
Pergantian direksi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 15 Oktober 2025 dinilai sebagai langkah strategis untuk mempercepat transformasi dan memperkuat tata kelola perusahaan.
Direktur Program dan Kebijakan Prasasti Center for Policy Studies, Piter Abdullah, menilai keputusan tersebut mencerminkan penerapan prinsip meritokrasi dan profesionalisme di tubuh maskapai pelat merah itu.
Menurut Piter, pergantian manajemen menandai babak baru dalam proses restrukturisasi Garuda yang sebelumnya mencakup penataan utang, efisiensi armada, serta penguatan struktur keuangan.
“Ini bukan sekadar rotasi jabatan, tetapi bagian dari proses penyembuhan menyeluruh. Ada komitmen nyata untuk menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat,” ujarnya.
Transformasi Garuda kini berada di bawah pengawasan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara Indonesia) — lembaga pengelola aset strategis negara yang memastikan setiap keputusan korporasi berjalan sesuai prinsip good corporate governance dan akuntabilitas publik.
“Danantara bukan operator bisnis, melainkan pengarah tata kelola. Mereka memastikan proses berjalan berdasarkan profesionalisme, bukan pertimbangan politik,” tegasnya.
Profesionalisme dan Perspektif Global
Piter menilai pendekatan berbasis merit (merit-based) dalam pemilihan direksi, termasuk pelibatan profesional dengan pengalaman internasional, menjadi sinyal kuat bahwa Garuda Indonesia tengah menyesuaikan diri dengan standar global tanpa kehilangan kendali nasional.
Keputusan melibatkan profesional asing di jajaran direksi juga telah melalui mekanisme resmi dan persetujuan Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Langkah ini, kata Piter, dilakukan demi memenuhi kebutuhan kompetensi spesifik dalam fase transformasi saat ini.
“Pelibatan profesional internasional bukan karena kurangnya kemampuan nasional, melainkan strategi memperluas perspektif global dan mempercepat transfer pengetahuan. Arah strategis tetap sepenuhnya di bawah kendali negara,” jelasnya.
Piter menegaskan, restrukturisasi dan perubahan kepemimpinan kali ini tidak bisa disamakan dengan skema bailout.
“Negara melalui Danantara bukan menambal kerugian, melainkan membangun fondasi bisnis yang sehat dan berkelanjutan agar Garuda bisa terbang mandiri,” katanya.
Langkah ini dianggap krusial untuk menjaga fungsi strategis Garuda sebagai simbol kebanggaan nasional sekaligus penghubung vital antarwilayah Indonesia.
Dengan kombinasi kepemimpinan baru, pengawasan ketat, dan penerapan meritokrasi, publik diharapkan segera melihat hasil nyata transformasi Garuda.
“Jika fondasi manajemen kuat, arah bisnis profesional, dan governance terjaga, saya optimistis Garuda akan kembali sehat secara finansial sekaligus kompetitif di tingkat global,” pungkas Piter Abdullah. (Z-10)