
TINGKAT pengangguran muda di Indonesia berada di angka 17,3% dan menjadikannya tertinggi kedua di Asia setelah India. Kondisi itu menandai lemahnya penyerapan tenaga kerja produktif di sektor formal serta menurunnya rasio investasi nasional dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan terbaru Morgan Stanley Asia Economics bertajuk Asia Faces Rising Youth Unemployment Challenge mencatat, pengangguran pemuda di Asia berada di kisaran 4%-18%, atau dua hingga tiga kali lipat dari tingkat pengangguran umum yang hanya 2%-7%.
Angka di Indonesia disebut sebagai salah satu yang paling mengkhawatirkan di kawasan.
"Sebanyak 59% pekerjaan baru yang tercipta dalam satu dekade terakhir berada di sektor informal, di mana banyak pekerja menerima upah di bawah standar minimum," kata Kepala Ekonom Asia Morgan Stanley Chetan Ahya dalam laporan yang dikutip pada Selasa (7/10).
Kondisi itu, menurut lembaga keuangan global tersebut, menunjukkan masalah mendasar di pasar tenaga kerja Indonesia, yakni underemployment yang tinggi akibat lemahnya penciptaan pekerjaan formal dan produktif.
Laporan Morgan Stanley menyoroti rasio investasi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia menurun dari 32% sebelum pandemi covid-19 menjadi 29% pada pertengahan 2025. Tren penurunan itu disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan domestik, sentimen korporasi yang lemah, dan belum pulihnya ekspansi sektor manufaktur.
"Pelemahan investasi membuat Indonesia kehilangan momentum dalam menciptakan lapangan kerja baru di sektor formal," kata Ahya.
Morgan Stanley menekankan, tanpa perbaikan iklim investasi dan reformasi struktural, Indonesia berisiko terjebak dalam siklus ekonomi berbiaya sosial tinggi, yaitu tenaga kerja muda melimpah, tetapi pekerjaan berkualitas minim.
Lembaga itu juga menyoroti proyeksi demografis Indonesia yang akan menambah 12,7 juta penduduk usia produktif pada periode 2025–2035, jumlah terbesar di Asia Tenggara. Jika tidak diimbangi peningkatan produktivitas dan kapasitas lapangan kerja, fenomena itu dapat berubah menjadi beban sosial alih-alih bonus demografi.
Dalam laporan yang sama, Morgan Stanley menempatkan India sebagai negara dengan tingkat pengangguran pemuda tertinggi di Asia, yakni 17,6%, disusul Indonesia (17,3%) dan Tiongkok (16,5%).
Di India, masalah terletak pada ketimpangan struktural antara tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Sebanyak 42% tenaga kerja India masih berada di sektor pertanian yang hanya menyumbang 18% dari PDB. Agar pasar kerja tetap stabil, ekonomi India harus tumbuh minimal 7,4% per tahun, dan dapat mencapai 9–12% jika partisipasi tenaga kerja meningkat.
Sementara itu, Tiongkok menghadapi krisis berbeda. Pengangguran pemuda perkotaan (usia 16–24 tahun) tercatat 16,5% pada Agustus 2025, dipicu ketidakseimbangan antara jumlah lulusan universitas dan lapangan kerja yang tersedia. Jumlah lulusan meningkat dari 8,2 juta pada 2019 menjadi 11,7 juta pada 2024, sementara total pekerjaan justru menurun sekitar 20 juta akibat perlambatan ekonomi.
"Mismatch keterampilan dan dampak otomasi industri menjadi ancaman baru bagi generasi muda di Tiongkok," tutur Ahya.
Morgan Stanley menilai kombinasi antara underemployment, rendahnya investasi, dan tekanan demografis menempatkan Indonesia dalam posisi paling rentan di Asia terhadap krisis tenaga kerja pemuda.
Untuk menekan risiko itu, laporan tersebut merekomendasikan tiga langkah strategis, yakni, pertama, meningkatkan rasio investasi terhadap PDB melalui kepastian regulasi dan penguatan sektor manufaktur.
Kedua, mendorong transformasi tenaga kerja dengan memperkuat ekonomi digital, keterampilan teknis, dan kualitas pendidikan vokasi. Ketiga, menjaga stabilitas sosial melalui kebijakan redistribusi fiskal bagi kelompok rentan bila reformasi struktural berjalan lambat.
"Tanpa reformasi yang cepat, pengangguran pemuda berpotensi menjadi masalah struktural permanen yang menekan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial," terang Ahya. (Z-1)