Mengupas Fermentasi Kopi di Indonesia

3 months ago 50
Web Warta Live Viral Terbaik
Mengupas Fermentasi Kopi di Indonesia Program Fermentation Training Camp yang diinisiasi Bandung Coffee Exchange (BCE) pada 2023.(Dok. BANDUNG COFFEE EXCHANGE)

DISKUSI soal perkembangan processing kopi di Indonesia mulai ramai dibicarakan sejak 2022, termasuk salah satunya kemunculan infused coffee yang menambahkan berbagai bahan dengan cita rasa kuat ke biji kopi. Hasilnya, kopi yang diminum memiliki aroma hingga rasa dengan bahan yang ditambahkan. Biasanya identik dengan cita rasa buah-buahan.

Selain metode infused coffee, proses fermentasi pada kopi juga semakin berkembang. Banyak dari para pelaku dan produsen kopi melakukan proses fermentasi berbasis eksperimental. Artinya, metode yang dilakukan saat melakukan fermentasi secara autodidak, tanpa sumber rujukan ilmiah. Pada dasarnya, proses fermentasi bisa dikategorikan dalam dua metode, yakni klasik dan eksperimental.

Fermentasi klasik ialah memanfaatkan metode-metode yang umum dilakukan pada pascapanen kopi, seperti wash, natural, wet-hulled (giling basah), dan honey. Sementara itu, proses fermentasi eksperimental biasanya memanfaatkan durasi panjang tertentu seperti anaerobic yang bisa memakan waktu hingga 72 jam atau menambahkan senyawa tertentu seperti mikroba atau ragi.

Andi Widjaja, dari Bandung Coffee Exchange, menyebut kemunculan metode eksperimental pada proses fermentasi salah satunya dipengaruhi oleh permintaan pasar yang menginginkan cita rasa kopi 'funky'. “Jadi yang derajat keasamannya cukup tinggi, fruity, asamnya kayak wine mungkin, ya, lebih banyak peminatnya. Tetapi tergantung segmen juga, ada beberapa yang lebih suka dengan kopi wash, kopi natural,” ujar Andi kepada Media Indonesia melalui sambungan konferensi video, Rabu (27/11).

Bandung Coffee Exchange (BCE) ialah kolektif yang fokus pada industri kopi. Tujuannya, menjadi platform pertukaran literasi tentang kopi, baik antara akademisi, praktisi, maupun seluruh pelaku industri kopi. Tahun lalu, BCE juga menggelar seminar dan pelatihan tentang fermentasi kopi di Klasik Beans Shelter, Puntang, Jawa Barat. Hal itu dipantik dari ramainya proses fermentasi yang dilakukan oleh para prosesor, tetapi dalam amatan mereka banyak yang masih melakukan fermentasi dengan basis eksperimental.

Melalui seminar dan training bersama konsultan prosesor dan fermentasi kopi Lucia Solis, BCE ingin mendorong para prosesor dan pelaku kopi di Indonesia bisa melakukan fermentasi berdasarkan keilmuan saintifik. Itu disebabkan arena trennya banyak teman-teman di industri yang mulai bereksperimen untuk membuat proses pascapanen yang ada metode fermentasinya. Kebanyakan dari mereka pun mengaku proses eksperimennya tidak scientific based.

"Artinya mereka memang sangat eksperimental banget. Sedangkan ketika ngobrol dengan beberapa konsumen atau segala macam, mereka juga ada konsentrasi dan keingintahuan, apa sih ini prosesnya? Itu yang bisa dijelaskan secara saintifik, terutama mungkin perhatiannya ke food safety,” imbuh anggota BCE lain, Firman Gustiana.

Tekan kegagalan

Perlunya proses fermentasi kopi berbasis saintifik atau ilmiah, disebut Andi, agar para prosesor dapat mengukur kepastian tanpa harus melakukan eksperimen yang memakan biaya besar. Ia mencontohkan ketika kemunculan metode fermentasi carbonic maceration (CM) yang menang di suatu kejuaraan barista dunia, lalu ramai digunakan banyak orang.

Metode CM itu merupakan proses fermentasi kopi dengan penambahan karbon dioksida ke dalam wadah semacam tangki tertutup, berisi bahan-bahan utuh yang tidak dihancurkan untuk menciptakan lingkungan dengan oksigen rendah atau tanpa oksigen. Beberapa lainnya juga ada yang investasi pada alat-alat semacam tangki untuk metode CM. Akan tetapi, eksperimentasi banyak yang mengalami kegagalan, investasi alat menjadi sia-sia, kopi pun tidak bisa dipasarkan. Setidaknya, fermentasi berbasis saintifik, termasuk dengan mengetahui dasarnya, dapat menghindarkan risiko kegagalan yang besar.

Pada pelatihan fermentasi yang digelar BCE bersama Lucia Solis pada Juni 2023, para peserta menjajal empat macam metode yang basisnya wash. Mulai citric wash, dua metode dengan tambahan ragi, dan satu lagi memanfaatkan mikroba (lactic process). Untuk citric wash, pada dasarnya lebih menonjolkan rasa asli dari kopi tanpa intervensi atau tambahan bahan apa pun.

“Hasilnya cukup menarik. Dari keempat proses itu, ternyata citric yang tidak ditambahkan apa-apa itu sebenarnya juga bisa bicara banyak. Kesimpulannya, kalau kebun diurus dengan baik, tanah juga dapat nutrisi yang baik, kopinya tetap enak walaupun tak melewati fase fermentasi yang macam-macam. Kalau basic itu dikuasai oleh prosesor, mungkin mereka tidak harus menuruti terus apa yang dituntut pasar," tutur Andi.

"Kami juga ingin prosesor punya independensi untuk menentukan produk apa yang mau mereka bawa ke pasar, tidak perlu harus terus melayani apa yang dimau oleh pasar."(M-2)

Read Entire Article
Global Food