Hunian Layak, Harapan Tiga Juta Keluarga Menuju Kehidupan Lebih Baik

3 weeks ago 15
Hunian Layak, Harapan Tiga Juta Keluarga Menuju Kehidupan Lebih Baik Warga membuka warung sederhana di depan rumahnya di Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025). PT Bank Tabungan Negara Tbk telah menyalurkan KPR untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR) dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau(ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

MEMILIKI rumah merupakan salah satu langkah penting dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Rumah bukan sekadar tempat berteduh, melainkan juga aset berharga yang dapat memberikan stabilitas dan kesejahteraan jangka panjang. 

Di sudut kota Salatiga, terdapat kisah tentang Suyati, seorang perempuan tangguh berusia 40 tahun yang hidup bersama suaminya, seorang tukang becak, dan anak mereka yang masih duduk di bangku kelas satu SD.

Suyati bukan asli Salatiga. Ia bertemu dengan suaminya saat bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kota tersebut. Pertemuan sederhana di pangkalan becak dekat rumah majikannya membawa mereka pada ikatan pernikahan dan kehidupan baru yang penuh tantangan.

Setelah menikah, keluarga ini tinggal bersama mertua laki-laki Suyati yang sudah tua dan tidak lagi bekerja. Mereka menempati dua kamar di bagian belakang rumah milik kakak ipar suaminya yang kini tinggal di Jakarta. 

Rumah tersebut disewakan pada mahasiswa, sementara satu kamar berukuran 3x3 meter menjadi tempat tinggal mereka bertiga.

"Saya bersyukur masih bisa tinggal di sini, meskipun hanya satu kamar kecil. Setidaknya kami tidak perlu membayar sewa," ujar Suyati dengan senyum penuh keikhlasan.

Ruangan kecil itu dipenuhi oleh satu lemari kaca, tempat tidur besi, dan televisi kecil. Barang-barang rumah tangga disusun sedemikian rupa agar ruangan tetap fungsional. Kompor minyak diletakkan di emperan kamar, sementara becak diparkir di halaman depan.

Meskipun tampak tidak miskin dari luar karena bangunan tersebut berdinding tembok dan berlantai keramik, kenyataan hidup mereka penuh dengan perjuangan. Suyati dan suaminya berharap suatu hari bisa memiliki rumah sendiri agar anak mereka dapat tumbuh dengan lebih nyaman.

Kisah perjuangan Suyati menunjukkan bahwa memiliki rumah bukan hanya soal kepemilikan fisik. Rumah merupakan fondasi untuk merencanakan masa depan, membangun kesejahteraan, dan memperbaiki taraf hidup. Dengan memiliki rumah, mereka memiliki ruang aman untuk tumbuh dan berkembang.

Anggota Satgas Perumahan, Panangian Simanungkalit, menegaskan bahwa pasar properti di Indonesia menunjukkan tren positif seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki hunian sendiri.

"Pasar properti, terutama di sektor perumahan, akan semakin membaik di era pemerintahan baru. Rumah bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga investasi masa depan," ujar Panangian. 

Memiliki rumah di usia tua bukan sekadar soal tempat tinggal, melainkan merupakan bukti keberhasilan dalam berpikir jangka panjang. Rumah adalah aset berharga yang memberikan rasa percaya diri, kestabilan sosial, dan ketenangan di masa depan. 

“Berbeda dengan mereka yang terus-menerus menyewa atau mengontrak, pemilik rumah memiliki landasan yang kuat dalam kehidupan sosial dan finansial mereka,” kata Panangian.

Bagi anak muda, kata dia, sering kali muncul pemikiran untuk menunda pembelian rumah dengan alasan belum mampu atau belum perlu. Padahal, rumah tidak harus mewah. 

“Memiliki rumah sederhana sudah cukup untuk memberikan rasa aman dan stabilitas. Memikirkan aset jangka panjang sejak dini adalah langkah cerdas yang akan memberikan manfaat besar di masa depan,” jelas dia.

Menurut Panangian, harga rumah cenderung mengalami kenaikan sebesar 5% hingga 10% setiap tahunnya. Bahkan, di lokasi yang belum sepenuhnya dibangun, kenaikan harga bisa mencapai 10% hingga 15%. 

Kenaikan ini melebihi tingkat inflasi tahunan, sehingga membeli rumah menjadi investasi yang lebih menguntungkan dibandingkan menabung di bank, yang keuntungannya sering kali tergerus inflasi.

“Dalam konteks ini, peran pemerintah sangat diperlukan. Tugas menteri bersama DPR adalah menyusun roadmap yang jelas untuk mempersiapkan pembangunan perumahan, baik di desa maupun di kota. Satgas terkait diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan, seperti yang sudah dimulai di beberapa lokasi, salah satunya di Kalibata dengan proyek perumahan di atas lahan seluas 23 hektare,” kata dia.

Panangian menambahkan investasi dalam rumah bukan hanya tentang memiliki properti, tetapi juga menjaga stabilitas finansial di masa depan.

