Kunjungan Beruntun Brasil dan Afsel Buktikan Kelihaian Diplomasi Ekonomi Prabowo

6 hours ago 2
Kunjungan Beruntun Brasil dan Afsel Buktikan Kelihaian Diplomasi Ekonomi Prabowo Presiden Prabowo Subianto (kanan) bersama Presiden Brazil Luiz Lula da Silva (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai melakukan pertemuan bilateral di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (23/10/2025).(Antara)

PRESIDEN Prabowo Subianto dalam dua hari berturut-turut menerima kunjungan kenegaraan dari dua negara besar anggota BRICS, yaitu Presiden Republik Federasi Brasil Luiz Inacio Lula da Silva pada Kamis (23/10), dan sebelumnya Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pada Rabu (22/10), di Istana Merdeka, Jakarta.

Kedua pertemuan tersebut menandai penguatan arah politik luar negeri Indonesia yang lebih berani dan berimbang di bidang ekonomi global.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, menilai kunjungan berturut-turut dari Brasil dan Afrika Selatan bukan sekadar gestur diplomatik.

“Ini adalah sinyal bahwa Indonesia hendak menegaskan perannya dalam arsitektur ekonomi multipolar,” kata Rizal saat dihubungi, Kamis (23/10).

Menurut Rizal, langkah Presiden Prabowo merangkul BRICS menunjukkan kemampuan membaca arah pergeseran kekuatan global dari Barat ke Selatan. Dengan membuka kanal ekonomi ini, Indonesia berupaya membangun jembatan strategis agar tidak lagi hanya menjadi price taker, melainkan turut menentukan arah kepentingan nasional dalam tatanan ekonomi dunia baru.

Dalam pertemuan bilateral, Presiden Prabowo dan Presiden Brasil sepakat menuju pembentukan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), sebagaimana rencana serupa dengan Afrika Selatan.

Rizal menilai kedua negara menjadi simpul penting dalam jejaring ekonomi global selatan.

“Afrika Selatan adalah gateway ekonomi menuju benua Afrika yang tengah tumbuh lewat teknologi finansial dan energi baru, sedangkan Brasil merupakan kekuatan agroindustri dan energi hijau terbesar di Amerika Latin dengan PDB menembus US$2 triliun,” papar Rizal.

Ia menambahkan, bagi Indonesia, keduanya membuka ruang ekspansi non-tradisional di tengah stagnasi pasar ekspor utama di Asia Timur. Melalui kerja sama ini, potensi South-South Cooperation dapat memperkuat rantai nilai industri berbasis sumber daya seperti pangan, energi, dan kendaraan listrik.

Tantangan Strategis: Kesiapan Teknologi dan Industri Domestik

Rizal mengingatkan bahwa keterbukaan pasar melalui CEPA dengan negara-negara BRICS tidak boleh berhenti pada seremoni diplomatik.

“Kesepakatan dagang harus membuka arus teknologi dan investasi yang relevan dengan agenda hilirisasi nasional,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah perlu menyiapkan kebijakan yang melindungi kepentingan domestik, terutama industri padat karya dan UMKM, agar tidak kalah bersaing dengan skala produksi besar dari negara BRICS.

“Tanpa kesiapan industri dan logistik yang kuat, CEPA hanya akan menjadi kanal impor baru yang memperlebar defisit perdagangan,” pungkas Rizal. (Ifa/I-1)

Read Entire Article
Global Food