
PEMERINTAH melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menegaskan komitmennya dalam menyelesaikan permasalahan sampah di berbagai daerah, termasuk Jakarta. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurrofiq menekankan bahwa pihaknya akan memanfaatkan seluruh kewenangan yang dimiliki guna mempercepat solusi pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Salah satu langkah utama yang telah dilakukan adalah menyampaikan surat resmi kepada 306 kepala daerah yang masih memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berstatus open dumping. Para kepala daerah didorong untuk segera mengubah sistem pengelolaan sampah mereka menjadi sanitary landfill atau minimal controlled landfill sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Kami telah mengirimkan surat resmi kepada seluruh kepala daerah, khususnya 306 kepala daerah yang masih memiliki TPA open dumping, agar segera memperbaiki pengelolaan sampahnya sesuai standar. Jika tidak, kami akan menindaklanjuti dengan langkah penegakan hukum," tegas Hanif, Senin (17/2).
Selain kepada pemerintah daerah, BPLH juga telah menyurati 613 produsen agar segera menyusun peta jalan pengurangan sampah sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.75 Tahun 2019. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat implementasi ekonomi sirkular di sektor industri.
"Implementasi pengurangan sampah oleh produsen sangatlah penting dalam rangka menerapkan prinsip ekonomi sirkular. Kami telah meminta 613 produsen di Indonesia untuk segera menyusun peta jalan pengurangan sampah mereka," ujar Hanif.
Selain pengelolaan sampah domestik, BPLH juga menaruh perhatian pada impor bahan baku daur ulang plastik dan kertas. Dengan timbulan sampah plastik nasional yang masih belum tertangani mencapai 9,31 juta ton, BPLH mendorong 16 perusahaan importir kertas daur ulang untuk berkolaborasi dalam pemanfaatan bahan baku daur ulang dari dalam negeri.
"Kami telah berdiskusi dengan 16 perusahaan importir kertas daur ulang agar mereka lebih mengoptimalkan bahan baku daur ulang dalam negeri. Salah satu langkahnya adalah melalui pembinaan dan kerja sama dengan bank sampah serta sektor informal," jelasnya.
Secara khusus, Hanif menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Jakarta yang masih menjadi tantangan besar. Ia menegaskan bahwa ada dua isu utama yang harus segera ditangani, yaitu penyelesaian timbunan sampah di TPST Bantargebang serta pengelolaan timbulan sampah harian Jakarta yang mencapai 8.607,26 ton per hari.
"Dalam konteks Jakarta, kami telah melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, produsen, asosiasi, hingga masyarakat. Ada dua masalah utama yang harus segera diselesaikan, yaitu tumpukan sampah di TPST Bantargebang dan pengelolaan sampah harian Jakarta agar tidak semuanya berakhir di TPA," kata Hanif.
Untuk mengurangi ketergantungan pada TPA, Hanif menekankan pentingnya perubahan pola pikir masyarakat dalam mengelola sampah. "Kami ingin menanamkan literasi baru dalam pengelolaan sampah, yaitu ‘Sampahku, Tanggung Jawabku.’ Ini harus menjadi filosofi dasar dalam membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap sampah," ujarnya.
BPLH juga mendorong Pemprov Jakarta untuk segera menerapkan sistem retribusi dan insentif bagi masyarakat yang telah melakukan pemilahan sampah dari sumbernya. "Pemerintah daerah perlu mengimplementasikan sistem retribusi yang lebih adil, di mana masyarakat yang sudah memilah sampah tidak dikenakan biaya retribusi," imbuhnya.
Dengan berbagai langkah ini, Hanif berharap pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya Jakarta, dapat berjalan lebih baik. "Permasalahan sampah ini tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah. Dibutuhkan kolaborasi dari seluruh pihak agar solusi yang diterapkan bisa berjalan secara efektif dan berkelanjutan," pungkasnya. (H-2)