Pengamat: Bermasalah Sejak Awal, Revisi UU TNI Harus Dihentikan

12 hours ago 4
Update Informasi Live Pagi Jitu Terpercaya
 Bermasalah Sejak Awal, Revisi UU TNI Harus Dihentikan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (tengah) saat rapat pembahasan revis UU TNI di Komisi I DPR.(Dok. Antara)

PENELITI Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi meminta pembahasan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau revisi uu TNI harus segera dihentikan. Ia menilai revisi UU TNI tersebut sudah melanggar prosedur pembentukan Undang-Undang.

"Pelanggaran yang dimaksud adalah RUU Revisi UU TNI tidak sah menjadi RUU prioritas 2025. Hal itu berakibat secara hukum bahwa pembahasan RUU Revisi UU TNI tidak memiliki dasar hukum, sehingga harus segera dihentikan," kata Fajri melalui keterangannya, Senin (17/3).

Ia mengatakan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang memuat RUU prioritas pada 2025 disahkan melalui Keputusan DPR RI Nomor 64/DPR RI/I/2024-2025 pada 19 November 2025. Pada Lampiran II Keputusan DPR RI itu tidak tercantum judul RUU Revisi UU TNI sebagai salah satu RUU yang diprioritaskan pada tahun 2025.

"Bukan hanya tidak tercantum dalam Prolegnas 2025, RUU Revisi UU TNI juga tidak tercantum dalam 18 RUU prioritas pada RPJMN 2025-2029. Hal itu membuktikan bahwa dokumen teknokratik milik Pemerintah sendiri tidak menganggap revisi terhadai UU TNI menjadi kebutuhan prioritas," katanya.

Fajri mengatakan pengambilan keputusan revisi UU TNI dilaksanakan pada Rapat Paripurna Pembukaan masa siding DPR RI ke-13, pada 18 Februari 2025 juga terdapat kejanggalan. Pertama, pengambilan keputusan untuk memasukan revisi UU TNI tidak masuk dalam agenda rapat paripurna.

"Secara tiba-tiba, Ketua Sidang pada saat itu, Adies Kadir (Wakil Ketua DPR RI, Fraksi Golkar), meminta persetujuan anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna untuk menyetujui dimasukannya RUU Revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 sebelum keseluruhan agenda rapat dilaksanakan," katanya.

Ia menjelaskan dalam Tatib DPR, perubahan agenda rapat, termasuk rapat paripurna hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan kepada Badan Musyawarah paling lambat 2 hari sebelum rapat dilaksanakan (Pasal 290 ayat (2) Tatib DPR RI). Namun hal itu tidak dilaksanakan dalam kasus ini, terbukti sejak awal tidak ada agenda tersebut yang dibacakan oleh Ketua Rapat Paripurna.

Kedua, pertimbangan untuk memasukan RUU revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 justru adalah Surat Presiden Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025. Padahal pertimbangan utama seharusnya berasal dari Badan Legislasi, bukan desakan dari Presiden melalui Surat Presiden tersebut.

Fajri mengatakan catatan lain yang dapat menjadi dasar untuk mendorong penghentian pembahasan revisi UU TNI adalah pembahasan yang tidak transparan. Ia menilai DPR tidak mempublikasikan draft revisi UU TNI kepada publik melalui jalur resminya, termasuk melalui website resmi DPR RI.

Hal itu berdampak kepada publik yang tidak dapat berpartisipasi penuh, karena tidak memiliki pengetahuan mendalam akan ketentuan-ketentuan yang sedang dibahas. Selain itu, pembahasan RUU Revisi UU TNI di luar Gedung DPR RI menjadikan pembahasan semakin tertutup dan membatasi akses publik untuk memantau.

"Praktik ugal-ugalan pembahasan RUU revisi UU TNI merupakan cerminan dari praktik legislasi pada 10 tahun terakhir, sehingga menjadi alarm kuat untuk masyarakat sipil dan akademisi untuk mengantisipasi praktik yang berulang dan lebih luas," katanya. (H-3)

Read Entire Article
Global Food