
MAHKAMAH Konstitusi (MK) belum dapat melanjutkan pemeriksaan empat perkara pengujian Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) lantaran belum menerima naskah resmi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003.
Dalam sidang yang digelar Senin (13/10), MK menegaskan pentingnya kejelasan perubahan norma dan pasal-pasal dalam UU tersebut untuk menentukan apakah perkara uji materi yang diajukan para pemohon masih memiliki obyek hukum.
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Omar Sharif Hiariej, yang mewakili pemerintah menyampaikan bahwa seluruh pasal yang diuji telah diubah dalam UU baru tersebut.
“Pemerintah menyampaikan bahwa semua pasal yang dimohonkan pemohon mengalami perubahan dalam perubahan keempat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, yang kini menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025,” ujar Edhy di ruang sidang MK, Jakarta.
Ia menambahkan, dengan berlakunya UU baru, maka permohonan uji materi tersebut secara hukum kehilangan obyeknya.
“Perlu kiranya Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa dengan berlakunya UU No 16/2025, maka permohonan perkara aquo menjadi kehilangan obyek,” lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra meminta pemerintah untuk mempublikasi UU tersebut sebab hingga sekarang beleid tersebut belum dipublikasikan secara resmi.
“Tolong segera di-upload undang-undangnya. Kita sudah mencari tiga hari ini, di mana ini barang? Padahal kewajiban begitu disahkan Presiden, harus segera dipublikasikan untuk memenuhi tahapan terakhir pembentukan undang-undang,” kata Saldi.
Ia menambahkan, publikasi itu penting sebagai bentuk keterbukaan agar masyarakat memiliki akses atas hak konstitusionalnya.
“Tolong segera, Prof Eddy, agar masyarakat punya ruang kalau ada hak konstitusional yang terlanggar,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua MK Suhartoyo juga menyatakan pihaknya baru mengetahui bahwa UU BUMN hasil perubahan keempat telah diberi nomor.
“Kami baru pagi ini mendapat informasi tentang nomor undang-undang itu dan penegasan bahwa semua norma yang diuji katanya sudah berubah. Kami tunggu lampiran undang-undangnya,” ujarnya.
Ia menekankan, MK tidak dapat menentukan jadwal sidang berikutnya sebelum menerima dokumen resmi dan mempelajari perubahan norma yang dimaksud.
“Kami perlu mempelajari undang-undangnya dan memastikan bahwa norma-norma yang diuji benar-benar sudah berubah,” ucapnya.
Dalam penjelasannya, Eddy menjelaskan bahwa pembentukan UU No 16/2025 merupakan jawaban atas dualisme rezim hukum yang selama ini menghambat fleksibilitas BUMN.
“Dualisme antara hukum publik dan hukum privat korporasi menciptakan ketidakpastian dan membatasi gerak BUMN untuk menjadi profesional dan kompetitif. UU No 16/2025 dibentuk sebagai jawaban atas tantangan tersebut,” katanya.
Ia memaparkan sejumlah poin penting perubahan dalam UU baru, di antaranya transformasi kelembagaan Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN), ketentuan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri yang dibatasi dua tahun, hingga penguatan peran Badan Danantara sebagai penjamin Holding Investasi dengan persetujuan Dewan Pengawas.
Selain itu, pegawai Kementerian BUMN akan dialihkan menjadi pegawai BP BUMN, dan BPK tetap berwenang memeriksa BUMN sesuai peraturan perundang-undangan.
Meski pemerintah menilai permohonan uji materi kehilangan objek, Edhy tetap memberikan jawaban substantif sebagai bentuk penghormatan terhadap proses di MK.
“Walaupun secara yuridis perkara ini kehilangan obyek, pemerintah tetap menyampaikan keterangan substantif sebagai bentuk penghargaan terhadap MK dan persidangan,” ujarnya.
Sebagai informasi, terdapat empat perkara uji materi UU BUMN yang saat ini berjalan di MK. Perkara tersebut mempersoalkan norma pemisahan antara kerugian Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dengan kerugian BUMN sebagai kerugian negara, serta status pejabat BUMN dan Danantara yang tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara.
MK memastikan, sidang akan dijadwalkan ulang setelah pemerintah dan DPR menyerahkan naskah UU No.16 tahun 2025 beserta bukti perubahan norma yang dimaksud. (Dev/P-3)