Youth Leadership Summit 2025: Membangun Kepemimpinan Muda untuk Aksi Iklim Berkeadilan Gender

1 day ago 9
 Membangun Kepemimpinan Muda untuk Aksi Iklim Berkeadilan Gender Youth Leadership Summit (YLS) 2025(Doc YLS 2025)

DI Wilayah Asia-Pasifik tantangan terkait perubahan iklim serta gender sering kali saling berkaitan. Perempuan dan anak perempuan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, namun seringkali mereka memiliki akses yang terbatas terhadap pengambilan keputusan, sumber daya, dan dukungan untuk beradaptasi.

Menurut laporan “For Our Futures” dari Plan International, lebih dari 12,5 juta anak perempuan setiap tahun diperkirakan tidak dapat menyelesaikan pendidikan mereka akibat dampak dari perubahan iklim. 

Tantangan ini membutuhkan aksi kolektif, di mana kaum muda, terutama anak perempuan dan perempuan muda, memimpin solusi iklim inovatif, inklusif, dan responsif gender di seluruh kawasan. Hari ini (12/10), Youth Leadership Summit (YLS) 2025 mewujudkan semangat ini dengan mengumpulkan pemimpin muda dari seluruh Asia-Pasifik di Jakarta dalam summit bersejarah di bawah Youth Leadership Academy (YLA) untuk Gender dan Aksi Iklim, inisiatif Plan International dengan dukungan The Rockefeller Foundation. 

Youth Leadership Summit menjadi puncak dari program YLA selama hampir dua tahun, yang telah memperkuat kepemimpinan kaum muda dalam aksi gender dan iklim. Melalui YLA, 40 Pemimpin Muda dari India, Vietnam, Indonesia, Thailand, dan Filipina telah mengembangkan dan mengimplementasikan solusi iklim inovatif dan responsif gender di komunitas mereka. 

Diselenggarakan dalam format hybrid, baik secara offline di Hotel Aryaduta, Jakarta, maupun online, dengan lebih dari 500 peserta hadir, Youth Leadership Summit mempertemukan pemimpin muda, pembuat kebijakan, LSM, dan perwakilan sektor swasta untuk memamerkan inovasi iklim yang dipimpin kaum muda, memupuk kolaborasi, dan menginspirasi solidaritas regional dalam mendorong solusi iklim yang inklusif. 

Memperkuat Suara Kaum Muda untuk Dampak Regional 

Youth Leadership Summit dibuka dengan sambutan dari Sharon Kane, Director of Sub-Region, Asia-Pacific, Plan International, yang menekankan pentingnya mendorong kepemimpinan kaum muda sebagai agen perubahan dalam krisis iklim. 

“Di seluruh kawasan Asia-Pasifik, kaum muda bukan hanya pemimpin masa depan, mereka sudah memimpin hari ini. Melalui YLA, kita telah melihat bagaimana inovasi, empati, dan keberanian bersatu untuk mendorong tindakan iklim dan gender yang bermakna. Summit ini merayakan kepemimpinan mereka dan memperkuat suara kolektif mereka.” 

Marjuki, M.Si., Direktur Layanan Iklim Terapan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, dalam pidato kuncinya menyoroti pentingnya inklusi dan inovasi berbasis sains dalam ketahanan bencana dan iklim.  

“Bumi memanas lebih cepat dari sebelumnya, dan 2024 menjadi salah satu tahun terpanas dalam sejarah. Ini bukan isu masa depan, melainkan krisis yang terjadi sekarang. Anak muda adalah kelompok paling terdampak sekaligus penggerak perubahan. Kita menghadapi tiga C: Change, Crisis, dan Choice. Iklim berubah, kita dalam krisis, dan kita harus memilih untuk bertindak.” 

YLS 2025 menyoroti kekuatan kolaborasi dan inovasi yang dipimpin kaum muda dalam mencapai ketahanan iklim yang inklusif. Selain merayakan prestasi, acara ini juga membuka jalan bagi kemitraan berkelanjutan dan keterlibatan pemangku kepentingan untuk memastikan kontribusi kaum muda diakui dan didukung di semua tingkatan. 

Selama satu hari, peserta mengikuti dua sesi plenary dan enam diskusi paralel, masing-masing mengeksplorasi bagaimana kepemimpinan inklusif dan inovasi dapat mempercepat keadilan iklim di kawasan ini. 

