Warga adat Rempang di kawasan relokasi Tanjung Banon.(Antara)
PAGI di Tanjung Banon tidak lagi beraroma laut. Dari atas bukit, samar terlihat garis biru air yang dulu menjadi nadi kehidupan masyarakat adat Rempang.
Kini, di sini, barisan rumah beratap biru berdiri rapi di antara hutan yang sunyi, sebuah pemandangan baru bagi warga yang dulu hidup menyatu dengan ombak dan pasir.
Relokasi ini merupakan konsekuensi dari pembangunan Rempang Eco City, proyek besar yang digadang akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Batam.
Sudah hampir setahun warga tinggal di kawasan relokasi Tanjung Banon. Tanahnya berbukit, jauh dari laut, dan belum sepenuhnya siap dihuni. Haris, salah seorang warga, mengaku mereka hidup dalam ketidakpastian.
“Awalnya dijanjikan ada rumah ibadah, sekolah, dan fasilitas umum. Nyatanya hanya rumah yang berdiri. Untuk hidup, kami harus bertahan sendiri,” ujarnya.
Haris dan warga lain mencoba beradaptasi. Namun laut yang dulu hanya selangkah dari rumah kini tampak seperti kenangan yang memudar di kejauhan.
Tak ada perahu, tak ada dermaga. Aktivitas ekonomi nyaris tak bergeliat, dan anak-anak harus menempuh jarak jauh untuk bersekolah. Dalam sepi, mereka masih menunggu sesuatu yang nyata yakni kehidupan.
Membangun dari Pesisir
Di tengah masa transisi ini, hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP). Sebuah inisiatif nasional untuk membangun kehidupan baru di desa-desa pesisir, termasuk bagi warga relokasi adat Rempang di Tanjung Banon.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan bahwa program KNMP merupakan implementasi nyata dari visi Presiden Prabowo Subianto dalam membangun kemandirian pangan laut, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat ketahanan ekonomi bangsa dari wilayah pesisir.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat mengunjungi rempang Eco City.
“Program KNMP tidak hanya menghadirkan rumah layak bagi nelayan, tetapi juga membangun ekosistem ekonomi yang utuh. Kami ingin memastikan setiap kampung pesisir memiliki fasilitas yang mendorong produktivitas dan kesejahteraan,” ujar Trenggono saat meninjau lokasi KNMP di Tanjung Banon pada Agustus lalu.
Program ini menempatkan masyarakat pesisir sebagai subjek pembangunan, bukan objek. KKP merancang KNMP sebagai model kawasan nelayan terpadu dengan berbagai fasilitas penunjang yakni dermaga nelayan, pasar ikan higienis, cold storage, tempat pelelangan ikan, bengkel nelayan, sarana pendidikan, fasilitas kesehatan, hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN).
Trenggono menekankan, pembangunan tersebut bukan sekadar pembangunan fisik. KKP juga menyiapkan pelatihan dan pendampingan usaha agar nelayan dapat mengelola hasil tangkap, melakukan budidaya, dan mengembangkan koperasi berbasis masyarakat.
“Kami ingin nelayan mendapat dukungan penuh untuk meningkatkan usaha tangkap maupun budidaya. Dengan begitu, rantai pasok hasil laut bisa lebih kuat dan menguntungkan mereka,” jelasnya.
KKP juga menekankan keberlanjutan lingkungan. Setiap kampung nelayan akan diarahkan agar ramah lingkungan, memanfaatkan energi bersih, dan menjaga keseimbangan ekosistem pesisir.
“Pembangunan pesisir harus menyeimbangkan ekonomi, sosial, dan ekologi. Kita ingin nelayan sejahtera, tapi laut juga tetap lestari,” tambah Trenggono.
Staf Ahli Menteri KKP, Trian Yunanda, menambahkan, program KNMP telah masuk ke tahap pelaksanaan konkret.
Tahap pertama mencakup 65 lokasi yang telah menyelesaikan proses kontrak dan ditargetkan rampung Desember 2025, sementara 35 lokasi tambahan akan menyusul pada tahap kedua.Secara nasional, KNMP menargetkan pembangunan 11.100 kampung nelayan dari sekitar 13.000 desa pesisir di Indonesia.

Menurut Trian, pembangunan KNMP adalah bagian dari strategi besar transformasi ekonomi biru, yaitu mengoptimalkan potensi laut untuk kemakmuran rakyat.
“Kami tidak hanya membangun sarana fisik, tapi juga kapasitas manusia. Ada pelatihan kewirausahaan, manajemen koperasi, hingga digitalisasi rantai pasok agar nelayan bisa naik kelas,” ujarnya.
Dukungan dari Komunitas Nelayan
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) turut melihat program KNMP sebagai langkah strategis untuk mentransformasi desa-desa pesisir Indonesia.
KNTI menilai, arah kebijakan ini penting untuk menggerakkan ekonomi desa sebagai basis produksi pangan perikanan dan kelautan, menciptakan lapangan kerja luas, serta mengentaskan kemiskinan di wilayah pesisir.
Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, menyebut program ini sebagai satu pertempuran besar yang amat penting bagi bangsa, yang harus didekati dengan cara-cara patriotik.
Ia menilai KNMP bukan hanya pembangunan fisik, melainkan investasi besar dalam kapasitas manusia nelayan agar mampu mengelola potensi lautnya sendiri.
Program ini sejalan dengan upaya KKP membangun sarana produksi seperti cold storage, pabrik es, kios perbekalan, dan bengkel nelayan di setiap kawasan KNMP.
“Yang paling penting adalah memastikan sumber daya ekonomi di desa berada di tangan masyarakat. Pemerintah hadir untuk memperkuat dan memfasilitasi mereka,” tegas Dani. (P-4)

4 hours ago
3
















































