Rendahnya Moralitas Aparat Menghambat Reformasi Polri

5 hours ago 2
Rendahnya Moralitas Aparat Menghambat Reformasi Polri Ilustrasi .(Antara)

DIREKTUR Lingkar Studi Data dan Informasi (LSDI) Lukman Hakim alias Lukman Jalu menilai reformasi kepolisian tidak boleh berhenti pada tataran kebijakan struktural semata. Menurutnya, pembenahan Polri harus dimulai pada moralitas dan integritas sumber daya manusia di semua jenjang.

“Reformasi Polri yang sesungguhnya sudah dilakukan terus-menerus sejak peristiwa reformasi hingga hari ini tidaklah stagnan. Namun, pembenahan besar-besaran tetap harus dimulai dari moral dan mentalitas aparat di semua aspek,” kata Lukman dalam keterangannya, Jumat (24/10).

Ia menilai, perbaikan mendasar harus dilakukan sejak proses perekrutan, promosi jabatan, hingga penguatan kembali jati diri Polri sebagai pelindung dan penyelesai masalah masyarakat.

“Integritas, dedikasi, dan pengabdian harus menjadi tolok ukur utama dalam kenaikan pangkat dan promosi jabatan. Jangan lagi ukuran utamanya adalah siapa punya ‘orang dalam’,” tegasnya.

Menurut Lukman, rendahnya moralitas aparat menjadi akar persoalan yang menghambat reformasi Polri. Ia bahkan menyebut perlu ada perubahan radikal di tubuh kepolisian.

“Ini bukan sekadar reformasi, tetapi revolusi total yang harus dilakukan secara radikal. Banyak anggota Polri sendiri yang mengeluhkan lambannya karier mereka karena sistem yang belum meritokratis,” ujarnya.

Selain itu, Lukman menegaskan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, Polri harus menegaskan kembali jati dirinya sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Ia menilai, kepercayaan publik terhadap Polri kini menurun karena perilaku segelintir oknum yang mencederai semangat pengabdian.

“Dulu masyarakat begitu menghormati polisi. Bahkan melihat patung polisi di jalan saja orang enggan melanggar lalu lintas. Sekarang, jatuh dari motor saja kalau melapor malah dibuat ribet,” kata Lukman mengibaratkan.

Lebih jauh, Lukman menyoroti citra Polri yang kini merosot akibat derasnya arus informasi negatif di media sosial. Ia menilai Polri perlu beradaptasi dengan cara kerja komunikasi publik modern.

Dalam konteks perkembangan teknologi, lanjut Lukman, Polri perlu beradaptasi agar mampu menghadapi bentuk-bentuk kejahatan baru di era digital.

“Dalam RUU Kepolisian, Polri harus mampu mengimbangi teknologi yang digunakan pelaku kejahatan. Untuk melacak jaringan narkoba, judi online, atau perdagangan manusia, penyadapan digital seharusnya dipahami sebagai perlindungan masyarakat, bukan pelanggaran HAM,” tandasnya.

Ia menambahkan, reformasi kepolisian bukan hanya soal revisi aturan, tetapi juga menyentuh aspek sosial, politik, dan budaya di internal lembaga.

“Tradisi birokratis di tubuh Polri harus dikaji ulang, termasuk soal sistem kepangkatan dan keterlibatan unsur kepolisian dalam berbagai urusan birokrasi yang seharusnya bisa diserahkan kepada lembaga lain,” tutur Lukman.

Lebih jauh, Lukman menilai, tanpa pembenahan moral dan adaptasi teknologi yang kuat, reformasi Polri hanya akan menjadi jargon kosong.

“Reformasi Polri mendesak dilakukan, dan harus dimulai dari perubahan manusia di dalamnya. Kalau moral aparat kuat, aturan apa pun akan berjalan,” pungkasnya. (Dev/P-2) 

Read Entire Article
Global Food