
BAHAYA pinjaman online ilegal kembali disuarakan pelaku usaha di Kota Bandung. Masyarakat diminta tidak berhubungan dengan pinjol ilegal, karena sangat berbahaya.
"Kami menyarankan masyarakat untuk menghindari pinjaman online ilegal. Jangan memberi ruang untuk itu, kecuali Anda sudah siap menghadapi risikonya yang sangat mengancam," ungkap Direktur Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat, Yuzirwan, Rabu (2/7).
Dalam Diskusi Ayo Ngobrol Uang : Literasi Keuangan dan Akses Pembiayaan Legal bagi Rakyat yang digelar Ayobandung.com, dia menegaskan pengelola pinjol ilegal acapkali menerapkan tindakan pidana kepada penunggak utang. Mulai dari penyebaran kontak, merusak nama baik hingga ancaman, intimidasi dan kekerasan fisik.
Berbeda dengan pinjaman daring legal, pinjol ilegal memiliki banyak bahaya. Mulai dari akses ke seluruh data yang ada di telepon seluler nasabah, hingga total pengembalian, termasuk denda, yang tidak terbatas.
"Pinjol ilegal juga menerapkan bunga dan biaya pinjaman yang tidak terbatas. Selain itu informasi bunga, biaya pinjaman dan denda tidak jelas," tambah Yuzirwan.
Pada kesempatan yang sama, Dian Kurnianingrum, Staf Pengajar di Binus Bandung menembukan fakta bahwa milenial dan gen Z menjadi kelompok terbanyak yang berurusan dengan pinjol ilegal. Sepanjang 2024 saja, dari 15.612 kasus pinjol yang diadukan ke Satgas PASTI, 6.348 kasus di antaranya diajukan oleh kelompok usia 26-35 tahun. Di urutan kedua, dengan jumlah kasus 3.476 diajukan oleh kelompok usia 17-25 tahun.
"Dari satu kasus, saya mendapati ada yang meminjam Rp8,4 juta harus mengembalikan hingga Rp19 juta. Seorang korban juga mengaku dipecat dari perusahaannya, diteror order fiktif ojek online, dan didatangi debt colletor ke rumah terus menerus," paparnya.
Untuk itu, dia meminta pemerintah melakukan upaya untuk memerangi pinjol ilegal, sekaligus melindungi masyarakat. Di sejumlah negara praktik pinjol ilegal juga terjadi, dan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk membantu warga.
Berkembang cepat
Lebih jauh Yuzirwan mengakui pinjol ilegal dan pinjaman daring legal berkembang sangat pesat. Di Jawa Barat, perkembangan keduanya lebih cepat dibanding pertumbuhan kredit, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Bank-bank yang memiliki jaringan luas pun tidak bisa cepat menjangkau masyarakat di pelosok. Tapi pinjol dan pinjaman daring bisa melakukannya. Ini menjadi tantangan bagi kami ke depan," jelasnya.
Sementara itu, Hesti Pangastuti dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Jawa Barat mengakui literasi keuangan digital pelaku usaha kecil di Jawa Barat masih harus dibenahi. Tidak sedikit di antara mereka yang terjerat pinjol ilegal, karena kurangnya pengetahuan.
"Pelaku usaha kecil masih mengalami kesulitan untuk mengakses lembaga keuangan, perbankan dan non perbankan. Mereka terbentur laporan keuangan dan menyusun prospek usaha," paparnya.
Alhasil, pelaku usaha mencari pinjaman modal yang mudah. Mereka akhirnya terjerat pinjaman online yang ilegal.
"Setelah berhubungan dengan pinjol ilegal, para pelaku usaha kecil akhirnya sulit untuk berkembang. Mereka kesulitan untuk memperhitungkan besarnya pembayaran pinjaman dan keuntungan usaha," tandas Hesti.
Untuk itu Pemprov Jawa Barat berkolaborasi dengan perbankan dan institusi lain guna mempermudah pelaku usaha mengakses pembiayaan, sebatas untuk modal kerja. "Jawa Barat juga akan menggulirkan Kredit Caang untuk pengembangan usaha kecil, sekaligus membebaskan mereka dari pinjol ilegal," tegasnya.