Oleh karena itu, mulailah berpikir jangka panjang dan pertimbangkan untuk memiliki rumah sejak dini, karena keuntungan dari aset ini tidak akan tergerus oleh waktu dan inflasi.

Pengamat tata kota, Yayat Supriyatna, menilai kesulitan generasi milenial dalam memiliki rumah bukan hanya soal keinginan, melainkan persoalan struktural dan sosial. Faktor pekerjaan di sektor informal, gaji rendah, dan suku bunga KPR yang tinggi menjadi hambatan utama.

"Generasi muda lebih pragmatis dan fleksibel dalam memandang rumah. Mereka tidak masalah tinggal di kontrakan, berbeda dengan generasi sebelumnya yang menganggap rumah sebagai simbol stabilitas," kata Yayat.

Yayat menjelaskan, banyak milenial bekerja di startup atau sebagai freelancer yang tidak memiliki slip gaji tetap. Hal ini menyulitkan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena persyaratan perbankan yang ketat.

Selain itu, gaji rata-rata di bawah Rp10 juta membuat cicilan rumah tipe 36 seharga Rp400 juta dengan DP 0% menjadi beban berat. 

"Kenaikan gaji tidak sebanding dengan lonjakan harga rumah, membuat mereka makin kesulitan," ujarnya.

Ia menekankan pentingnya kebijakan perumahan yang inklusif, terutama dengan backlog perumahan yang masih sebanyak 9,9 juta unit (BPS 2023). Pemerintah perlu memprioritaskan penyediaan hunian layak dan sehat, bukan sekadar mendorong kepemilikan rumah.

"Pemerintah harus memetakan kesejahteraan milenial untuk merancang kebijakan yang tepat. Rumah bukan soal kepemilikan fisik, melainkan tempat tinggal yang nyaman dan mendukung kehidupan produktif," lanjut dia.

Kepemilikan Rumah sebagai Indikator Kesejahteraan

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menekankan pentingnya kepemilikan rumah dalam menentukan status kesejahteraan masyarakat. Ia mengusulkan agar masyarakat yang belum memiliki rumah pertama dikategorikan sebagai miskin.

"Saya pikir sangat pantas kita masukkan juga kalau orang belum punya rumah, rumah pertama, masuk kategori miskin," ujar Maruarar.

Menurut Maruarar, kepemilikan rumah berperan besar dalam mendorong stabilitas sosial dan ekonomi di tengah masyarakat.

"Rumah bukan hanya bangunan fisik, tetapi ruang untuk membangun masa depan. Pemerintah akan terus mendorong program-program perumahan rakyat yang inklusif dan terjangkau," tambahnya.

Selain itu, Maruarar juga mengungkapkan bahwa kebijakan perumahan yang prorakyat, seperti pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk rumah di bawah Rp2 miliar, bertujuan mempermudah masyarakat dalam memiliki hunian.

"Kalau kebijakan yang pro rakyat itu harusnya dimurahkan, dipermudah, dan dipercepat. Kami terus memantau efektivitas program ini agar benar-benar dapat dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah," tegasnya.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), Nixon LP Napitupulu, optimistis terhadap pertumbuhan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR). 

Hingga akhir Desember 2024, BTN berhasil menyalurkan KPR subsidi sebesar Rp173,84 triliun, meningkat 7,5% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Sementara itu, KPR nonsubsidi tumbuh 10,2% menjadi Rp105,95 triliun. Total aset BTN pada akhir 2024 mencapai Rp469,61 triliun, dan diproyeksikan menembus Rp500 triliun pada akhir 2025.

Nixon juga mengungkapkan bahwa BTN membutuhkan dana sekitar Rp80 triliun untuk mencapai target penyaluran KPR FLPP sebanyak 800 ribu unit rumah.

"Tantangan buat bank adalah menyiapkan likuiditas," ujarnya, seraya menambahkan bahwa BTN akan mengandalkan dana pihak ketiga, penerbitan obligasi, serta menjajaki pinjaman luar negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Nixon menegaskan pentingnya peran BTN dalam mendukung program perumahan nasional.

"Kami tidak hanya berbicara soal angka, tetapi juga keberlanjutan. Misi kami adalah membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah mendapatkan hunian layak melalui berbagai skema yang telah kami siapkan," jelas Nixon.

Kepemilikan rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga menjadi simbol stabilitas dan pencapaian dalam kehidupan seseorang. 
Dengan memiliki rumah, masyarakat dapat lebih percaya diri dalam merencanakan masa depan dan membangun keluarga yang sejahtera.

Dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga keuangan seperti BTN, diharapkan dapat mempermudah akses masyarakat terhadap hunian layak dan terjangkau. 

Dengan demikian, upaya meningkatkan taraf hidup melalui kepemilikan rumah dapat terwujud secara berkelanjutan di masa mendatang. (Gan/P-4) 

Read Entire Article
Global Food