ICW Nilai Usulan Korupsi Masuk RUU HAM Harus Dikaji Lebih Dalam, Jangan Hanya Normatif

4 hours ago 1
ICW Nilai Usulan Korupsi Masuk RUU HAM Harus Dikaji Lebih Dalam, Jangan Hanya Normatif ilustrasi.(MI)

PEMBAHASAN revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (RUU HAM) kini memasuki babak baru dengan munculnya usulan agar tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.

Gagasan yang disampaikan Menteri HAM Natalius Pigai ini dinilai membuka diskursus tentang bagaimana kejahatan korupsi dapat diakui sebagai pelanggaran yang merampas hak-hak dasar rakyat secara sistemik, namun memerlukan kajian mendalam agar tak berhenti pada tataran wacana.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina, menyebut ide tersebut menarik untuk dipertimbangkan dalam penyusunan revisi UU HAM, karena korupsi memang memiliki dimensi yang merusak hak asasi manusia.

“Kalau bicara soal korupsi dan HAM, kami melihat korupsi memang punya dimensi besar merusak HAM,” ujar Almas dalam keterangannya, Selasa (28/10).

Menurutnya, korupsi tidak bisa lagi dipandang hanya sebagai penyalahgunaan kekuasaan, sebab praktik tersebut juga menciptakan korban yang menghilangkan hak-hak dasarnya akibat perbuatan pelaku.

“Contohnya korupsi bansos. Akibat penyimpangan dana, korban kehilangan hak untuk memperoleh bantuan,” katanya.

Almas menilai, perlindungan HAM dari kejahatan korupsi menjadi hal penting yang perlu diprioritaskan negara. Namun ia mengingatkan bahwa memasukkan korupsi ke dalam instrumen hukum HAM dengan menambahkan pasal-pasal baru tanpa kejelasan mekanisme penegakan tidak cukup.

“Gagasan Menteri HAM bisa memperkuat aspek kompensasi bagi korban, tapi mekanisme dan penerapannya harus dikaji dulu,” ujarnya.

Ia menilai ide tersebut akan lebih relevan diterapkan pada kasus korupsi yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan publik.

“Kasus korupsi bantuan sosial pada 2019 yang menyebabkan masyarakat kehilangan hak dasar jelas memiliki aspek pelanggaran HAM karena merugikan publik luas,” kata Almas.

Lebih lanjut, Almas juga menyoroti pernyataan Menteri HAM Natalius Pigai yang menyebut bahwa Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang mengaitkan instrumen hukum korupsi dengan pelanggaran HAM.

Menurutnya, keberhasilan ide itu akan bergantung pada kesiapan sistem hukum dan aparat penegak hukum.

“Negara lain bisa memberantas korupsi tanpa memasukkannya ke UU HAM, berarti ada instrumen lain yang efektif,” tutur Almas.

Ia menambahkan, aspek efek jera dan pencegahan harus tetap menjadi perhatian utama dalam pemberantasan korupsi.

“Dari sisi penghukuman, pemiskinan koruptor dan pemulihan kerugian negara harus menjadi prioritas,” ujarnya.

Dengan demikian, Almas menilai bahwa gagasan memasukkan korupsi sebagai pelanggaran HAM dapat menjadi terobosan penting, asalkan dibarengi dengan kajian komprehensif dan sistem penegakan hukum yang jelas.

“Kalau ide ini hanya ditulis di undang-undang tanpa mekanisme yang konkret, kita khawatir hanya menjadi simbol tanpa daya,” pungkasnya. (Dev/P-3)

Read Entire Article
Global Food