Negosiasi dengan Trump Gagal, Prabowo Didesak Pecat Menteri

5 hours ago 1
Negosiasi dengan Trump Gagal, Prabowo Didesak Pecat Menteri Ilustrasi(MI/Seno)

GAGALNYA negosiasi Indonesia dengan Amerika Serikat untuk mencegah tarif 32% semestinya dipandang sebagai peringatan serius bagi pemerintah. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai itu merefleksikan lemahnya arah kebijakan luar negeri dan ekonomi Indonesia, serta absennya koordinasi strategis lintas kementerian yang berdampak langsung terhadap kepercayaan pasar dan posisi tawar negara.

Tim negosiasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membawa berbagai tawaran besar, mulai dari LNG, LPG, minyak mentah, gandum, hingga pesawat Boeing. Namun, pemerintah AS tetap menjatuhkan tarif dengan angka yang cukup signifikan. 

CELIOS menilai keputusan Washington cenderung dipengaruhi oleh pertimbangan geopolitik daripada hanya sekadar transaksi dagang. Afiliasi Indonesia dalam BRICS dan sikap tegas terhadap ekspor mineral menjadi faktor yang secara politis dari kebijakan AS terhadap Indonesia. 

Pembukaan keran impor

Sayangnya, strategi negosiasi yang dibangun terlalu bertumpu pada pembukaan keran impor produk migas AS secara berlebihan hingga US$15,5 miliar setara Rp259,5 triliun jadi ancaman bagi defisit sektor migas jangka panjang.

Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menyampaikan, kegagalan tersebut seharusnya menjadi momentum bagi Presiden Prabowo untuk mengevaluasi komposisi kabinetnya.

"Jika Indonesia ingin memperkuat posisi globalnya, perombakan kabinet adalah langkah yang tidak bisa ditunda. Menteri Airlangga Hartarto jelas gagal dalam merancang strategi ekonomi luar negeri yang efektif. Menteri Keuangan Sri Mulyani, meskipun memiliki pandangan teknokratik yang tajam, tidak lagi cukup didengar dalam pengambilan keputusan strategis. Sementara Menteri Luar Negeri Sugiono tampak hanya menjalankan fungsi simbolik, bukan diplomatik yang substantif," ujarnya seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (8/7). 

Segera rombak kabinet

CELIOS mendesak agar Presiden Prabowo melakukan perombakan kabinet berdasarkan kompetensi dan ketegasan arah kebijakan. Koordinasi ekonomi memerlukan pemimpin yang memahami lanskap perdagangan global. Diplomasi luar negeri perlu dijalankan oleh profesional yang bisa memperkuat posisi Indonesia di tengah ketegangan geopolitik internasional.

"Ini bukan sekadar reshuffle, tapi penyelarasan ulang arah pemerintahan. Jika kabinet tetap diisi oleh figur-figur yang tidak mampu menjawab tantangan global, Indonesia akan semakin tertinggal dan kehilangan momentum," tambah Bhima.

Sementara itu Direktur Studi China-Indonesia CELIOS Muhammad Zulfikar Rakhmat menyatakan, pembiaran kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS sejak 2023 adalah langkah diplomatik yang tidak dipertimbangkan dengan baik.

"Saat tarif diumumkan, Indonesia tidak punya wakil penuh di Washington. Di saat negara seperti Vietnam memperkuat diplomasi dan produksi mereka di AS, kita justru membiarkan celah ini terbuka lebar," ungkap Zulfikar.

Koordinasi tampak lemah

Selain itu, peneliti CELIOS Yeta Purnama juga menambahkan, koordinasi antar kementerian dalam menghadapi krisis ini tampak lemah dan tidak selaras dengan kebutuhan strategis negara.

"Indonesia butuh menteri-menteri yang berani menyuarakan kepentingan publik, bukan sekadar menjalankan instruksi politik. Pembaruan arah kebijakan hanya bisa terjadi bila orang-orangnya juga diperbarui," ungkap Yeta.

Sebagai perbandingan, Vietnam berhasil menghindari tarif serupa dengan pendekatan diplomasi yang konsisten dan komitmen investasi nyata di AS. Indonesia justru terjebak dalam pendekatan reaktif, penuh simbol, tanpa pondasi diplomatik dan kebijakan yang kuat.

Kehilangan serapan kerja

Adapun hasil studi CELIOS memperkirakan dampak pengenaan tarif 32% akan menimbulkan kehilangan serapan kerja hingga 1,2 juta orang karena imbas ke sektor padat karya seperti pakaian jadi, alas kaki beserta produk ekspor lain yang signifikan.

Selain itu estimasi penurunan nilai ekspor Indonesia sebesar Rp105,98 triliun dan pendapatan masyarakat terkoreksi Rp143,87 triliun. Dengan berlakunya tarif resiprokal per 1 Agustus maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh di level 4,7% hingg 4,8% secara tahunan. (Mir/I-1)

Read Entire Article
Global Food