PBNU Anggap Kemarahan Santri atas Tayangan Trans7 Bisa Picu Perpecahan Bangsa

3 hours ago 2
PBNU Anggap Kemarahan Santri atas Tayangan Trans7 Bisa Picu Perpecahan Bangsa Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf(Ant)

Tayangan Trans7 yang melecehkan pesantren dan kiai menjadi musibah bagi dunia pesantren. Akan tetapi, kado pahit itu justru menjadi momentum konsolidasi bangsa.

Baca juga: Sampaikan Permintaan Maaf, Direktur Produksi Trans7 Datangi Ponpes Lirboyo

“Kita marah bukan karena Lirboyo atau NU saja, tapi karena penistaan terhadap kelompok identitas yang menjadi bagian dari Keindonesiaan,” tegas Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau yang kerap disapa Gus Yahya saat Kick Off Hari Santri Nasional 2025 di Surabaya, Jawa Timur, dalam keterangan media yang diterima Media Indonesia, Minggu (19/10).

Baca juga: GMNI Tegaskan Tradisi Pesantren Warisan Perjuangan Bangsa

Menurutnya, tindakan merendahkan kelompok identitas bisa memicu perpecahan bangsa. Sehingga, menurut dia, harus dilawan bersama dengan semangat persatuan.

Baca juga: Nistakan Pesantren, Gus Falah Desak Chairul Tanjung Sowan ke PBNU

Persatuan bangsa

Pada Kick Off yang digelar PWNU Jawa Timur di Auditorium UNUSA Surabaya, Gus Yahya menyerukan pentingnya persatuan bangsa menghadapi tantangan global dan domestik. Sebelum menyerukan persatuan nasional, Gus Yahya mengingatkan agar warga NU terlebih dahulu bersatu. Ia menegaskan, persatuan bukan berarti tanpa perbedaan, tapi kemampuan untuk tetap bersama di tengah perbedaan. “Masuklah ke dalam jam’iyyah ini dalam rukun dan bersatu, bukan hanya jasad, tapi juga roh. Adanya masalah tidak boleh menjadi alasan untuk berpisah,” pesannya.

Gus Yahya menambahkan, peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 kian meneguhkan posisi kaum santri dan pesantren sebagai jantung perjalanan bangsa Indonesia. Bagi para santri, kata dia, HSN jauh dari semata slogan belaka tetapi justru merupakan momentum konsolidasi semua kekuatan dalam menjaga dan merawat persatuan.

Dan lebih dari itu, lanjut Gus Yahya, HSN yang genap satu dekade sejak ditetapkan pada 2015, juga bermakna sebuah perayaan atas diakuinya eksistensi dan perjuangan kaum santri dalam melahirkan NKRI. Secara spesifik, katanya, perayaan ini kian menegaskan semangat kebangsaan yang lahir dari Resolusi Jihad 1945 oleh Hadratusy Syekh Hasyim Asy’ari, spirit perjuangan yang kini kembali digaungkan oleh Gus Yahya.

Peringatan Hari Santri ke-10 ini menjadi momentum historis. Setelah satu dekade, santri diharapkan tetap berada di garda depan menjaga kemerdekaan, memperkuat moral bangsa, dan mengawal peradaban mulia. Tahun ini, Hari Santri mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Mulia.” Gus Yahya menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hanya peristiwa politik, melainkan tonggak peradaban manusia. “Proklamasi Indonesia memang dibacakan di Jakarta, tapi ujian kemerdekaannya justru terjadi di Surabaya. Dan itu dilakukan oleh santri,” ujarnya.

Menurutnya, cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah cita-cita universal untuk menghapus penjajahan di dunia. “Tagline Hari Santri bukan sekadar slogan, tetapi panggilan untuk konsolidasi persatuan bangsa,” tegasnya.

Energi koheren

Gus Yahya juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang tengah mendorong transformasi sistem dan manajemen keuangan negara demi kesejahteraan rakyat. “Kebijakan besar itu butuh energi koheren yang besar, dan dukungan seluruh elemen bangsa. Karenanya, Hari Santri harus menjadi momentum kebersamaan nasional,” ujarnya.

Acara tersebut dihadiri tokoh penting PBNU dan PWNU Jawa Timur, antara lain KH Hasan Mutawakkil Alallah, Prof. Dr. Muhammad Nuh, KH. Abdul Hakim Mahfudz, serta pengurus cabang NU se-Jawa Timur. 

Read Entire Article
Global Food