Sesi plenary pertama, “Kepemimpinan Feminis di Masa Krisis Iklim,” mengeksplorasi bagaimana kesetaraan gender dan prinsip-prinsip feminis dapat mengubah cara komunitas merespons tantangan lingkungan. Sesi plenary kedua, “Partisipasi Kaum muda yang Bermakna dalam Kebijakan dan Advokasi,” berfokus pada bagaimana kaum muda dapat memengaruhi ruang pengambilan keputusan dan membentuk kebijakan iklim di tingkat nasional dan regional. 

Dalam sesi paralel, peserta muda dan para ahli mendiskusikan tema-tema spesifik, termasuk: 

  • Menilik Kembali Sampah dan Konsumsi untuk Gaya Hidup Berkelanjutan 
  • Seni, Media, dan Cerita untuk Perubahan Sosial 
  • Perempuan dan Anak Perempuan dalam Solusi Iklim Berbasis Teknologi 
  • Kaum muda dan Penyandang Disabilitas dalam Kesiapsiagaan Bencana 
  • Membangun Jalur untuk Bisnis Berkelanjutan dan Pekerjaan Hijau 
  • Kesehatan Mental Kaum Muda dalam Memimpin Perubahan 

Summit ini dihadiri oleh deretan pembicara, pemangku kepentingan, dan para pemimpin perubahan yang menginspirasi dari seluruh kawasan, termasuk Merry Puteri, Top 6 Miss Universe Indonesia, Amanda Katili Niode, Direktur The Climate Reality Project Indonesia; Gita Syahrani, Ketua Dewan Eksekutif, Earth-Centered Economic Coalition; Meizani Irmadhiany, Wakil Presiden Senior dan Ketua Eksekutif, Konservasi Indonesia; Intan Anggita Pratiwie, Co-founder Setali Indonesia; Laetania Belai Djandam, Pencerita Iklim Suku Dayak dan Musisi Sape; Mustika Wijaya, Pendiri dan Direktur Eksekutif, Solar Chapter; Ela Nurlaela, Kepala Kantor Wilayah Cianjur, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia; Quyen Nguyen, CEO dan Pendiri, Lại Đây Refill Station; dan Gabriela Fernando, Asistant Professor in Global Health, Monash University Indonesia, di antara lainnya. 

Menampilkan Aksi Iklim yang Dipimpin Kaum muda

YLS 2025 menampilkan presentasi inisiatif iklim yang dipimpin kaum muda dan responsif gender yang dikembangkan melalui YLA. Di Vietnam, The Safe Steps membekali kaum muda di daerah rawan banjir dengan keterampilan kesiapsiagaan bencana. Di Thailand, Proyek Green Caviar mempromosikan pertanian berkelanjutan dan ekonomi lokal yang terinspirasi oleh tanaman langka Wolffia.

Dari Indonesia, SAFE for Climate and Gender menggerakkan pelajar SMA melalui seni dan aktivitas kreatif untuk meningkatkan kesadaran tentang isu iklim dan gender, sementara EcoVibes melibatkan komunitas di lima wilayah dalam mengatasi tantangan limbah dan iklim melalui lokakarya dan dialog kebijakan.  

Di Filipina, YouLEARN mempersatukan kaum muda dari berbagai provinsi untuk mengelola limbah. Di India, Green Voices for a Sustainable Future membina kepemimpinan lingkungan akar rumput di komunitas yang termarjinalkan, dan Girls Climate Parliament memberdayakan anak-anak perempuan termarjinalkan untuk memimpin solusi iklim lokal dan memperjuangkan pendidikan, inklusi, dan kepemimpinan. 

“Melalui program ini, saya belajar bahwa aksi iklim bukan hanya tentang melindungi planet, tapi juga melindungi manusia,” kata Girish, salah satu pemimpin muda YLA.

“Ketika kita menjadikan kesetaraan gender sebagai pendekatan dalam aksi iklim, aksi ini menjadi lebih kuat dan inklusif. Kepemimpinan kaum muda berarti memastikan suara, kreativitas, dan keberanian mereka menjadi pusat dalam membangun masa depan di mana semua orang, terutama perempuan dan komunitas termarjinalkan, dapat berkembang di tengah krisis iklim.” (Adv)

Read Entire Article
Global Food