadi menjadi semakin relevan, terutama bagi generasi muda yang aktif di ruang digital.
Menurut Harry, UU KIP dan UU PDP memiliki peran strategis dalam menciptakan pemerintahan yang transparan sekaligus melindungi privasi individu.
Meski demikian, Harry menyoroti tantangan dari implementasi kedua regulasi tersebut. Pertama, masih banyak daerah-daerah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta yang belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Keterbukaan Informasi Publik. Kedua, meskipun UU PDP telah disahkan, Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana belum juga diterbitkan.
"Selama ini Perda KIP belum dibahas secara serius, padahal keberadaannya sangat dibutuhkan untuk memperkuat sistem hukum di daerah. Tanpa regulasi yang jelas, hak masyarakat atas informasi publik sering kali tidak terjamin," tegasnya.
Harry juga menjelaskan bahwa UU KIP yang terdiri dari 64 pasal kini sedang dalam proses revisi. Dia berharap, adanya revisi dapat memperkuat kelembagaan Komisi Informasi di berbagai daerah.
"Tentu kita berharap, revisi UU KIP justru menguatkan kelembagaan Komisi Informasi dan bukan malah sebaliknya," ucap Harry.
Lebih lanjut, Harry mendorong mahasiswa untuk memanfaatkan akses informasi publik yang diatur dalam undang-undang KIP sebagai bahan penelitian dan kajian akademik.
"Gunakanlah akses informasi publik untuk riset dan karya ilmiah. UU ini bertujuan mendorong partisipasi publik dalam penyelenggaraan pemerintahan," tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Harry juga mencontohkan bagaimana batas antara data pribadi dan data publik bisa berubah tergantung pada konteks jabatan seseorang.
"Ketika seseorang menjadi pejabat publik, maka sebagian data yang sebelumnya bersifat pribadi, seperti rekening, dapat menjadi data publik karena menyangkut akuntabilitas," jelasnya.
Karena itu, Harry menekankan pentingnya kemampuan mahasiswa hukum dalam membedakan antara informasi pribadi dan informasi publik, agar mampu memahami aspek hukum dalam keterbukaan informasi dan perlindungan data pribadi secara proporsional.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta Yuherman meminta mahasiswa untuk memanfaatkan forum kuliah umum yang menghadirkan Ketua KI DKI Jakarta Harry Ara Hutabarat, guna memperkaya wawasan tentang keterbukaan informasi publik dan perlindungan data pribadi.
Yuherman menilai kegiatan ini penting untuk meningkatkan kemampuan analisis mahasiswa terhadap dinamika terkait keterbukaan informasi dan perlindungan data pribadi di era digital.
"Forum ini harus dimanfaatkan untuk memperdalam pemahaman kita tentang keterbukaan informasi dan perlindungan data pribadi," ujar Yuherman.
Ia juga mengajak mahasiswa untuk memberikan masukan terkait penyusunan Perda KIP dan peraturan pelaksana UU PDP serta menjadikan momen ini sebagai sarana meningkatkan kemampuan akademik.
"Ke depan kita harus dapat memberikan masukan terutama dalam pembentukan Perda KIP dan penyusunan peraturan pelaksana UU PDP yang hingga saat ini belum terbit," pungkas Yuherman. (RO/I-2)