Bonus Demografi Perlu Dikapitalisasi, Kemendukbangga Inisiasi Revisi UU Kependudukan

7 hours ago 2
Bonus Demografi Perlu Dikapitalisasi, Kemendukbangga Inisiasi Revisi UU Kependudukan Ilustrasi(MI/IHFA FIRDAUSYA)

KONDISI bonus demografi yang sedang dialami Indonesia memiliki potensi besar untuk mengakselerasi pencapaian kesejahteraan bangsa dan negara. Namun di balik potensi itu ada bahaya jika pemerintah tidak mengatur strategi untuk mengkapitalisasi bonus demografi.

Hal itu disampaikan Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Budi Setiyono dalam acara Orientasi Program Kependudukan, Pembangunan Keluarga dan Keluarga Berencana Bagi Jurnalis di UPT Balai Diklat KKB Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (26/7).

Budi menyampaikan saat ini Kemendukbangga/BKKBN sedang berupaya menjahit dan menstimulasi lintas sektor kementerian dan daerah untuk memikirkan bagaimana mengkapitalisasi bonus demografi. Salah satunya dengan menginisiasi Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 adalah Undang-Undang tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

"Dalam waktu dekat kita bersama DPR akan segera mengajukan Rancangan Revisi Undang-Undang No 52 Tahun 2009 tentang kependudukan. Di dalam revisi itu akan kita insert tentang upaya kapitalisasi bonus demografi," ungkap Budi.

Lebih jauh dirinya menyampaikan bahwa saat ini di Indonesia populasi usia produktif mencapai 70%. Artinya setiap 70 orang produktif bisa menggendong 30 orang tidak produktif. Kalau diibaratkan dalam satu keluarga, katanya, ada 2 orang menggendong 1 orang.

"Itu mestinya akan menghasilkan akselerasi yang sangat cepat. Kalau dua orang ini bekerja dia mendapat penghasilan setiap bulan, tanggal 30 dia masih bisa ada simpanan yang dikumpulkan menjadi dividen. Itu bisa direinvestasi untuk membeli alat produksi, untuk membeli kebun, peternakan, ruko. Keluarga itu akan bisa mendapatkan bonus berikutnya dari penghasilan kedua, tiga, dan seterusnya," ujarnya.

Begitu pun di level nasional, kalau bonus demografi ini bisa dikapitalisasi dengan benar, negara akan bisa melakukan saving dan reinvestasi setiap tahun. Negara akan semakin kaya dan menghasilkan pelayanan publik, pendidikan, kesehatan, subsidi yang baik.

"Sayangnya, walaupun bonus demografi tercantum secara eksplisit di RPJMN kita, menjadi jalan kita mencapai Indonesia Emas, itu belum menjadi satu konstruksi rangkaian kebijakan yang terpadu yang memungkinkan kita stepping-nya itu jelas menuju ke mana, berapa indikator-indikator yang harus dicapai dan seterusnya," tutur Budi.

Ia menyebut situasi saat ini justru 1 orang produktif bisa menggendong 5-6 orang tidak produktif. Ia mencontohkan, dari jumlah usia produktif 70% atau sekitar 190 juta penduduk, hanya sekitar 13-15 juta orang yang aktif menyetor SPT tahunan.

Hal itu antara lain terkait pekerja sektor informal yang lebih dominan. Menurut Budi, penduduk yang bekerja di sektor formal idealnya di atas 70% untuk bisa menjadi penopang kapasitas fiskal. Sementara kondisi di Indonesia pekerja sektor formal masih sekitar 42%.

"Untuk menjawab optimalisasi bonus demografi, banyak sekali hal yang harus kita kerjakan sebenarnya. Termasuk di antaranya mengatur Manpower planning, atau perencanaan tenaga kerja, dalam konteks supply dan demand antara job seekers dengan industri," kata dia.

Untuk itu, katanya, pemerintah perlu membuat konstruksi secara detail dalam pemanfaatan bonus demografi.

"Upaya yang dilakukan pemerintah seperti makan bergizi gratis, sekolah rakyat, koperasi merah putih, ini beberapa step terkait upaya optimalisasi bonus demografi. Itu harus ada proses penyempurnaan menjahit keterkaitan-keterkaitan itu. Itu tugas dari kita untuk menjelaskan kepada lintas kementerian bagaimana cara menjahitnya," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, Kemendukbangga/BKKBN, Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyebut yang selama ini dikatakan bonus demografi sebenarnya baru sebuah jendela yang terbuka. Indonesia perlu tools untuk masuk ke sana.

"Selama ini hanya bicara bonus, bonus, bonus, tapi apa programnya? Kalau kita lihat dari konsep teorinya, bukan bonus, (melainkan) demographic dividend. Dividen itu artinya peluang. Ini baru peluang, baru ada jendela yang terbuka, kita mau masuk tidak ke sana? Kalau kita masuk ke sana, baru dapat bonus," kata Boni.

Menurutnya untuk menjadi bonus, mesti ada yang diinvestasikan, antara lain investasi kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan.

"Yang disebut sebagai bonus demografi di mana penduduk usia produktif yang lebih banyak dibanding usia non-produktif, ini kaitannya dengan ekonomi. Penduduk usia produktif akan menghasilkan produk yang lebih banyak, lebih tinggi, lebih besar. Berhasil tidaknya jendela ini dilihat dari pertumbuhan ekonomi, dari PDB," papar Boni.

"Kalau sekarang pertumbuhan ekonomi kita 4,59%. Padahal harusnya dengan kita punya usia produktif banyak itu akan bisa lompat pertumbuhan ekonomi kita ke 7%-8%, PDB kita akan meningkat. Tapi realitanya tidak," imbuhnya.

Untuk itu, katanya, Kemendukbangga mencoba menjawab tantangan-tantangan yang ada melalui Peta Jalan Pembangunan Kependudukan. "Desain besarnya sudah diluncurkan oleh Bappenas. "Ini bukan dari pusat instruksi ke bawah. Ada peta jalan, ada rencana aksi. Rencana aksinya provinsi kabupaten/kota membuat sendiri," pungkasnya. (H-2)

Read Entire Article
Global Food