Selular.ID – Dua operator selular di Indonesia, XL Axiata dan Smartfren, berpeluang untuk melakukan konsolidasi di tengah ketatnya persaingan pasar.
Para analis menilai langkah Axiata Group untuk menggabungkan unit telekomunikasi di Indonesia, XL Axiata dengan Smartfren Telecom akan menghasilkan manfaat konsolidasi.
Namun mereka mempertanyakan sinergi yang diharapkan dari kesepakatan tersebut.
Axiata perlu mengklarifikasi alasan dan potensi sinergi di balik penggabungan yang diusulkan, terutama mengingat skala Smartfren yang lebih kecil sementara pendapatan rata-rata per penggunanya termasuk yang terendah di pasar, kata RHB Investment Bank (RHB IB) dalam sebuah catatan kepada klien, seperti dilansir dari laman The Edge Malaysia.
Baca Juga: Merger Smartfren dan XL Axiata Bakal Segera Terealisasi Usai Aksi Pemegang Saham
“Meskipun kami mengakui maksud strategis kesepakatan tersebut, kami percaya fokus utamanya haruslah membangun alasan transaksi yang kuat,” tegas RHB IB.
“Kekhawatiran investor kemungkinan besar akan tertuju pada potensi sinergi penggabungan”, tambah bank investasi yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia.
Seperti diketahui, Axiata Group yang menguasai 66% saham di XL Axiata telah menandatangani perjanjian tidak mengikat dengan konglomerat Indonesia Sinar Mas Group pada Rabu (15/5/2024) untuk penggabungan dengan Smartfren Telecom.
Transaksi yang diusulkan masih dalam tahap awal evaluasi, dengan Axiata dan Sinar Mas bermaksud untuk tetap menjadi pemegang saham pengendali bersama dari entitas yang digabungkan.
Jika digabungkan, XL Axiata dan Smartfren akan memiliki 34% dari keseluruhan spektrum di Indonesia, mempersempit kesenjangan dengan pesaing yang lebih besar, Telkomsel dan Indosat, yang secara kolektif memegang 66% hak penguasaan spektrum dari pemerintah.
Kepemilikan spektrum yang diperbesar akan memungkinkan entitas yang digabungkan untuk “bersaing lebih efektif melawan dua operator tersebut”, kata Kenanga Investment Bank.
Namun, sesuai dengan peraturan perundangan, lembaga riset tersebut menandai kemungkinan bahwa entitas yang digabungkan mungkin perlu menyerahkan sebagian kepemilikan spektrumnya kembali ke regulator.
Sementara itu, AmInvestment Bank mengatakan penggabungan tersebut akan memungkinkan XL Axiata untuk mencapai skala ekonomi dari proses yang disederhanakan dan pengeluaran modal yang dioptimalkan.
Merger juga mengurangi biaya operasional dengan menghilangkan duplikasi BTS dan berbagi sumber daya pemasaran atau administrasi.
Namun, lembaga riset tersebut memperingatkan risiko peningkatan utang XL Axiata pasca merger, karena utang bersih Smartfren tercatat lebih tinggi, mencapai Rp 12,3 triliun (RM3,4 miliar) untuk tahun keuangan 2023, ungkap AmInvestment Bank.
Baca Juga: Bakal Merger dengan Smartfren, Simak Kinerja XL Axiata Selama Lima Tahun Terakhir
Lebih lanjut, ketika diukur terhadap arus kas, utang bersih Smartfren juga relatif tinggi sebanyak 4,9 kali dibandingkan dengan 2,5 kali utang XL Axiata, menurut lembaga riset tersebut.
“Dalam jangka pendek, kami berhati-hati terhadap prospek Axiata karena risiko integrasi jaringan, risiko regulasi, dan risiko nilai tukar mata uang asing,” tambahnya.
Axiata, yang dikendalikan oleh dana kekayaan negara Khazanah Nasional Bhd, telah melepaskan aset dan mengakuisisi aset baru sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan profitabilitasnya.
Grup telekomunikasi asal Malaysia itu, mengumumkan penjualan bisnisnya di Myanmar pada April tahun ini dan Nepal pada Desember tahun lalu.
Baca Juga: XL Axiata dan Smartfren Bakal Merger, Ini Kemungkinan Terkait PHK