
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, Razilu, menegaskan bahwa pendaftaran merek kolektif koperasi merupakan langkah konkret dalam memperkuat kemandirian ekonomi bangsa, sesuai dengan program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
“Kegiatan ini adalah implementasi langsung dari hubungan Kementerian Hukum, khususnya DJKI, dengan program prioritas Presiden Prabowo yang bertujuan membangun kedaulatan ekonomi bangsa, berfokus pada kekuatan produksi dalam negeri,” ujar Razilu dalam Seminar Nasional ‘Memperkuat Ekosistem Inovasi Industri Pangan melalui Pendaftaran Merek Kolektif Produk Koperasi Merah Putih’ di Jakarta, Selasa (14/10).
Razilu menambahkan, merek kolektif memainkan peran strategis dalam membangun identitas bersama bagi koperasi sekaligus meningkatkan daya saing produk lokal, baik di pasar domestik maupun internasional.
“Merek kolektif ini adalah bentuk konkret dukungan terhadap kemanusiaan ekonomi bangsa. Skema ini efektif dalam memperkuat identitas bersama, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan memperluas jangkauan pemasaran produk koperasi,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa identitas yang kuat dan kepercayaan konsumen yang tinggi merupakan kunci utama dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat dan berkeadilan.
“Karena itu, pengelolaan kekayaan intelektual sangat penting agar produk koperasi tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi juga nilai ekonomi yang jelas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Razilu mengungkapkan capaian signifikan dalam pendaftaran merek kolektif koperasi di seluruh Indonesia. Hingga kini, sebanyak 564 permohonan merek kolektif telah diterima dari 12 koperasi, dengan 319 merek kolektif resmi terdaftar milik delapan koperasi, sementara sisanya masih dalam proses.
Selain itu, Razilu melaporkan bahwa Koperasi Merah Putih yang baru dideklarasikan oleh Forum Sekretaris Desa (FSD) telah aktif dalam perlindungan HKI. Koperasi ini telah mengajukan lima permohonan merek, termasuk tiga merek kolektif dari Aceh dan dua merek dagang dari Jawa Timur, menandakan semakin tingginya kesadaran koperasi untuk melindungi produknya.
Produk yang paling banyak didaftarkan berasal dari sektor kerajinan dan pangan lokal, seperti kain batik dan turunannya, termasuk sarung batik, pakaian batik, dan busana batik, yang menunjukkan kekuatan tradisi kriya Indonesia. Selain itu, pendaftaran juga mencakup kain tradisional seperti tenun, songket, dan sasirangan, serta produk olahan gula seperti gula aren dan gula semut.
“Selain itu, produk unggulan daerah seperti biji kopi, olahan ikan seperti abon dan ikan asin, hingga minyak berbasis bahan lokal seperti kelapa dan kemiri juga telah terdaftar sebagai merek kolektif,” paparnya.
Razilu juga menyoroti semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melindungi hasil karya dan potensi ekonominya melalui kekayaan intelektual.
Selanjutnya, Razilu menjelaskan empat poin utama dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Kementerian Koperasi dan UKM:
Pertukaran Data: Integrasi dan pemanfaatan bersama informasi terkait koperasi dan kekayaan intelektual.
Peningkatan Kapasitas: Konsultasi, pendampingan, dan pelatihan perlindungan kekayaan intelektual bagi produk koperasi.
Edukasi dan Komunikasi Publik: Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya perlindungan kekayaan intelektual sebagai instrumen peningkatan nilai ekonomi.
Pemantauan dan Evaluasi: Pengawasan berkala untuk memastikan efektivitas dan keberlanjutan program ini.
Razilu berharap kolaborasi lintas kementerian ini akan memperkuat posisi koperasi sebagai motor penggerak ekonomi rakyat dan meningkatkan kesadaran nasional tentang pentingnya kekayaan intelektual sebagai instrumen pembangunan ekonomi berbasis kreativitas dan inovasi.
“Perlindungan kekayaan intelektual bukan hanya urusan hukum, tetapi juga strategi ekonomi bangsa. Dengan merek kolektif, koperasi Indonesia dapat sejajar dengan pelaku usaha besar di tingkat nasional maupun global,” tegasnya.