Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/10/2025).(Antara)
NEGARA dinilai memiliki kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) dari ancaman korupsi yang semakin kompleks dan sistemik.
Wacana tersebut muncul seiring dengan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (RUU HAM) yang mulai mempertimbangkan usulan agar tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Danang Widoyoko, menegaskan bahwa korupsi merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang secara langsung merampas hak-hak dasar warga negara.
“Sudah menjadi keharusan bagi negara untuk melindungi HAM dari ancaman korupsi. Setiap penyalahgunaan kekuasaan yang berdampak pada hilangnya hak-hak dasar warga negara harus dianggap sebagai pelanggaran serius,” ujar Danang dalam keterangannya, Selasa (28/10).
Ia menilai korupsi tidak hanya terjadi di ranah publik, tetapi juga merasuki sektor swasta, lembaga masyarakat, hingga organisasi internasional.
“Korupsi yang dilakukan kelompok tertentu dengan koneksi kuat berpotensi menjadi sistemik dan dinormalisasi. Dampaknya langsung pada pelanggaran HAM,” ungkapnya.
Danang menekankan, jika korupsi sudah berdampak pada hilangnya akses masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, atau bantuan sosial, negara wajib hadir melalui instrumen hukum yang lebih kuat.
“Memasukkan korupsi sebagai pelanggaran HAM dapat menjadi terobosan penting, asalkan diiringi mekanisme penegakan hukum yang jelas dan tidak tumpang tindih,” ujarnya.
Sedang dikaji dalam pembahasan revisi UU HAM
Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai menjelaskan bahwa usulan pengategorian tindak pidana korupsi sebagai pelanggaran HAM sedang dikaji dalam pembahasan revisi UU HAM.
Pigai menyebut, jika disetujui, pelaku korupsi dapat diadili melalui dua mekanisme peradilan, yakni sistem peradilan pidana umum dan peradilan HAM.
“Dua opsi pengadilan dibuka. Tapi ini masih usulan,” ujar Pigai.
Selain itu, Pigai menekankan bahwa tidak semua kasus korupsi akan dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Hanya kasus-kasus yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan berdampak massif terhadap hak rakyat yang memenuhi kriteria tersebut.
“Kalau ada pengungsi dalam jumlah besar akibat situasi darurat, lalu anggaran negara yang besar untuk menolong mereka dikorupsi, itu jelas menghilangkan hak hidup dan keselamatan banyak orang. Itu pelanggaran HAM,” tegasnya.
Buka ruang dialog dan kolaborasi
Lebih lanjut, Pigai mengakui bahwa gagasan mengaitkan korupsi dengan pelanggaran HAM masih relatif baru dan minim referensi di dunia internasional. Karena itu, ia membuka ruang dialog dan kolaborasi dengan akademisi serta masyarakat sipil.
“Masukan masyarakat sangat kami butuhkan. Harus mulai sekarang. Kalau tidak, kapan lagi kita membangun bangsa yang bersih dan berwibawa?” pungkasnya. (Dev/I-1)

2 hours ago
1
















































