Pakar di Sidang MK: Tak Semua Pelanggaran Prosedur Pilkada Harus Dilakukan PSU

3 weeks ago 13
 Tak Semua Pelanggaran Prosedur Pilkada Harus Dilakukan PSU Pakar Hukum Kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini(MI/Usman Iskandar)

PAKAR Hukum Kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menjelaskan bahwa tidak semua pelanggaran prosedur di TPS pada perhelatan Pilkada harus dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). 

“KPPS yang membolehkan pemilih membawa Form Model C Pemberitahuan-KWK menggunakan hak pilihnya memang pelanggaran administratif, tetapi tidak semua pelanggaran administratif itu harus dilakukan PSU,” kata Titi sebagai saksi Ahli yang dihadirkan dalam sidang MK Pilkada Barito Utara pada Senin (17/2).

Menurut Titi, terkait rekomendasikan PSU hanya bisa dilaksanakan apabila hal itu terjadi secara kasuistis dan spesifik harus dilakukan dengan hati-hati, cermat dan dasar hukum yang kuat. 

“Hal itu berkaitan dengan upaya agar tidak terjadi distorsi suara pemilih atau perubahan intensi akibat kondisi yang berbeda antara hari pemungutan suara serentak dengan waktu saat PSU karena hasil akhir sudah tergambarkan,” jelasnya. 

Selain itu, PSU juga dilaksanakan atas dasar untuk mencegah terjadinya perluasan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif. 

“Selain itu, juga untuk mencegah meluasnya kecurangan akibat PSU, seperti politik uang, intimidasi, dan korupsi,” tuturnya. 

Lebih lanjut, Titi menilai bahwa pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), lalu datang ke TPS dengan membawa Formulir Model C Pemberitahuan-KWK tanpa menunjukkan KTP elektronik saat pemungutan suara masih dapat dibenarkan secara hukum.

“Saya berpandangan, setelah merujuk semua regulasi yang ada dan alur bagaimana Form Model C Pemberitahuan-KWK tiba di tangan pemilih, maka pemilih tersebut memang berhak untuk memberikan suaranya,” katanya.

Terlebih lagi menurutnya, pemilih tersebut memang penduduk di kampung tersebut yang dikenali oleh petugas KPPS, saksi, dan pengawas TPS. Dengan begitu, kebenaran faktual pemilih tersebut sudah terpenuhi. 

“Terlebih petugas KPPS, saksi, dan pengawas di TPS mengenalinya, maka proses itu telah terpenuhi aspek kebenaran faktual, yakni berdasarkan fakta yang dapat diverifikasi dan dipertanggungjawabkan bahwa yang bersangkutan memang punya hak pilih dan memberikan suaranya satu kali,” tukasnya. 

Lebih jauh, Titi menjelaskan bahwa alur proses Formulir Model C Pemberitahuan-KWK sangat panjang hingga tiba di tangan pemilih. Pertama, pemilih harus terdaftar di DPT, lalu untuk terdaftar di DPT harus memiliki KTP elektronik. 

Kemudian, data tersebut juga dilakukan pencocokan dan penelitian (Coklit) oleh Pantarlih dengan datang satu per satu ke rumah untuk mempersamakan DPT dan KTP elektronik. 

“Setelah itu, untuk memberikan formulir C pemberitahuan pun prosedurnya pemilih harus dicocokan dengan KTP elektronik,” pungkasnya. (P-4)

Read Entire Article
Global Food