
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengonfirmasi bahwa ia telah memberikan izin kepada CIA untuk menjalankan operasi rahasia di Venezuela. Pengungkapan ini muncul setelah laporan eksklusif The New York Times yang menyebutkan bahwa strategi Washington ditujukan untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro.
Selain itu, Trump mengatakan pemerintahannya juga mempertimbangkan opsi serangan darat ke Venezuela. Ketegangan meningkat setelah beberapa serangan AS terhadap kapal-kapal Venezuela di Laut Karibia dalam beberapa pekan terakhir, serta pengerahan pasukan atas perintah presiden. Maduro, dalam tayangan langsung di televisi nasional menyerukan agar eskalasi dihentikan.
"Tidak untuk pergantian rezim yang mengingatkan kita pada perang yang gagal di Afghanistan, Irak, Libya. Tidak untuk kudeta yang dilakukan oleh CIA, Amerika Latin tidak menginginkannya, tidak membutuhkannya dan menolaknya," kata Maduro seperti dikutip dari Al Jazeera.
Sehari berselang, Amerika Serikat kembali mengumumkan serangan laut terhadap sebuah kapal di kawasan Karibia.
"Saya mengizinkan karena dua alasan, sebenarnya. Pertama, mereka (Venezuela) telah mengosongkan penjara mereka ke Amerika Serikat," jawab Trump.
"Dan hal lainnya ialah narkoba. Kami memiliki banyak narkoba yang datang dari Venezuela, dan banyak narkoba Venezuela datang melalui laut, jadi Anda bisa melihatnya, tetapi kami juga akan menghentikannya melalui darat," tambahnya.
Ketika ditanya apakah CIA memiliki wewenang untuk menyingkirkan Maduro, Trump tidak memberikan jawaban langsung.
"Oh, saya tidak ingin menjawab pertanyaan seperti itu. Itu pertanyaan konyol yang diberikan kepada saya, bukan pertanyaan konyol sebenarnya, tetapi akan menjadi pertanyaan konyol untuk saya jawab. Tapi saya pikir Venezuela sedang merasakan tekanan," katanya.
Operasi yang Dilakukan AS
Amerika Serikat telah melakukan enam serangan terhadap kapal di perairan Venezuela, dengan alasan keterlibatan dalam perdagangan narkoba. Serangan-serangan tersebut dilaporkan menyebabkan setidaknya 27 orang tewas. Namun hingga kini, pemerintah AS belum menunjukkan bukti publik bahwa kapal-kapal yang dibom mengangkut narkotika yang ditujukan ke wilayah Amerika Serikat.
Sejumlah ahli hukum mengatakan bahwa operasi maritim terhadap kapal Venezuela kemungkinan melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan Konstitusi AS. Langkah-langkah yang diumumkan terkait operasi CIA dan kemungkinan aksi militer darat dinilai akan semakin menguji batas kewenangan presiden di luar yurisdiksi laut.
Salvador Santino Regilme, profesor madya di Universitas Leiden, mengatakan penggunaan kekuatan mematikan di laut harus tetap memenuhi prinsip proporsionalitas dan hak hidup.
"UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) dan Konvensi Perdagangan Narkoba PBB 1988 menekankan kerja sama, mekanisme naik kapal, dan persetujuan di laut, bukan penghancuran total. Setiap serangan yang menewaskan tersangka pengedar harus memicu penyelidikan yang cepat, independen dan transparan," ujarnya.
Reaksi Venezuela
Pemerintah Venezuela menuduh Amerika Serikat melanggar hukum internasional dan Piagam PBB. Maduro telah mengumumkan pengerahan milisi yang diklaim berjumlah satu juta orang. Pada awal September, ia menyatakan negara akan menggerakkan militer, polisi, dan warga sipil di 284 titik garis depan di seluruh negeri.
"Kami siap untuk perang bersenjata, jika perlu," tegas Maduro di Ciudad Caribia. Ia juga menyebut pemerintahnya berdiri di garis depan melawan gerakan ekstremis Nazi.
Maduro bahkan menyebut Venezuela pernah diserang oleh Nazi antara tahun 1942 dan 1944 di Karibia, serta merujuk masa kolonial ketika kekaisaran Inggris mengirim 21 kapal, dan rakyatnya mengalahkan mereka. Seiring dengan ancaman tersebut, Caracas meningkatkan propaganda militernya. Video yang beredar menunjukkan anggota milisi, termasuk lansia, mengikuti latihan bersenjata. (H-4)