
KEPUTUSAN Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok dan harga jual eceran (HJE) pada tahun 2026 disambut dengan rasa lega oleh para pekerja di industri hasil tembakau. Selama bertahun-tahun, buruh linting dan pekerja pabrik hidup dalam bayang-bayang ketidakpastian, di mana setiap kenaikan cukai berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto, menyampaikan apresiasi atas keputusan tersebut.
“Kami sangat menghargai dan berterima kasih kepada Pak Menteri Keuangan atas keputusan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok di tahun 2026. Kebijakan ini memberi rasa aman bagi para pekerja yang selama ini selalu dihantui kekhawatiran akibat kenaikan cukai yang terlalu tinggi,” katanya dilansir dari keterangan resmi, Kamis (16/10).
Sudarto menegaskan bahwa dampak kenaikan cukai selama ini paling dirasakan oleh buruh linting dan pekerja pabrik, kelompok yang paling rentan kehilangan pekerjaan dan penghasilan.
“Dengan adanya kepastian ini, mereka bisa sedikit bernapas lega,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa keputusan ini tidak hanya berdampak pada pekerja pabrik, tetapi juga menyentuh jutaan keluarga yang bergantung pada sektor industri tembakau, mulai dari petani tembakau dan cengkeh hingga pedagang kecil.
“Bagi kami, keputusan ini sangat penting karena industri tembakau melibatkan jutaan keluarga dari hulu hingga hilir. Bukan hanya buruh pabrik, tetapi juga petani tembakau, petani cengkeh, hingga pedagang kecil yang kehidupannya bergantung pada sektor ini. Dengan tarif yang tidak naik, penghasilan mereka lebih terlindungi dan keberlangsungan hidup keluarga tetap terjaga,” jelasnya.
Sudarto juga menyoroti pentingnya stabilitas tenaga kerja di sektor ini. “Bagi orang-orang kecil yang hidup dari sektor ini, keputusan Pak Menkeu bukan hanya soal angka, tetapi soal kepastian nafkah yang bisa mereka bawa pulang untuk keluarganya,” tutur Sudarto.
Sebagai langkah lanjutan, ia berharap pemerintah dapat menjaga konsistensi kebijakan melalui moratorium selama tiga tahun ke depan. “Ke depan, kami berharap Bapak Menteri bisa memastikan keberlanjutan kebijakan ini dalam bentuk moratorium setidaknya selama tiga tahun ke depan. Dengan adanya moratorium, pekerja tidak lagi hidup dalam ketidakpastian setiap tahun. Perlindungan jangka panjang akan membuat mereka lebih tenang, lebih produktif, dan tetap bisa menopang kehidupan keluarganya,” katanya.
Sudarto menilai bahwa moratorium juga akan membuka ruang bagi evaluasi kebijakan yang lebih menyeluruh dan berkeadilan. Ia mengingatkan bahwa kebijakan cukai tidak seharusnya hanya dilihat dari sisi penerimaan negara.
“Selama ini, kebijakan sering hanya dilihat dari sisi penerimaan negara, padahal ada aspek sosial, tenaga kerja, dan kesejahteraan rakyat yang tak kalah penting. Dengan adanya waktu jeda, pemerintah bisa menyeimbangkan semua kepentingan tersebut,” pungkasnya. (H-2)