Ilustrasi: Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri), membacakan amar putusan(MI/Usman Iskandar)
PENINGKATAN tren mahasiswa yang menggugat undang-undang ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sebagai gejala positif dalam kehidupan demokrasi Indonesia. Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyebut fenomena tersebut sebagai bentuk kesadaran baru generasi muda dalam memperjuangkan keadilan melalui jalur konstitusional.
“Ini gejala yang bagus bahwa kemudian banyak di antara anak-anak muda, terutama mahasiswa, yang memilih jalur perjuangan konstitusional menggugat UU yang dianggap tidak pro rakyat, dibuat secara ugal-ugalan tanpa proses partisipatif. Saya kira itu perkembangan yang bagus,” ujar Herdiansyah saat dikonfirmasi, Rabu (29/10).
Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) itu menjelaskan bahwa fenomena ini muncul akibat kebuntuan saluran politik yang seharusnya bisa digunakan masyarakat, terutama melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Gejala yang muncul sebenarnya ada semacam pesimisme karena buntunya saluran-saluran yang seharusnya mereka pakai selama ini, terutama di DPR. Karena saluran di DPR tidak bisa dipakai lagi, maka alternatif yang memungkinkan untuk dilakukan adalah perjuangan melalui jalur konstitusional, yaitu dengan mengajukan judicial review ke MK,” jelasnya.
Dampak positif
Selain itu, Herdiansyah menilai langkah mahasiswa tersebut membawa dampak positif, meskipun tidak semua putusan MK dieksekusi oleh pembentuk undang-undang.
“Sejauh mana hasil dari judicial review itu, saya kira dampaknya cukup besar, kendati tidak banyak putusan MK yang dieksekusi oleh DPR dan pemerintah. Itu problem utamanya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa kendala utama terletak pada lemahnya kekuatan eksekutorial MK untuk memaksa pembentuk undang-undang melaksanakan putusan.
“Memang tidak ada kekuatan eksekutorial yang kuat dari MK untuk memaksa DPR dan pemerintah segera menindaklanjuti putusan-putusan tersebut. Tapi sejauh ini, peran mahasiswa tetap memiliki dampak bagi masyarakat,” ujarnya.
Lebih jauh, Herdiansyah menilai bahwa perjuangan konstitusional mahasiswa melalui MK seharusnya berjalan beriringan dengan gerakan sosial di lapangan.
“Mengingat buntunya semua saluran politik, pada akhirnya kita harus memilih saluran yang paling mungkin dijangkau, yaitu memberikan ruang bagi mahasiswa untuk turun ke jalan. Terlepas dari perjuangan mereka di MK, aksi di jalan tetap diperlukan,” tuturnya.
Namun, ia juga memberi catatan kritis terhadap terbatasnya akses masyarakat dalam proses judicial review. Menurutnya, kritik masyarakat tidak bisa dipersempit hanya di ruang persidangan.
“Karena kita tahu ruang-ruang persidangan hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu ada pengacara, prinsipal, penggugat. Artinya, akses pertarungan di ruang sidang itu sangat kecil,” ujar Herdiansyah.
Ia menegaskan bahwa gerakan mahasiswa di MK perlu dilengkapi dengan gerakan sosial yang lebih luas agar tekanan publik terhadap pemerintah dan parlemen tetap terjaga.
“Bagi saya, selain menjaga perjuangan konstitusional lewat judicial review, kritik terhadap pemerintah juga harus simultan dengan perjuangan aksi-aksi turun ke jalan,” pungkasnya. (Dev/M-3)

6 hours ago
1
















































