Dongkrak Lifting Migas, SKK Migas Dorong Penguatan Sistem Keamanan Terpadu

13 hours ago 1
Dongkrak Lifting Migas, SKK Migas Dorong Penguatan Sistem Keamanan Terpadu Rapat Kerja Pengamanan (Sekuriti) Hulu Migas 2025 di Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/10).(MI/Insi Nantika Jelita)

KEPALA Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto menegaskan pentingnya penguatan sistem pengamanan terintegrasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) sebagai langkah strategis meningkatkan lifting migas nasional.

Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2025, pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 605 ribu barel per hari (bph) dan 1.005 juta barel setara minyak per hari (boepd) untuk gas.

Menurut Djoko, pengamanan tidak hanya berkaitan dengan aspek operasional, tetapi juga merupakan faktor pendukung utama (enabler) dalam menjaga kelancaran dan keberlanjutan produksi migas nasional. 

Ia menekankan tantangan peningkatan lifting migas tidak semata-mata bersumber dari faktor teknis atau ekonomis, tetapi juga dari aspek keandalan operasi di lapangan.

"Hal ini tidak akan tercapai tanpa sistem pengamanan yang kuat, responsif dan terintegrasi," ungkapnya dalam tayangan video di acara Rapat Kerja Pengamanan (Sekuriti) Hulu Migas 2025 di Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/10).

Djoko menuturkan tantangan pengelolaan hulu migas sangat kompleks, dengan potensi ancaman yang beragam seperti illegal drilling atau kegiatan pengeboran minyak atau gas secara ilegal, illegal refinery atau pengolahan minyak mentah di kilang ilegal, sabotase, konflik sosial, hingga isu keamanan di wilayah perbatasan. 

"Karena itu, dituntut pendekatan manajemen pengamanan berbasis risiko," ujarnya. 

Djoko menambahkan, pengamanan hulu migas merupakan tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan. Sinergi antara SKK Migas, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), serta aparat keamanan negara seperti TNI dan Polri perlu terus diperkuat melalui koordinasi yang efektif. Upaya ini mencakup pelaksanaan patroli bersama, pengembangan mearly warning system, dan pembentukan information sharing platform untuk membangun sistem pengamanan yang terpadu, responsif, dan preventif.

Lebih lanjut, Djoko menilai dimensi sosial juga tak bisa diabaikan dalam menjaga stabilitas operasi migas. Banyak potensi gangguan terhadap kegiatan hulu migas justru berakar dari persoalan sosial, ekonomi, dan komunikasi di wilayah sekitar operasi. 

"Karena itu, pendekatan community-based security (CBS) perlu diperkuat agar masyarakat menjadi mitra aktif dalam menjaga keamanan aset negara," tegasnya. 

Melalui pendekatan partisipatif, dialog sosial, serta program pemberdayaan ekonomi berkelanjutan, SKK Migas mendorong implementasi Program Pengembangan Masyarakat (PPM) sebagai instrumen strategis untuk memperkuat hubungan harmonis antara KKKS dan masyarakat. 

Program tersebut mencakup peningkatan kapasitas ekonomi lokal, pendidikan, serta pengembangan infrastruktur sosial di sekitar wilayah operasi migas.

Sementara, Penasihat Khusus Presiden Bidang Energi Purnomo Yusgiantoro berpandangan, isu keamanan dalam pengelolaan energi tidak hanya berkaitan dengan ancaman militer, tetapi juga mencakup berbagai bentuk gangguan non-militer yang berpotensi mengganggu kedaulatan dan keselamatan bangsa.

Ia menjelaskan, ancaman terhadap sektor migas bisa terjadi dalam berbagai bentuk, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik. 

"Begitu ancaman itu muncul, dampaknya bisa serius. Pertama, mengganggu kedaulatan rakyat. Kedua, membahayakan keselamatan bangsa. Dan ketiga, mengancam keutuhan NKRI. Apakah hal seperti ini bisa terjadi di sektor migas? Sangat mungkin," tegasnya.

Purnomo mencontohkan, konflik wilayah seperti di Laut Tiongkok Selatan menjadi salah satu bentuk ancaman geopolitik yang dapat berdampak pada sektor energi. Karena itu, strategi nasional perlu dirancang dengan jelas, termasuk pembagian peran antarinstansi agar pengamanan sektor migas dapat berjalan efektif.

"Kalau kita bicara strategi, artinya kita harus tahu bagaimana mengendalikan dan menyelenggarakan sistem itu. Siapa yang di depan, siapa yang di belakang, semuanya harus jelas," katanya.

Purnomo kemudian menyoroti potensi besar sektor pengelolaan migas lainnya dari hidrokarbon yang telah dipetakan dan dieksplorasi, meskipun belum semuanya diproduksikan. Cekungan-cekungan gas (gas basin) di Indonesia disebut memiliki potensi besar. 

"Banyak wilayah yang sudah dibor dan menunjukkan hasil positif, seperti di Andaman, Blok Natuna, proyek Indonesia Deepwater Development (IDD), Masela, hingga Tangguh," ujar Purnomo. 

"Berdasarkan pengalaman kami, produksi migas nasional akan meningkat signifikan dari kegiatan eksplorasi," tambahnya. 

Purnomo juga menyinggung potensi produksi dari migas nonkonvensional (MNK), yang menjadi peluang baru bagi peningkatan cadangan energi nasional.

"Ada kabar baik, karena saat ini sudah mulai ada produksi dari migas non-konvensional. Ini bisa menjadi kunci untuk memperkuat ketahanan energi nasional," pungkas Purnomo.

Kejahatan hibrid
Dalam kesempatan sama, Asisten Operasi (Asops) TNI Angkatan Laut (AL) Laksamana Muda Yayan Sofyan menjelaskan, tantangan keamanan maritim saat ini telah memasuki era kejahatan hibrid (hybrid threats), yang memadukan berbagai elemen ancaman modern, sebagaimana halnya dalam peperangan era baru.

"Di dalamnya terdapat unsur peperangan informasi, proxy war, peperangan konvensional, hingga serangan siber (cyber warfare)," tuturnya. 

Kejahatan hibrida merupakan bentuk ancaman yang dilakukan dengan menggabungkan metode konvensional dan nonkonvensional. Yayan menerangkan meskipun menggunakan cara-cara tradisional, para pelaku telah mampu mendeteksi serta memanfaatkan celah terkait pengelolaan sumber daya alam, termasuk sektor energi. Kondisi ini berpotensi mengganggu stabilitas keamanan, baik pada tingkat nasional maupun kawasan. Oleh karenanya, keterlibatan TNI dianggap penting dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara.

Menurutnya, keterlibatan TNI tidak hanya berlandaskan legitimasi hukum nasional tetapi juga berdasarkan hukum internasional serta kebiasaan internasional yang memberikan dasar universal bagi pelaksanaan tugas-tugas pertahanan dan keamanan maritim di seluruh dunia. (Ins/E-1)

Read Entire Article
Global Food