
GEJALA melemah konsumsi rumah tangga sebagai mesin utama ekonomi Indonesia disoroti. Data FMCG kuartal II menunjukkan pertumbuhan hanya 1% secara nilai, tetapi volume turun 3%, menandakan konsumen membeli lebih sedikit dan lebih jarang.
"Fenomena trading down makin nyata. Konsumen beralih ke merek lebih murah, kemasan lebih kecil, dan frekuensi belanja menurun," ujar Yongky Susilo, Consumer & Retail Strategist dan Board Expert Hippindo.
Mantan Executive Director di The Nielsen Company dan Head of Kadin Indonesia Trading House itu juga menyinggung fenomena Rojali dan Rohana, singkatan dari rombongan hanya lihat-lihat dan rombongan hanya tanya, yang menurutnya, sudah lama berlangsung di ritel Indonesia. "Mal tetap ramai, tetapi daya beli tidak sekuat dulu. Banyak pengunjung hanya melihat-lihat toko tanpa belanja, lalu mengalihkan pengeluaran ke restoran. Ini sinyal jelas bahwa struktur konsumsi bergeser dari kebutuhan barang ke pengalaman," jelas Yongky.
Kelas menengah, lanjutnya, menyusut sekitar 4% dibanding prapandemi dengan meningkatnya pekerja rentan dan saldo tabungan rata-rata untuk rekening di bawah Rp100 juta kini hanya sekitar Rp1,8 juta. "Banyak rumah tangga kelas menengah tidak menerima THR sehingga penjualan musiman melemah," katanya.
Ia juga menyoroti maraknya pinjaman online dan judi online yang menggerus kemampuan menabung dan membelanjakan secara sehat. Ia menegaskan pentingnya sinergi pihak swasta seperti komunitas bisnis semacam KBC dapat membantu menciptakan lapangan kerja baru di tengah situasi daya beli yang melemah.
"Kebijakan makro penting, tetapi perubahan juga harus datang dari para pelaku usaha. Komunitas seperti Kamajaya Business Club (KBC) bisa jadi motor kolaborasi untuk mendorong pertumbuhan sektor riil," ujarnya.
Ia menyebut periode 2025-2035 sebagai dekade kritis yang akan menentukan Indonesia mampu menjadi negara maju atau justru menua sebelum kaya (getting old before getting rich). "Jendela bonus demografi akan mencapai titik balik sekitar 2030-2040. Kalau tidak dimanfaatkan untuk menaikkan produktivitas dan inovasi, pertumbuhan akan melambat," kata Yongky dalam forum yang digelar oleh Kamajaya Business Club (KBC) di Nara Kupu Yogyakarta, Sabtu (11/10).
Pendiri GMT Property Management sekaligus Ketua Bidang KBC Fransiscus Go menegaskan bahwa para alumni Atma Jaya perlu berperan aktif dalam memperkuat struktur ekonomi riil. "Kita tidak bisa menunggu kebijakan pemerintah. Kelas menengah hanya bisa bertahan kalau kita berkolaborasi menciptakan peluang," ujarnya.
Frans menyoroti 10 sektor masa depan yang patut dikembangkan, antara lain bisnis UMKM digital & e-commerce lokal, bisnis berbasis berkelanjutan (sustainability business), edukasi dan pelatihan digital, layanan kesehatan terpadu (klinik dan digital health), hospitality & wellness lokal, food & beverage (F&B), teknologi finansial (fintech & microfinance), ekonomi kreatif & karakter lokal, properti & smart living, serta AI dan automasi. (I-2)