
SEORANG pria berusia 30 tahun, Bryan Kohberger, mengaku bersalah atas pembunuhan empat mahasiswa di kota kecil Idaho pada 2022. Pengakuan ini diberikan sebagai bagian dari kesepakatan untuk menghindari hukuman mati.
Kohberger, yang saat itu merupakan mahasiswa doktoral kriminologi di Washington State University, sebelumnya dijadwalkan menjalani persidangan pada Agustus. Kasus ini sempat mengguncang Amerika Serikat karena pelaku diduga memiliki latar belakang akademik di bidang kejahatan.
Dalam sidang yang digelar Rabu (2/7), Hakim Steven Hippler membacakan isi kesepakatan yang menyatakan Kohberger melepaskan hak banding dan tidak akan meminta keringanan hukuman.
“Apakah Anda mengaku bersalah karena Anda memang bersalah?” tanya hakim.
“Ya,” jawab Kohberger, tanpa menunjukkan emosi.
Dibui Seumur Hidup, Tanpa Pengurangan
Hakim Hippler menyatakan bahwa terdakwa akan dijatuhi hukuman resmi pada 23 Juli, dan diperkirakan akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara.
Kohberger mengaku bersalah atas satu dakwaan pembobolan rumah dan empat dakwaan pembunuhan berencana tingkat pertama. Setiap dakwaan pembunuhan dapat diganjar hukuman penjara seumur hidup, sementara dakwaan pembobolan rumah membawa ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Empat korban — Kaylee Goncalves, Ethan Chapin, Xana Kernodle, dan Madison Mogen — ditemukan tewas di rumah sewaan mereka di luar kampus, kota Moscow, Idaho, pada November 2022.
Beberapa orang di ruang sidang terlihat meneteskan air mata saat nama-nama korban dibacakan, sementara Kohberger tetap tanpa ekspresi.
Penyelidikan Intens dan Bukti DNA
Kohberger ditangkap pada Desember 2022 di rumah keluarganya di Pennsylvania, setelah penyidik menemukan DNA pada sarung pisau kulit di TKP. Ia kemudian didakwa oleh dewan juri pada Mei 2023.
Dokumen pengadilan menyebutkan bahwa polisi menyita pisau, pistol Glock, sarung tangan hitam, topi hitam, dan masker wajah hitam dari rumah keluarga Kohberger.
Meski pihak pembela mempertanyakan validitas bukti DNA dan berhasil memindahkan lokasi sidang demi menghindari juri lokal yang bias, mereka gagal dalam upaya menghapus kemungkinan hukuman mati—meski mengajukan dalih bahwa Kohberger mengidap autisme.
Idaho merupakan satu dari 27 negara bagian AS yang masih memperbolehkan hukuman mati, meskipun eksekusi terakhir dilakukan pada 2012.
Respons Keluarga Korban Terbelah
Kesepakatan pengakuan bersalah ini memicu reaksi beragam dari keluarga korban. Ayah Kaylee Goncalves, Steve Goncalves, menyatakan kekecewaannya di luar pengadilan. “Negara membuat kesepakatan dengan iblis,” katanya.
Ia menyebut keluarga berharap ada pengakuan penuh, termasuk informasi soal senjata pembunuh dan konfirmasi bahwa pelaku bertindak sendiri.
Sebaliknya, ibu dan ayah tiri Madison Mogen menyatakan dukungan penuh atas kesepakatan tersebut. Dalam pernyataan yang dibacakan pengacara mereka, keluarga menyebut akhirnya mendapat penutup dan kejelasan.
“Kami beralih dari duka dan tragedi… menuju cahaya masa depan,” ujar pengacara mereka. (BBC/Z-2)