Ekonom INDEF Kritik Menkomdigi Terkait Buruknya Komunikasi Pemerintah

2 weeks ago 7

Selular.id – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Aviliani mengkritik kinerja Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, dampak komunikasi pemerintah yang buruk.

Kritik yang Aviliani maksud yakni pada lemahnya komunikasi pemerintah dalam menjelaskan kebijakan yang sensitif, terutama terkait pajak dan defisit anggaran.

“Sekarang komunikasi publik buruk sekali. Menkominfo (Menkomdigi) seharusnya bisa menyampaikan pesan dengan jelas. Kalau tidak, orang lebih percaya sosial media, padahal belum tentu benar,” kata Aviliani dalam acara podcast Filonomics yang Selular kutip, Kamis (4/9/2025).

Dia juga menilai gejolak ketidakpuasan publik yang memicu demonstrasi di berbagai daerah tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesenjangan ekonomi.

Menurutnya, isu kenaikan tunjangan DPR atau pajak hanya menjadi pemicu, sedangkan akar masalah sesungguhnya ada pada menurunnya penghasilan kelompok menengah bawah.

“Akar masalahnya adalah penghasilan. Kelas menengah bawah tidak mendapat bantuan sosial, tapi penghasilannya terus menurun,” kata Aviliani. Ia menegaskan pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk meredam ketidakpuasan publik.

Aviliani mengajukan tiga solusi utama: fokus pada penciptaan lapangan kerja, memperbaiki komunikasi publik, dan membuka ruang dialog dengan masyarakat. Ia mendorong agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diarahkan lebih nyata pada kesejahteraan rakyat.

“APBN harus fokus pada penciptaan lapangan kerja. Insentif jangan hanya diberikan pada efisiensi, tapi diarahkan agar pengusaha bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja,” ujarnya.

Kritik juga dilontarkan pada lemahnya komunikasi pemerintah dalam menjelaskan kebijakan yang sensitif, terutama terkait pajak dan defisit anggaran.

“Sekarang komunikasi publik buruk sekali. Menkominfo (Menkomdigi) seharusnya bisa menyampaikan pesan dengan jelas. Kalau tidak, orang lebih percaya sosial media, padahal belum tentu benar,” kata Aviliani.

Ia menilai hilangnya ruang publik memperbesar jurang ketidakpercayaan antara rakyat dan pemerintah. Menurutnya, DPR maupun pemerintah harus kembali membuka diskusi agar kebijakan tidak terkesan diputuskan sepihak.

“Ruang publik itu penting sekali. Kalau tidak ada ruang diskusi, masyarakat akan merasa makin terpinggirkan,” ucapnya.

Aviliani juga memperingatkan dampak ekonomi jika gejolak sosial dibiarkan berlarut. Sebagai informasi, nilai kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia sempat susut Rp 195 triliun dalam sehari saat demonstrasi besar berlangsung. Kondisi itu membuat rupiah melemah, investor asing keluar, dan momentum pemulihan ekonomi terganggu.

Pengunjuk rasa melintas di depan tumpukan barang yang terbakar saat aksi di depan Mako Brimob Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). Massa menggeruduk Mako Brimob Kwitang menyusul peristiwa meninggalnya pengemudi ojek online (ojol) karena terlindas kendaraan taktis saat demonstrasi di depan DPR-RI pada Kamis, 28 Agustus.

Karena itu, ia meminta semua pihak menahan diri. “Kita harus membuka ruang publik untuk pemerintah dan masyarakat. Tapi masyarakat juga jangan melakukan anarkis lagi. Biarlah yang kemarin sudah, jangan dilanjutkan,” katanya. Aviliani menutup dengan pesan bahwa stabilitas sosial adalah syarat utama bagi pertumbuhan ekonomi.

“Kalau pemerintah bisa fokus pada tiga hal ini, keyakinan rakyat dan investor akan kembali. Itu lebih penting daripada flexing atau simbol-simbol politik yang menyinggung publik,” ujarnya. Pernyataan ini sejalan dengan upaya membangun ekonomi digital yang tumbuh pesat dengan strategi yang tepat.

Isu kesenjangan ekonomi ini juga terkait dengan tantangan kesenjangan infrastruktur digital yang masih menjadi kendala dalam pembangunan pusat data hijau.

Di sisi lain, upaya pemberdayaan ekonomi melalui teknologi digital terus didorong, seperti yang diungkapkan dalam strategi pemberdayaan ekonomi perempuan di forum internasional.

Aviliani menekankan bahwa solusi jangka panjang harus menyentuh akar permasalahan, bukan sekadar menangani gejala permukaan. Penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan dan inklusif menjadi kunci utama dalam mengurangi kesenjangan ekonomi yang semakin melebar.

Read Entire Article
Global Food