Krisis Politik Prancis, Lecornu Lakukan Upaya Terakhir Selamatkan Pemerintahan Macron

1 week ago 10
Krisis Politik Prancis, Lecornu Lakukan Upaya Terakhir Selamatkan Pemerintahan Macron Sebastien Lecornu.(Al Jazeera)

PERDANA Menteri Prancis Sebastien Lecornu dijadwalkan melakukan upaya terakhir pada Selasa (7/10) untuk menggalang dukungan lintas partai terhadap susunan kabinet barunya dalam upaya mengakhiri kebuntuan politik yang melumpuhkan pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.

Macron menunjuk Lecornu, 39, sebagai perdana menteri pada awal September setelah parlemen menjatuhkan pemerintahan sebelumnya. Namun, setelah mengumumkan kabinet baru pada Minggu (5/10) malam, Lecornu langsung mendapat gelombang kritik karena sebagian besar pos menteri masih diisi wajah lama dari pemerintahan Macron.

Hanya sehari berselang, Lecornu mengajukan pengunduran diri pada Senin (6/10). Namun Macron justru memintanya untuk menunda keputusan itu dan melakukan perundingan akhir selama dua hari dengan partai-partai politik.

"Presiden menugaskan Lecornu untuk melakukan negosiasi akhir pada Rabu malam guna menentukan platform aksi dan stabilitas bagi negara," kata seorang pejabat Istana Elysee yang dikutip media Prancis.

Lecornu mengonfirmasi instruksi tersebut lewat akun X, menyatakan bahwa ia telah menerima permintaan presiden untuk membuka dialog dengan kekuatan politik dan akan melapor kembali kepada Macron pada Rabu malam.

Sumber kepresidenan menambahkan bahwa Macron siap mengambil alih tanggung jawab jika upaya itu gagal. Ini isyarat bahwa pemilu legislatif baru bisa saja digelar.

Kabinet Baru Picu Kontroversi

Penunjukan mantan menteri keuangan Bruno Le Maire sebagai menteri pertahanan menuai kritik tajam dari oposisi. Banyak pihak menilai keputusan itu sebagai simbol dari kebijakan ekonomi Macron yang selama ini memicu ketidakpuasan publik. 

Dalam langkah mengejutkan, Le Maire kemudian mengundurkan diri pada Senin malam untuk meredam ketegangan politik.

Mencoba Hal Lain

Krisis pemerintahan ini semakin memperburuk situasi politik Prancis yang telah bergejolak selama lebih dari setahun, sejak pemilu cepat 2024 menghasilkan parlemen terpecah tanpa mayoritas jelas.

Kritik bahkan datang dari lingkaran internal Macron sendiri. Gabriel Attal, perdana menteri hingga tahun lalu yang kini memimpin partai sentris Renaissance, mengatakan bahwa ia tidak lagi memahami keputusan presiden.

"Setelah serangkaian perdana menteri baru, sudah waktunya untuk mencoba hal lain," tegas Attal.

Ancaman dari Sayap Kanan

Kekacauan politik ini terjadi menjelang pemilu presiden 2027 yang diperkirakan menjadi titik balik bersejarah dalam politik Prancis. 

Pemimpin sayap kanan ekstrem Marine Le Pen menilai situasi saat ini sebagai peluang terbaik partainya untuk merebut kekuasaan.

Le Pen menyebut bahwa akan bijaksana jika Macron mundur, tetapi juga mendesak agar pemilihan legislatif dadakan segera digelar karena dianggap mutlak diperlukan.

Sementara itu, Jordan Bardella pemimpin National Rally (RN) menyatakan bahwa partainya siap untuk memerintah.

Krisis Anggaran

Dua pendahulu Lecornu yakni Francois Bayrou dan Michel Barnier sebelumnya juga digulingkan parlemen akibat kebuntuan mengenai anggaran penghematan. 

Pemerintahan berikutnya, siapapun yang memimpin, masih akan menghadapi tantangan besar untuk mendapat dukungan parlemen terhadap rancangan anggaran baru.

Utang publik Prancis kini mencapai tingkat tertinggi ketiga di Uni Eropa, setelah Yunani dan Italia. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hampir dua kali lipat dari batas 60 persen yang diizinkan Uni Eropa, sementara defisit anggaran mencapai rekor tertinggi.

Macron sejauh ini menolak menyerukan pemilu parlemen baru dan tidak berencana mundur sebelum masa jabatannya berakhir pada 2027. 

Namun, ia menghadapi tekanan besar untuk menunjuk perdana menteri kedelapan dalam masa pemerintahannya. Ini langkah yang dinilai hanya akan bertahan jika terjadi perubahan politik besar di Prancis. (AFP/I-2)

Read Entire Article
Global Food