
PEMERINTAH melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya energi melalui sumur minyak rakyat. Melalui implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, pemerintah menargetkan agar kegiatan produksi minyak rakyat tidak hanya memiliki dasar hukum yang jelas, tetapi juga dapat memberikan kontribusi terhadap lifting minyak dan gas (migas) nasional.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan skema pembelian hasil produksi minyak rakyat dengan harga sebesar 80 persen dari Indonesia Crude Price (ICP). Kebijakan ini bertujuan memberikan kepastian ekonomi bagi masyarakat, sekaligus mendorong aktivitas penambangan rakyat berada di bawah regulasi resmi.
“Pemerintah ingin memastikan kegiatan minyak rakyat tetap berjalan, tapi harus tertib dan sesuai aturan. Dengan harga beli 80 persen dari ICP, masyarakat tetap mendapatkan keuntungan yang layak, sementara negara bisa mengawasi agar kegiatan ini sesuai aturan," tegas Bahlil saat meninjau sumur minyak rakyat di Desa Mekar Sari, Kecamatan Keluang, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, dikutip Kamis (23/10).
Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam menata sumur minyak rakyat agar dapat beroperasi secara aman, legal, dan berkelanjutan. Bahlil menyampaikan, penataan ini tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, tetapi juga menyasar keselamatan kerja dan pelestarian lingkungan.
Ia juga mendorong keterlibatan aktif pemerintah daerah, BUMD, dan SKK Migas dalam memberikan pendampingan teknis dan administratif kepada para penambang rakyat, agar kegiatan mereka sesuai dengan ketentuan dan standar operasional yang berlaku.
“Kalau semua pihak bekerja bersama, masyarakat akan sejahtera dan negara pun diuntungkan. Ini semangat keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil,” tegasnya.
Selain melakukan peninjauan lapangan, Menteri ESDM juga berdialog langsung dengan para penambang rakyat. Dalam sesi tersebut, para pelaku usaha mengaku lebih tenang dan percaya diri dalam menjalankan kegiatan mereka sejak adanya kehadiran dan kepastian dari pemerintah.
“Dulu kami takut-takut mulut (nambang), sekarang sudah tenang karena pemerintah turun langsung dan memberikan solusi. Kami siap mengikuti aturan,” ungkap Anita, salah satu perwakilan penambang rakyat.
Adapun sumur minyak rakyat ini bisa dikelola oleh koperasi, UMKM, maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Setidaknya, ada enam daerah yang paling banyak terdapat sumur minyak rakyat tersebut.
Keenam daerah tersebut yakni Sumatera Selatan, Jambi, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Bahlil menjelaskan, UMKM atau koperasi yang mau mengelola sumur minyak rakyat itu pun harus berasal dari tempat sumur berada. Hal ini bertujuan agar masyarakat lokal bisa menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri.
Legalisasi terhadap 45.000 sumur minyak rakyat mendapatkan dukungan luas dari kalangan akademisi. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis penting dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.
Ekonom dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Hendry Cahyono, menjelaskan, legalisasi sumur minyak rakyat berpotensi memberikan dampak signifikan pada peningkatan produksi minyak nasional.
“Besar atau kecil, sumur minyak rakyat pasti berpengaruh terhadap lifting nasional kita,” dalam sebuah diskusi pada Kamis (16/10/2025).
Ia juga menambahkan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menunjukkan arah kebijakan energi yang berpihak pada rakyat. Hendry menjelaskan,
“Ini bukan hanya proyek besar, tapi juga membuka partisipasi masyarakat daerah dalam pengelolaan energi," ujarnya.
Hendry menyebut legalisasi ini berpotensi membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada impor minyak mentah. Saat ini produksi minyak nasional mencapai 608.000 barel per hari, sementara kebutuhan nasional sekitar 1,6 juta barel per hari, sehingga Indonesia masih mengimpor sekitar 1 juta barel per hari.
Sejalan dengan itu, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Airlangga (Unair), Falih Suaedi, menilai legalisasi ini sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap energi rakyat. Falih menyatakan,
“Ini arah baru dalam tata kelola energi yang lebih adil," kata Falih
Menurutnya strategi pemerintah menempatkan isu energi sebagai prioritas nasional dalam Asta Cita merupakan langkah yang tepat.
“Pemerintah tidak hanya bicara ketersediaan energi, tapi juga kemandirian pengelolaan,” ujarnya.
Koordinator Proyek Renewable Energy Integration Demonstrator Indonesia (REIDI) ITS, Ary Bachtiar Krishna Putra, memandang legalisasi ini sebagai bagian penting dalam pembangunan kemandirian energi di daerah.
“Sumur minyak rakyat adalah langkah awal. Tapi kita juga perlu kembangkan inovasi lokal,” tutupnya. (Cah/P-3)