
Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Aek Sipitudai Kecamatan Sianjur mula-mula Kabupaten Samosir-Sumatera Utara, terus menunjukkan perannya sebagai motor penggerak ekonomi desa. Salah satu contoh suksesnya adalah pengelolaan destinasi wisata Aek Sipitudai, yang kini dikelola sepenuhnya oleh BUM Desa setelah sebelumnya berada di bawah kendali Dinas Pariwisata.
Saut Limbong, Ketua BUM Desa Aek Sipitudai, Sabtu (15/3) mengatakan, langkah ini diambil sebagai bentuk kemandirian desa dalam mengelola aset wisata, mengingat masyarakat setempat sebelumnya hanya menerima dampak limbah tanpa keuntungan ekonomi yang signifikan. Kini, setelah memasuki tahun ketiga pengelolaan, BUM Desa berhasil meningkatkan pendapatan asli desa (PAD) hingga Rp 30 juta per tahun.
Pemberdayaan Masyarakat dan Infrastruktur
Kantor BUM Desa saat ini berdiri kokoh berkat hibah sebesar Rp200 juta dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Selain itu, untuk mengoptimalkan operasional wisata, BUM Desa telah merekrut dua petugas tetap di luar kelompok Ketua Sekretaris Bendara (KSB) dan melibatkan masyarakat setempat pada hari-hari libur.
Tidak hanya itu, konsep wisata yang dikembangkan juga memperhatikan aspek kearifan lokal. Ritual adat "Sipitudai", yang menjadi bagian dari tradisi masyarakat, tetap dijaga dengan prosesi khusus, termasuk manguras dan pemotongan kambing sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur.
Strategi Pengembangan dan Regulasi Wisata
Pengunjung yang datang ke Aeksipitudai dikategorikan menjadi dua:
1. Wisatawan umum, yang dipandu langsung oleh BUM Desa.
2. Wisatawan minat khusus, yang hanya diperbolehkan menggunakan jasa pemandu khusus dengan keahlian tertentu. Hal ini bertujuan untuk menjaga kearifan lokal dan menghindari eksploitasi budaya.
BUM Desa juga berencana akan membangun pintu pendakian menuju Pusuk Buhit dengan sistem pemeriksaan ketat terhadap barang bawaan wisatawan. Langkah ini diambil sebagai bentuk kepedulian terhadap kebersihan lingkungan, di mana pengunjung diwajibkan membawa kembali sampah mereka sesuai dengan makanan atau jajanan yang dibawa.
Sebagai tambahan, pemilik lahan di sekitar kawasan wisata dianjurkan membangun saung-saung tradisional untuk mempermudah akses wisatawan dalam memenuhi kebutuhan selama berkunjung.
Tiket dan Sumber Pendapatan Wisata
Untuk mendukung operasional, BUM Desa menetapkan tarif masuk sebagai berikut:
- Tarif parkir sepeda motor: Rp 5.000
- Tarif parkir mobil atau roda empat: Rp 10.000
- Sedangkan karcis masuk ke lokasi Aek Sipitudai Rp 10.000 per kepala.
Saat ini, rata-rata jumlah pengunjung mencapai 37 orang per hari, memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian desa.
Selain itu, BUM Desa berencana mengajukan empat unit becak bermotor (betor) untuk mengangkut wisatawan ke berbagai situs bersejarah di wilayah tersebut. Tarif transportasi ini akan ditentukan sesuai dengan rute perjalanan yang ditempuh.
Tantangan dan Upaya Peningkatan
Salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan BUM Desa adalah minimnya penyertaan modal awal, yang hanya mencapai Rp 15 juta dari Dana Desa pada tahun 2022. Kurangnya dukungan dari pemerintah desa menjadi hambatan utama dalam akselerasi proyek ini.
Namun, dengan kepemimpinan yang solid dari seorang pensiunan ASN yang kini menjabat sebagai Ketua BUM Desa, berbagai langkah strategis terus dilakukan. Termasuk di antaranya adalah perencanaan agenda tahunan seperti Manguras (bahasa Batak) artinya membersihkan, dan Mangengge boni ( merendam bibit padi) yang akan dijadikan samai sebelum disamaikan, hal ini akan mampu menarik lebih banyak wisatawan dan investor lokal.
Sebagai bentuk identitas budaya, BUM Desa juga mewajibkan setiap pengunjung yang masuk ke kawasan wisata untuk mengenakan Ulos Batak yang audah dipersiapkan, hal ini menjadi simbol penghormatan terhadap tradisi leluhur.
Kesimpulan: BUM Desa sebagai Pilar Kemandirian Ekonomi
Keberhasilan BUM Desa dalam mengelola Aek Sipitudai menjadi bukti bahwa desa memiliki potensi besar dalam mengembangkan ekonomi berbasis kearifan lokal. Dengan terus meningkatkan kualitas layanan, menjaga kelestarian budaya, serta memperluas jaringan wisata, BUM Desa diharapkan dapat menjadi model pengelolaan desa mandiri yang berkelanjutan di masa depan. (H-1)