Ditahan ICC, Rodigro Duterte tidak Menyesal Pimpin Perang Basmi Narkoba

4 hours ago 1
Ditahan ICC, Rodigro Duterte tidak Menyesal Pimpin Perang Basmi Narkoba MANTAN Presiden Filipina Rodrigo Duterte.(Al Jazeera )

MANTAN Presiden Filipina Rodrigo Duterte tidak menyesal pernah memimpin perang melawan narkoba meski harus ditahan oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) pada Rabu (12/3). Ia sebelumnya ditangkap di Manila atas tindakan keras mematikan Duterte terhadap perang antinarkoba.

"Saya adalah orang yang memimpin penegakan hukum dan militer kita. Saya katakan bahwa saya akan melindungi kalian dan saya akan bertanggung jawab atas semua ini," kata Duterte dalam sebuah video yang dibagikan di halaman Facebook miliknya.

"Saya telah menyampaikan kepada polisi dan militer bahwa ini adalah tugas saya dan saya bertanggung jawab," kata pria berusia 79 tahun itu seperti dilansir dari CNA, Kamis (13/3).

ICC menyatakan surat perintah yang dikeluarkan telah ditindaklanjuti Kepolisian Filipina sehingga penangkapan Duterte dilakukan. ICC menyebut Duterte telah melakukan kejahatan kemanusiaan.

Duterte tiba di bandara Rotterdam pada Rabu (12/3) pagi. Ia akan dibawa ke hadapan hakim ICC di Den Haag untuk pemeriksaan awal, kata pernyataan itu. Ia dipindahkan ke unit tahanan di pesisir Belanda.

Duterte, yang memimpin Filipina dari tahun 2016 hingga 2022, akan menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan karena mengawasi regu pembunuh dalam tindakan kerasnya terhadap narkoba. Ia bisa menjadi mantan kepala negara Asia pertama yang diadili di sana.

Surat perintah penangkapan ICC menyatakan bahwa sebagai presiden, Duterte menciptakan, mendanai dan mempersenjatai regu pembunuh yang melakukan pembunuhan terhadap para pengguna dan pengedar narkoba.  

Dalam rekaman video yang beredar saat penangkapannya di Manila pada hari Selasa, Duterte mempertanyakan penangkapan terhadap dirinya.

"Apa dasar penahanan saya? Apa kejahatan yang dilakukan?," katanya.

Seorang pejabat yang membacakan hak-hak Duterte mengatakan kepadanya bahwa hal itu berdasarkan surat perintah dari ICC yang menuduhnya melakukan pembunuhan. 

Sekitar 20 pengunjuk rasa anti-Duterte berkumpul sebelumnya di luar ICC di Den Haag dengan spanduk, termasuk satu yang bertuliskan "Kami menuntut keadilan dan akuntabilitas, Rodrigo Duterte adalah penjahat perang!".

Seorang pengunjuk rasa memegang topeng kardus besar yang menggambarkan Duterte sebagai vampir.

"Ini berita bagus bagi rakyat Filipina," kata pengunjuk rasa anti-Duterte Menandro Abanes tentang penangkapan dan pemindahan Duterte ke pengadilan. 

"Saya di sini untuk menunjukkan penghargaan saya kepada ICC karena telah melakukan tugasnya untuk mengakhiri impunitas," ucapnya.

Seorang pengunjuk rasa lainnya, Mary-Grace Labasan, mengatakan dia beruntung, karena menjalani proses hukum yang semestinya, dibandingkan dengan para korban yang hanya ditembak dan dibunuh tanpa proses hukum apa pun.

Sejumlah pengunjuk rasa pro-Duterte juga berkumpul di gedung pengadilan.

"Mereka menyerahkan presiden kita kepada orang asing," kata pengunjuk rasa Janet Suliman. 

"Mereka mempermalukan negara kita," tambahnya.

Di dalam negeri, bagi keluarga korban perang narkoba Filipina, penangkapan Duterte telah menghidupkan kembali harapan akan keadilan.

Perang melawan narkoba merupakan program kampanye andalan yang mengantarkan Duterte ke tampuk kekuasaan pada tahun 2016. 

Selama enam tahun masa jabatannya, menurut hitungan polisi, 6.200 tersangka tewas dalam operasi antinarkoba.

Para aktivis mengatakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar, dengan ribuan pengguna narkoba di daerah kumuh, beberapa di antaranya masuk dalam daftar pantauan masyarakat setelah mereka mendaftar untuk perawatan, ditembak mati dalam keadaan yang misterius.

Para pengacara dan akademisi mengatakan penangkapan dan pemindahan tersebut merupakan momen besar bagi ICC, yang menjadi sasaran sanksi AS dan tidak memiliki polisi sendiri untuk menangkap orang.

"Ini adalah kesempatan bagi pengadilan untuk menunjukkan bahwa mereka mampu menangani kasus besar dan mampu melakukan penangkapan," kata Iva Vukusic, asisten profesor sejarah internasional di Universitas Utrecht.

Di sisi lain, penangkapan yang gagal dialami Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, atas tuduhan bertanggung jawab secara pidana terhadap berbagai tindakan termasuk pembunuhan, penganiayaan dan penggunaan kelaparan sebagai senjata perang dalam konflik Gaza. 

Kegagalan penangkapan juga dialami Presiden Rusia Vladimir Putin yang dituduh melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi ratusan anak secara ilegal dari Ukraina. Keduanya membantah tuduhan tersebut.

Dalam beberapa bulan terakhir, jaksa ICC juga telah meminta surat perintah penangkapan bagi para pemimpin senior Afghanistan dan Myanmar.

Di sisi lain, putri mantan presiden Sara Duterte, wakil presiden negara itu, melakukan penerbangan pagi ke Amsterdam, kata kantornya tetapi tidak disebutkan tujuan atau berapa lama dia berencana untuk tinggal di Belanda.

Silvestre Bello, mantan menteri tenaga kerja dan salah satu pengacara mantan presiden, mengatakan tim hukum akan bertemu untuk meninjau dan mencari kejelasan tentang ke mana Duterte akan dibawa.

"Putri bungsu Duterte, Veronica, berencana untuk mengajukan permintaan habeas corpus ke Mahkamah Agung Filipina untuk memaksa pemerintah memulangkannya," kata Salvador Panelo, mantan kepala penasihat hukumnya.

Penangkapan ini menandai perubahan nasib yang mengejutkan bagi keluarga Duterte yang berpengaruh, yang menjalin aliansi tangguh dengan Marcos untuk membantunya memenangkan Pemilu 2022 dengan selisih suara yang besar.

Namun, Marcos dan wakil presidennya sejak itu mengalami perselisihan sengit, yang berpuncak pada pemakzulan Sara Duterte bulan lalu oleh majelis rendah yang dipimpin oleh loyalis Marcos.

"Penangkapannya berarti keadilan internasional bukan sekadar konstruksi Barat. Bukan sekadar ide Barat. Itu universal," kata Gilbert Andres, seorang pengacara yang mewakili keluarga korban pembunuhan terkait narkoba. (Fer/I-1)

Read Entire Article
Global Food