
SEBUAH studi menemukan otak manusia mulai mengalami penuaan yang lebih cepat sekitar usia 44 tahun. Dengan percepatan penuaan mencapai titik maksimal pada usia 67 tahun.
Penelitian ini, yang dipublikasikan pada 3 Maret di jurnal PNAS, sejalan dengan temuan studi lain yang sebelumnya dilaporkan Live Science. Studi tersebut menganalisis sampel darah dan menemukan percepatan penuaan juga terjadi di sekitar usia 44 dan 60 tahun.
Hubungan Antara Penuaan Otak dan Resistensi Insulin
Studi ini juga menemukan penuaan otak berhubungan dengan resistensi insulin, yaitu kondisi ketika sel membutuhkan lebih banyak insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Selain itu, penelitian ini memberikan petunjuk awal suplemen keton mungkin bisa membantu memperlambat penuaan otak.
Keton adalah senyawa yang berfungsi sebagai sumber energi alternatif bagi tubuh, menggantikan gula. Para peneliti berhipotesis bahwa jika penuaan otak terjadi karena kekurangan gula, maka keton dapat membantu menggantikannya. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan hal ini.
Tanda-Tanda Awal Penuaan Otak
Para peneliti menganalisis empat kumpulan data dari pemindaian otak, mencakup 19.300 orang berusia 18 hingga 90 tahun. Mereka menggunakan dua jenis pemindaian otak:
- fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging) – untuk mengukur aliran darah di otak.
- EEGs (Electroencephalograms) – untuk mengukur aktivitas listrik antar neuron di lapisan luar otak.
Dari hasil pemindaian, mereka mencari tanda-tanda aliran darah dan sinyal listrik di otak mulai melemah atau menjadi tidak stabil. Hal ini menunjukkan adanya gangguan komunikasi antara berbagai bagian otak, yang merupakan tanda khas dari penuaan.
Penelitian ini menemukan otak mulai menua lebih cepat di usia 44 tahun, dengan percepatan penuaan mencapai puncaknya di usia 67 tahun. Setelah itu, laju penuaan mulai melambat dan akhirnya stabil di sekitar usia 90 tahun.
"Kami tidak menyangka bahwa efek ini sudah mulai terjadi sejak usia 40-an," ujar Lilianne Mujica-Parodi, seorang ahli saraf dari Stony Brook University.
Gula vs Keton Dalam Penuaan Otak
Gangguan jaringan otak yang ditemukan dalam penelitian ini mirip dengan perubahan yang terjadi pada otak orang berusia 50 hingga 80 tahun yang menderita diabetes tipe 2. Para peneliti menduga perubahan ini terjadi karena neuron tidak lagi merespons insulin dengan baik, yang menyebabkan kesulitan dalam menyerap gula sebagai sumber energi.
Kondisi ini tidak hanya terjadi pada penderita diabetes. Menurut Dr. Luis Adrian Soto-Mota, seorang peneliti metabolisme di Institut Teknologi Monterrey, sekitar 88% orang di Amerika Utara menunjukkan setidaknya satu tanda resistensi insulin.
Hasil analisis menunjukkan orang berusia 40-an dengan kadar gula darah tinggi mengalami penuaan otak lebih cepat, dibandingkan mereka yang tidak memiliki tanda-tanda resistensi insulin.
Selain itu, beberapa bagian otak menua lebih cepat dibandingkan yang lain. Para peneliti menemukan bagian otak yang mengalami penuaan lebih cepat ini lebih bergantung pada insulin untuk menyerap gula. Sementara itu, bagian otak yang menua lebih lambat cenderung menggunakan keton sebagai sumber energi alternatif.
Bisakah Suplemen Keton Memperlambat Penuaan Otak?
Untuk menguji apakah suplemen keton dapat memperlambat penuaan otak, para peneliti merekrut 101 peserta (53 pria dan 48 perempuan) berusia 20 hingga 79 tahun. Semua peserta menjalani pemindaian fMRI setelah berpuasa semalaman untuk mengurangi kadar gula dalam otak mereka.
Setengah jam setelah pemindaian pertama, peserta diberikan salah satu dari dua jenis minuman:
- Minuman yang mengandung keton
- Minuman yang mengandung gula dengan jumlah kalori yang sama
Setelah 30 menit, mereka menjalani pemindaian fMRI kedua untuk melihat perubahan yang terjadi di otak.
Hasilnya, minuman keton tampaknya mengurangi gangguan jaringan otak yang berkaitan dengan penuaan, sementara minuman gula tidak menunjukkan efek yang sama. Efek paling signifikan terjadi pada peserta berusia 40 hingga 59 tahun, di mana dampaknya 80% lebih besar dibandingkan dengan peserta berusia 20 hingga 39 tahun. Efeknya lebih kecil pada peserta berusia 60 hingga 79 tahun, yang menunjukkan bahwa jika suplemen keton memang bermanfaat, mungkin diperlukan intervensi sejak dini.
Namun, bagian studi ini memiliki keterbatasan karena hanya mengukur efek suplemen keton dalam satu kali konsumsi, tanpa memantau perubahan otak dalam jangka panjang atau melakukan tes kognitif.
Mujica-Parodi menyarankan agar studi lanjutan dilakukan untuk mengamati efek suplemen keton dalam jangka panjang. Jika memang keton membantu melawan resistensi insulin, cara terbaik untuk menjaga kesehatan otak mungkin adalah dengan mencegah resistensi insulin sejak awal, misalnya melalui pola makan yang lebih sehat.
Dr. Soto-Mota menambahkan ketika kadar gula darah rendah, tubuh sebenarnya dapat menghasilkan lebih banyak keton secara alami dibandingkan dengan yang diperoleh dari suplemen. Hal ini adalah prinsip dasar dari diet keto, meskipun diet ini sulit untuk dipertahankan dalam jangka panjang. (Live Science/Z-2)